Menikahi Ibu Susu Baby Zafa

💮Happy reading💮

Setelah membantu membawa Gerry ke kamar tamu di lantai satu, Aldo dan Didi memilih pamit kembali ke apartemen masing masing.

Nyonya Arini melepas sepatu dan kaos kaki Gerry. Pria itu merancau memanggil nama istrinya.

"Aku kurang apa padamu Selena? semua yang kau minta aku sudah berikan, kau minta pernikahan kita tak di publikasi, aku sudah turuti. Kau ingin aku memecat sekertarisku yang cantik itu, aku pun sudah lakukan. Apa lagi yang kurang? kenapa kau meninggalkan aku dan Zafa?" Ujar Gerry, tak terasa air mata nyonya Arini mengalir. Ia pun sebagai seorang ibu turut merasakan kepedihan anaknya, yang gagal dalam membina rumah tangga.

Setelah menutup tubuh putranya dengan selimut, nyonya Arini keluar dari kamar tamu. Saat ia menaiki tangga, ia melihat Dian sedang duduk di ruang makan, sambil memakan sesuatu.

"Dian, apa kamu lapar nak?" tanya Nyonya Arini, Dian merasa malu kedapatan diam² makan di tengah malam. Namun perutnya yang lapar tak dapat di tahan lagi.

"Iya nyonya, saya sedikit lapar karena tadi Zafa dan Zafrina menyusu dengan kuat." Kata Dian malu².

"Jangan memanggilku nyonya, nak! kau bisa memanggilku ibu atau mamah seperti Gerry memanggilku." tutur nyonya Arini lembut.

"Baiklah, aku akan memanggil anda ibu." kata Dian, nyonya Arini tampak senang.

"Apa yang kau makan itu nak?" tanya Nyonya Arini melongok ke mangkuk Dian.

"Eh .. ini hanya roti yang aku sobek² dan aku beri susu nyonya." Kata Dian gugup. Nyonya Arini tampak cemberut saat lagi² Dian memanggilnya dengan sebutan nyonya.

"Ibu, Dian. Bukan nyonya," kata nyonya Arini.

"Apa kau baik² saja bekerja sebagai ibu susu Zafa, nak?" tanya nyonya Arini, dan di jawab dengan anggukan kepala oleh Dian.

"Karena saya sudah menganggap anda ibu, maka saya akan ceritakan kehidupan saya sebenarnya. Aku berasal dari Bandung, aku sudah yatim piatu sejak usiaku 10 tahun, sejak saat itu aku di rawat oleh keluarga pamanku. Aku selalu membantu bibiku berjualan kue setiap hari. Aku hanya lulusan SMA karena aku harus mengalah pada putri pamanku yang berkeras ingin kuliah. Pamanku tak mungkin sanggup menyekolahkan kami bersama. Aku memilih bekerja di sebuah kafe sebagai kasir. Gajiku setiap bulan selalu di minta oleh keluarga pamanku dengan alasan biaya selama ini mereka merawatku. Sampai akhirnya malam itu pun tiba, paman pulang dalam keadaan mabuk. Ia menyeret ku membawaku pada seorang rentenir, yang ingin menyewa rahimku, agar bisa melahirkan seorang laki² penerus keluarganya. Karena terpaksa aku menyetujuinya demi keluarga pamanku. Aku mengajukan syarat harus nikah secara siri, agak bayi ini tidak lahir dari perbuatan dosa. Dari perjanjian itu dia mengatakan jika bayi yang ku kandung ternyata perempuan, seketika itu ia akan meninggalkanku dan bayiku. Hingga sekarang, di sinilah aku berada. Ku harap anda bisa menjaga rahasia ini baik² nyonya. Aku tak ingin kelak Zafrina tau yang sebenarnya jika kehadirannya tak di harapkan oleh ayahnya."

Nyonya Arini tampak berkaca² mendengar kisah hidup Dian yang menurutnya terlalu berat di usianya yang belia.

"Aku yakin, Tuhan yang menuntunmu hingga sekarang, kau ada di sini. Semoga kebahagiaan selalu menyertaimu, nak." Ucap Nyonya Arini dengan tulus.

"Terimakasih nyonya, aku akan kembali ke atas, takut baby Zafa dan Zafrina bangun." Kata Dian undur diri setelah mencuci bekas makannya.

Nyonya Arini segera ke kamarnya dan merebahkan dirinya, ia menatap langit² kamar. Ia membayangkan jika memiliki menantu seperti Dian pasti menyenangkan.

Setelah beberapa saat merenung akhirnya nyonya Arini tertidur lelap. Berbeda dengan nyonya Arini, saat ini Dian justru mati²an menahan rasa ngantuknya karena baby Zafa dan Zafrina justru malah terjaga. Bahkan keduanya seolah enggan untuk di susui.

"Kenapa kalian tidak tidur? apa kalian tidak kasihan dengan ibu? ibu sudah mengantuk." Gumam Dian, dan hanya di tanggapi dengan tatapan menggemaskan oleh keduanya.

Sudah 4 hari sejak kepulangan baby Zafa di rumah, sejak hari itu juga Dian sering begadang karena tingkah keduanya. Saat ini Dian terbangun dengan wajah pucat dan sedikit merasa berkunang. Ia memang di bantu oleh seorang pengasuh untuk mengurus zafrina, sedang semua kebutuhan Zafa harus semua Dian yang menangani. Namun saat malam pengasuh Zafrina yang sudah berumur, membuat Dian merasa tak enak hati jika harus membangunkan tidurnya dan merepotkannya.

Saat di meja makan, nyonya Arini menatap Dian dan merasa ada yang aneh dengan wanita itu.

"Apa kau sakit Dian?" tanya Nyonya Arini. Dian hanya tersenyum dan menggeleng. Gerry melihat dari ekor matanya, menatap Dian yang pucat.

"Aku tak apa² Bu, mungkin hanya kurang tidur. Karena baby Zafa setiap malam selalu mengajak bercanda." Ucap Dian dengan senyum tulusnya. Gerry pun sempat terpaku melihat senyum Dian.

"Apa sebaiknya kau istirahat hari ini. Cukup perah Asimu saja untuk Zafa, biar pengasuh yang memberikan padanya." Usul nyonya Arini.

"Terimakasih Bu, nanti jika mereka tidur, aku akan ikut istirahat. Sekarang aku akan ke atas untuk menjemur mereka. Ini sudah waktunya." Namun saat hendak berdiri dari duduknya Dian merasa pijakannya berputar. Ia memejamkan matanya dengan rapat sambil berpegangan pada kursi agar tidak jatuh.

"Dian ..!" seru nyonya Arini panik. Gerry pun datang mendekat dan membopong tubuh Dian.

'Badannya ringan sekali, seperti orang kurang gizi saja.' batin Gerry yang masih setia menatap wajah pucat Dian.

"Tuan, apa yang tuan lakukan?" kata Dian gugup. Mungkin saat ini Gerry dapat mendengar suara detak jantung Dian yang berpacu cepat.

"Istirahatlah sebentar, biar aku yang menjaga Zafa." Kata Gerry dengan lembut, setelah ia meletakkan tubuh Dian di atas tempat tidur.

🌟🌟🌟🌟🍂🍂🍂🍂🌟🌟🌟🌟

Terimakasih sudah mampir.