NovelToon NovelToon
Cinta Beracun Pak Gustav

Cinta Beracun Pak Gustav

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Hamil di luar nikah / Diam-Diam Cinta
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Nara Diani

"Aku hamil lagi," ucap Gladys gemetar, ia menunduk tak berani menatap mata sang pria yang menghunus tajam padanya.

"Gugurkan," perintah Gustav dingin tanpa bantahan.

Gladys menggadaikan harga diri dan tubuhnya demi mimpinya menempuh pendidikan tinggi.

Bertahun-tahun menjadi penghangat ranjang Gustav hingga hamil dua kali dan keduanya terpaksa dia gugurkan atas perintah pria itu, Gladys mulai lelah menjalani hubungan toxic mereka.

Suatu ketika, ia bertemu dengan George, pelukis asal Inggris yang ramah dan lembut, untuk pertama kalinya Gladys merasa diperlakukan dengan baik dan dihormati.

George meyakinkan Gladys untuk meninggalkan Gustav tapi apakah meninggalkan pria itu adalah keputusan terbaik?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nara Diani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bagian 05

George menyapukan warna-warna di ujung kuas pada kanvas putih, melukis sketsa wajah Gladys yang sedang duduk tenang di depannya.

Wajahnya serius sekali, melukis potret perempuan itu dengan menambahkan background dan tambahan detail sesuai imajinasinya.

“Selesai,” ucap George setelah hampir satu jam Gladys duduk diam seperti patung.

Ia menghembuskan napas lega, memijat bahu dan kakinya yang terasa pegal, ternyata menjadi model lukis capek juga.

Gladys mendekati George untuk melihat potretnya, ia tersenyum begitu melihat sketsa yang di buat oleh pria itu, baru sketsa wajah tersenyum dengan warna-warna dasar tapi terlihat begitu rapi dan indah sekali.

“Bagus banget, cantik,” puji Gladys.

"Aslinya jauh lebih cantik dari lukisan,” ucap George, Gladys tersenyum malu.

“Mulutmu pintar merayu,” kekeh Gladys menggoda balik pria itu, George balas tertawa, ujung telinganya memerah.

Mereka berdua duduk berdekatan, mengobrol ringan, George pandai bercanda, hati Gladys sedikit terobati setelah bertemu dengan pria ini.

“Jadi, berapa lama lukisanku akan selesai?” tanya Gladys, sejak tadi matanya berbinar melihat bagaimana lihainya George menambahkan detail pada lukisan sehingga lukisan itu terlihat hidup.

“Karena ada dua lukisan, saya rasa sekitar satu minggu,” jawab George meletakan kuasnya ke atas meja lalu meraih cangkir teh dan meneguknya.

"Minggu depan kita bertemu lagi di sini, saya akan memberikannya padamu, janji,” ucap George.

“Setuju,” balas Gladys antusias.

“Saya sudah menepati janji saya, kamu juga harus menepati janjimu berarti,” kata George memandang mata perempuan muda itu.

“Apa?”

“Kamu berjanji di pertemuan kedua kamu akan memberikan nomormu,” tagih George.  

“Oh, itu ....” Gladys melipat bibirnya ke dalam, George bisa melihat raut keberatan di sana tapi karena Gladys sudah terlanjur berjanji pun dia mengangguk.

“Oke, mana ponselmu?” tanya Gladys menengadahkan tangannya.

Pria itu mengambil ponselnya dari dalam saku apron membuka lantas menyerahkannya pada Gladys.

“Sudah.” Gladys serahkan kembali ponsel itu setelah mengetik nomornya di sana.

“Terima kasih,” ucap George.

"Aku harus pulang sekarang,” pamit Gladys berdiri.

“Mau saya antar?” Perempuan itu menggeleng.

“Tidak perlu, aku mau pulang sendiri,” tolaknya.

“Baiklah hati-hati.” Gladys tersenyum menanggapi.

George tidak mengantar kepergian perempuan muda itu karena masih harus mengerjakan lukisannya di sana. Ia rogoh ponsel dari saku apron hijaunya mencari kontak yang di simpan oleh Gladys tadi dengan namanya sendiri.

 “Gladys Anastasya,” gumam George mencium sisa wangi tangan Gladys di ponselnya.

 

 

***

 

Gladys pulang menaiki taksi dengan sisa uang cash di sakunya, sengaja memang ia tidak membawa barang apapun termasuk ponsel karena ingin mencari ketenangan dan sekarang suasana hatinya sudah bagus.

Naik ke unitnya, Gladys menemukan Gustav yang tengah duduk menyilangkan kakinya di sofa depan pintu. Masih dengan pakaian yang sama dengan tadi pagi, gurat wajah lelah dan mata berat.

“Dari mana saja kau?” sambar Gustav begitu wajah gadisnya tampak di depan mata.

“Keluar, cari minum tadi,” jawab Gladys.

Gustav tanpa kata berdiri menarik tangan Gladys keluar dari apartemen membuat perempuan itu mengerut bingung.

“Shhh ... pelan-pelan,” tutur Gladys memegang perutnya nyeri. Rasa sakit kemarin masih belum sembuh.

Gustav berbalik dengan wajah kesal, kemudian memelankan laju kakinya sesuai permintaan Gladys. Mereka berjalan lambat mengikuti irama langkah kecil Gladys tapi karena Gustav manusia yang tidak sabaran ia mengangkat badan Gladys ke atas pundaknya membuat perempuan itu memekik kecil karena terkejut.

“Dasar lambat, kau itu manusia atau kura-kura?” decak Gustav.

 Gladys hanya diam saja, memilih memeluk leher kokoh Gustav erat-erat agar tidak jatuh.

 

***

 

 

“Kita mau ke mana?” tanya Gladys begitu menyadari Gustav membawanya ke landasan pesawat pribadinya, burung besi yang selalu Gustav pakai untuk pulang-pergi luar negeri itu telah stay dengan exit door yang terbuka menyambut mereka.

 “Singapura.”

 “Untuk apa?”

 “Menjajani peliharaanku.” Sialan mulutmu Gustav.

 

 

***

 

Gustav tidak berbohong, dia benar-benar membawa Gladys ke singapura, setelah take off dan check in di imigrasi mereka menuju ke mall termahal yang ada di sana.

Namun, sebelum ke sana mereka mampir ke butik langganan Gladys untuk berganti pakaian karena perempuan itu terus merengek bilang bajunya kumal sekali. Akhirnya Gladys make over dulu begitu pun dengan Gustav barulah pergi ke mall.

“Yang ini bagus, aku suka warnanya yang elegan dan tidak mencolok bagaimana menurutmu?” tanya Gladys menoleh pada Gustav, tangannya memegang sepasang heels dari brand Gucci yang barusan dia coba.

"Ambil semua yang kau mau,” jawab Gustav acuh tak acuh tanpa memandang Gladys sama sekali, sedari tadi matanya fokus ponsel di tangan.

“Baiklah, aku mau yang ini, ini, dan itu,” ucap Gladys pada pegawai toko menunjuk tas, sepatu, dan pakaian yang ia pilih tadi, totalnya ada delapan item.

"Let me guide you to the cashier for the payment process, Madam," ucap pegawai Store tersebut berbicara dengan aksen China khas orang singapura.

Gladys menengadahkan tangannya pada Gustav meminta kartu, pria itu ambil dompetnya mengeluarkan kartu hitam mengkilap dan menyerahkannya pada Gladys.

Pegawai toko yang mengenakan setelan rok span dan blazer hitam formal juga sarung tangan putih itu menuntun Gladys ke kasir, setelah proses pembayaran selesai Gladys serahkan semua belanjaannya pada ajudan Gustav untuk di bawa.

“Thank you,” ucap Gladys mengecup singkat pipi Gustav dengan mata berbinar.

Oh, ayolah. Wanita mana yang tidak suka di manjakan dengan barang-barang mewah lebih-lebih lagi barang mewah incaran sendiri. Setidaknya salah satu dari sedikit sisi terang Gustav adalah ini, tidak pelit sama sekali.

Gustav tidak segan menghamburkan uangnya jika itu permintaan dari Gladys, tentu saja dengan bayaran balik pinggang encok keesokan paginya.

 “Kau senang, uh?” tanya Gustav.

Tentu saja,” jawab Gladys memeluk dan mendusel lengan kokoh Gustav, persis seperti anak kucing yang ingin bermanja pada pemiliknya.

“Cobalah mengeong.”

"Apa?”

“Apa telingamu sudah rusak?” Gladys diam beberapa detik mencerna maksud ucapan Gustav.

"Aku bukan kucing,” cicit Gladys pada akhirnya, ia rasakan ada setitik sakit di hatinya karena Gustav tega menyamakannya dengan binatang.

“Tapi kau peliharaanku,” kekeh Gustav mencengkeram pipi bulat Gladys dengan tangannya.

Pria itu perhatikan saksama wajah gadisnya, mata bulat, pipi sedikit berisi, bibir dan hidung kecil juga sikapnya yang manja suka mendusel, wajah ketakutannya yang hanya bisa diam dan memohon, persis seperti kucing kecil nakal yang mencintai tuannya.

“Kucing, kucingku,” gumam Gustav lagi.

Harusnya aku ikat lehermu dengan rantai agar kau dan dunia tahu siapa pemilik mu!

Gustav terkekeh rendah, memikirkan apakah rencana gila ini seharusnya dia lalukan?

Gladys menurunkan tangan pria itu dari pipinya. “Aku lapar, bisakah kita mencari makan sekarang? Kudengar ada restoran enak yang baru buka di sekitar sini, aku mau makan di sana,” terang Gladys buru-buru mengalihkan perhatian dan pikiran liar pria ini.

“Baiklah, tapi beri aku susu setelahnya,” ujar Gustav mencium Gladys matanya turun ke bawah, pada dua kembar kesukaannya.

“Aku akan memberikannya sampai pagi.”

 

 

***

 

 

 

 

 

 

1
Myra Myra
lupakan gustac dah sesuai Ngan mu
Chung Chung
Up
Tình nhạt phai
Gokil abis!
Amanda
Seru banget deh!
Mina
Mantap jiwa banget, bikin nagih baca terus!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!