Kasih, perempuan muda berusia dua puluh tahun terpaksa menggantikan Mia anak sang kepala desa lebih tepatnya tetangga Kasih sendiri untuk menikah dengan Rangga. Karena pada saat hari H, Mia kabur untuk menghindari pernikahannya.
Mia menolak menikah dengan Rangga meskipun Rangga kaya raya bahkan satu-satunya pewaris dari semua kekayaan keluarganya. Penolakan Mia di karenakan ia tidak suka melihat penampilan Rangga yang cupu dan terlihat seperti orang dungu.
Kasih yang di ancam oleh kepala desanya mau tak mau harus menggantikan Mia. Semua Kasih lakukan demi ketentraman hidup ia dan ibunya yang sudah sepuluh tahun menjanda. Lalu, apakah Kasih dan Rangga akan jatuh cinta? Apakah pernikahan Kasih dan Rangga akan bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ni R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 20
"Kau pasti sudah tahu maksud dan tujuan ku datang ke rumah mu ini kan Erni?"
"Aku tidak tahu, ada apa ya pak?" Tanya bu Erni yang sebenarnya sudah tahu maksud kedatangan pak Rahman.
"Cepat suruh anak mu itu menceraikan Rangga. Kau tahu sendiri jika Mia adalah jodoh Rangga."
"Tidak bisa begitu pak. Bapak sendiri mengancam Kasih untuk menikah dengan Rangga. Enak aja main perintah."
"Kau menolak karena kau sudah mendapatkan keuntungan dari keluarga Raharja. Suruh anak mu bercerai sekarang juga!" Tegas pak Rahman.
"Tidak pak Rahman. Sampai kapan pun Kasih tidak akan menceraikan Rangga. Pernikahan bukan mainan yang seenaknya bapak atur."
"Berani kau melawan ku hah?" Bentak pak Rahman.
"Demi rumah tangga anak ku, aku akan berani melawan mu!" Sahut bu Erni.
"Kau harus ingat Erni. Aku adalah kepala desa, aku bisa melakukan apa saja termasuk mengusir mu dari kampung ini." Ancam pak Rahman.
"Bapak semena-semana menggunakan jabatan untuk mengancam."
"Lihat saja nanti, jika Kasih tidak mau menceraikan Rangga, akan ku buat keluarga kalian hidup berantakan."
"Terserah bapak. Pernikahan Kasih dan Rangga bukan sebuah permainan yang bisa dengan mudahnya di atur."
"Awas saja kalian," ucap pak Rahman sebelum meninggalkan rumah bu Erni.
Bu Erni hanya bisa menggelengkan kepalanya. Pak Rahman benar-benar keterlaluan.
"Bu, kenapa sih pak Rahman sekeluarga suka banget ganggu kita?" Tanya Nada dengan wajah sedih.
"Begitu lah kalau memiliki sifat iri dan dengki. Mereka selalu merasa kepanasan jika melihat orang lain bahagia."
"Kasihan mbak Kasih, kapan rumah tangganya tenang?"
"Udah, kamu gak usah berpikir yang aneh-aneh. Mbak mu pasti bisa menyelesaikan masalahnya sendiri."
Tetap saja Nada tidak terima melihat perlakuan pak Rahman pada keluarganya. Di tambah rumah yang berdekatan membuat Nada mulai was-was atas ancaman pak Rahman tadi.
"Mbak Kasih harus tahu masalah ini. Pak Rahman tidak boleh seenaknya dengan keluarga ku," batin Nada.
Bu Erni dan Nada hanya bisa diam saja saat mendengar suara bu Wiwin yang sejak tadi terus menyinggung keluarganya. Mau di lawan pun percuma, akan menghabiskan tenaga saja.
Sementara itu, Kasih yang baru saja menutup telponnya terdiam murung di kamar. Rangga yang baru saja keluar dari kamar mandi memperhatikan istrinya yang terlihat melamun.
"Sayang, kau kenapa?" Tanya Rangga.
"Nada baru saja menelpon ku," jawab Kasih pelan.
"Ada apa?, apa Nada butuh sesuatu?"
"Pak Rahman datang ke rumah dan mengancam ibu. Bahkan bu Wiwin pagi tadi membuat ke ributan di toko."
"Mengancam bagaimana maksudnya?"
"Mereka meminta aku untuk menceraikan mu!" Jawab Kasih terang-terangan.
"Benar-benar keterlaluan, apa sih maunya?" Rangga geram.
"Mas, udah deh. Mas cosplay aja jadi Rangga yang kemarin. Kamu yang sekarang malah bikin keluarga Mia panas."
"Udah, gak usah takut. Mas juga gak mau cerai dari kamu. Mereka pikir pernikahan ini permainan dadu kali."
"Mas, aku takut ibu dan Nada kenapa-kenapa. Secara rumah kami berdampingan."
"Di sebelah rumah mu ada tanah kosong. Milik siapa itu?" Tanya Rangga membuat Kasih heran.
"Punya almarhum bapak. Kenapa memangnya?" Kasih bertanya balik.
"Bolehkan kalau mas bangun rumah di situ?"
"Buat apa?" Tanya Kasih penasaran.
"Udah, lihat aja entar!"
"Tanya sama ibu aja. Boleh apa gaknya."
"Ya udah, telpon gih. Biar mas yang bicara."
Kasih menghubungi adiknya kembali, ia benar-benar penasaran untuk apa rumah yang akan di bangun oleh suaminya ini.
