Perjalanan hidup sebuah nyawa yang awalnya tidak diinginkan, tapi akhirnya ada yang merawatnya. Sayang, nyawa ini bahkan tidak berterimakasih, malah semakin menjadi-jadi. NPD biang kerok nya, tapi kelabilan jiwa juga mempengaruhinya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Osmanthus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kacau
"Bisa jadi, zaman semakin maju dan moral manusia semakin turun. Kita juga ngga tahu 30 tahun ke depan akan bagaimana dunia ini." jawab pak Randy menghela nafas.
"Yah, aku hanya memberitahukan mu ini, supaya kamu juga tahu karena Nita juga adalah anak Ema." ujar pak Randy sembari beranjak berdiri dan melangkahkan kaki menuju pagar rumah bu Tere.
"Ya, terimakasih pak Randy atas informasinya."
Pikiran bu Tere menjadi kalut, teringat kembali pembicaraan dengan pak Guntur semalam, seakan Tuhan mengingatkan bahwa mereka salah langkah. Tapi apakah itu peringatan Tuhan? Atau karena keserakahan manusia dalam bertindak sesuka hati?
Bu Tere segera ke sekolah sembari menahan kekalutan hatinya. Dia bertemu dengan wali kelas Nita serta menyelesaikan masalah Nita menjual mainan. Semua uang anak yang membeli dikembalikan ke anaknya dan mereka akan mengembalikan mainan Nita. Semuanya akan dibantu oleh wali kelas Nita dan dicatat juga.
"Terimakasih banyak bu atas bantuannya. Sekali lagi saya mohon maaf karena merepotkan bu guru gara-gara kelakuan Nita ini." bu Tere mengatupkan kedua tangannya sembari membungkuk meminta maaf.
"Tidak apa-apa bu. Memang kelakuan Nita agak lain dari anak-anak lainnya. Selama 30 tahun saya mengajar, baru ini saya bertemu anak yang berani sekali melakukan sesuatu yang diluar kebiasaan" ujar bu guru wali kelas Nita yang sudah mulai sepuh itu.
"Benarkah bu? Selama ini tidak ada anak-anak yang begitu?" tanya bu Tere kaget.
Selama ini bu Tere berpikir pasti ada anak-anak yang juga seperti Nita yang melakukan kenakalan serupa.
"Iya bu, baru kali ini saya ketemu kasus ada anak berani menjual mainan tanpa sepengetahuan orang tua nya dan malah ngotot dia merasa benar. Biasanya anak-anak yang salah, selalu akan diam saja. Apalagi ini mainan yang dijual, sedangkan mereka tukaran pensil saja, mereka sudah takut begitu ketahuan. Ini untuk taraf kelas 2 sd ya bu. Memang agak lebih nekad Nita ini. Harus lebih hati-hati lagi bu kedepannya. Dia bisa bertindak tanpa pikir panjang dan bisa melakukan hal diluar pemikiran biasa." jelas bu guru panjang lebar.
"Baik bu, saran ibu akan saya ingat dan akan saya lakukan. Saya akan lebih berhati-hati lagi dalam mendidik Nita dan menjaga dia dengan lebih seksama" jawab Bu Tere sambil membungkukkan badannya.
...----------------...
Bu Tere pulang ke rumah dengan isi kepala yang berkecamuk, disamping usianya yang makin bertambah, dia juga kelelahan karena harus bangun subuh menyiapkan risol, meskipun dibantu sama pak Guntur, ditambah berita dri pak Randy dan wejangan dari wali kelas Nita.
"Apa aku salah? Apa aku sudah melanggar kehendak Tuhan? Apa aku mendapatkan karma dari keputusan ku ini?" bu Tere mulai mempertanyakan keputusan yang dia buat untuk mengadopsi Nita.
"Mending aku pulangkan saja ke pak Simon."
"Tapi bagaimana perasaan Nita?"
"Atau aku titip di panti asuhan?"
"Tapi pak Simon percaya denganku."
"Anak ini memang emosinya meledak-ledak dan seenaknya sendiri"
"Dia kadang manis dan tau bagaimana menyenangkan hatiku"
Pikiran negatif dan pikiran positif tumpang tindih di kepala bu Tere. Di sudut hatinya yang paling dalam dia tidak bisa memungkiri bahwa dia merasa kelelahan dengan sikap-sikap Nita
Tapi disudut lainnya, dia kasihan karena Nita bahkan sekarang tidak bisa bertemu Ema jika Ema memang benar-benar kabur. Dan bagaimana perasaan Nita jika tau dia bukan anak Tere.
Akhirnya Tere menguatkan hatinya dan mengalihkan pikiran bahwa Nita harus disayang karena dia adalah anak yang tidak bersalah bahkan menjadi korban dari Ema.
Seorang anak tidak dapat memilih siapa orangtuanya, tapi orangtua bisa memilih memiliki anak atau tidak.
Jadi, kenakalan Nita bisa ditolerir karena dia juga masih kecil, masih seenaknya dan masih suka berpikiran pendek. Makanya bu Tere harus lebih sabar lagi.
"Ya, sebaiknya aku berpikir begitu. Nita bukan anak yang jahat kok. Hanya sedikit nakal. Biasa kan anak-anak itu nakal." gumam bu Tere
...****************...
Waktu berlalu dan Nita Tumbuh semakin besar. Tak terasa sudah 6 tahun berlalu. Sekarang Nita adalah remaja berusia 13 tahun. Dia masih sedikit nakal tapi sudah mulai mau mendengar apa nasehat dari bu Tere dan pak Guntur.
Nita sering bermain dengan teman-teman di lingkungan tempat tinggal nya sehabis pulang sekolah. Memang dia bermain lebih mirip permainan anak laki-laki, berlarian ke sawah, menangkap capung, bahkan hanya sekedar berenang di empang.
Suatu hari saat Nita sedang berjalan menuju ke empang dekat rumahnya bersama 3 temannya, di tengah jalan dia bertemu seseorang.
Perempuan itu terlihat lebih tua dari ibu nya Tere. Awalnya dia hanya memperhatikan gerak gerik Nita dan ekspresi Nita. Lalu dia tersenyum seakan ada niat jahat.
"Nak, sini .." panggilnya.
"Ya nek?" tanya Nita mendekat tapi tidak terlalu dekat sekali karena dia tidak kenal siapa orang ini.
Wanita itu mencoba tersenyum ramah "Kamu anak Tere dan Guntur kan?"
"Ya, saya anak mereka." jawab Nita cepat karena mau bermain dengan teman-temannya yang juga berhenti berjalan.
"Oh, saya kenalan ibu kamu." ujar si wanita tua lagi.
"Kenalan ibu saya? Oh, ada apa nek?" tanya Nita lagi tidak sabaran
"Bukan Tere, tapi Ema. Nama ibu kandung kamu Ema. Tere hanya ibu angkat saja." jelas wanita itu.
"Ha? Nenek bercanda deh. Jelas-jelas nama ibu saya Terr kok malah jadi Ema." jawab Nita kesal.
"Eh... Kamu masih muda belum tahu apa-apa, Nenek tahu dengan pasti, kamu diambil ibu kamu Tere karen Ema ibu yang melahirkan mu tidak mau menjaga kamu." senyum sinis ibu itu.
"Iiih, nenek ini apa-apaan sih?" jawab Nita kesal
"Nenek berbohong, mengarang cerita. Mana ada kayak gitu main ambil saja" Nita kesal dan menghentakkan kaki nya.
Disamping kesal dia juga sedikit ragu dengan perkataan nenek itu. Apakah benar yang dibilang nenek ini? Ditambah teman-temannya juga mendengar, dia kan jadi malu.
"Nek, kalau mau jual cerita bohong jangan disini. Mending cari orang lain." Nia berujar dengan ketus dan mulai melangkah pergi meninggalkan si nenek.
Nenek yang masih berdiri di tempat hanya tersenyum sini dan berkata lagi, "Kalau tidak percaya ya tidak apa-apa. Tapi nda da salahnya kan kamu bertanya kepada ibumu Tere. Mana tau salah berita dari nenek ini." diiringi tawa terbahak-bahak penuh kepuasan.
"Nenek gila, aku ngga mau percaya apa yang kamu bilang." Teriak Nita sembari menjauh pergi
"Ayo, kita jalan lagi. Jangan dengarkan nenek gila ini" perintah Nita kepada teman-temannya yang sedikit tercengang mendengar berita yang baru saja mereka dengar.
Di kepala masing-masing anak timbul pertanyaan tapi mereka pendam sendiri dan bertekad akan menanyakan kepada ibu mereka masing-masing. Ibu kan tahu segala hal, begitu batin mereka.