~Dibuat berdasarkan cerpen horor "Anna Van de Groot by Nath_e~
Anastasia ditugaskan untuk mengevaluasi kinerja hotel di kota Yogyakarta. siapa sangka hotel baru yang rencana bakal soft launching tiga bulan lagi memiliki sejarah kelam di masa lalu. Anastasia yang memiliki indra keenam harus menghadapi teror demi teror yang merujuk ada hantu noni Belanda bernama Anna Van de Groot.
mampukah Anastasia mengatasi dendam Anna dan membuat hotel kembali nyaman?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nath_e, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hari sibuk Anastasia
Suasana hotel begitu ramai dan lebih sibuk dari biasanya. Acara besar yang melibatkan banyak sponsor membuat Aurora Grand Hotel terkena imbas positif.
Dua acara besar—acara tahunan pecinta olahraga ekstrim dan gala dinner amal seorang artis ibukota—berlangsung nyaris bersamaan, membuat setiap sudut hotel hidup dengan aktivitas. Anastasia, manajer utama, berdiri di lobi dengan clipboard di tangan, memastikan semua berjalan sesuai rencana.
Jam masih menunjukkan pukul empat pagi tapi kesibukan di pantry hotel sudah mulai terlihat. Anastasia baru saja menyiapkan diri di kamar khusus untuknya ketika Adam memintanya turun.
“Aku datang terlambat, tolong kamu cek kesiapan hotel. Pagi ini aku ada meeting dengan salah satu investor rujukan Mami. Bisa kamu handle hotel sendiri?”
Begitu pesan Adam saat Anastasia baru saja memoles wajahnya dengan sedikit make up.
“Kamu tenang aja, aku bisa kok. Ada tim lain yang bisa bantu. Lagipula pak Broto juga sudah sibuk turun tangan sendiri. Sepertinya dia nggak mau kecolongan dan dapat rating buruk dari teman-temannya.”
Anastasia membalas, ia kembali mematut dirinya di cermin. Adam hanya membalas dengan emoticon untuk mengakhiri percakapan keduanya.
“Baiklah, kita siap! Ayo Anastasia, ini hari yang cukup sibuk.” Ucapnya sendiri sambil menyemprotkan parfum kesayangannya.
Turun ke lantai satu, tujuan Anastasia memeriksa kesiapan restoran. Tak ada detail yang terlewatkan, semua harus sempurna. Pukul lima lewat tiga puluh, para tamu mulai berdatangan. Suara piring dan sendok beradu menciptakan harmoni sibuk pagi itu. Anastasia tetap berada di restoran, memperhatikan daftar tamu dengan detail.
“Apa semua tamu yang ada di restoran sudah masuk dalam daftar?”
“Sudah mbak, kami sudah cek berdasarkan daftar peserta dari panitia.” Jawab staff bernama Gina.
“Pastikan ulang dengan data diri mereka ya, jangan sampai kecolongan.”
“Siap mbak!”
Percakapan keduanya berhenti saat lima orang lelaki datang menghampiri untuk mengisi daftar hadir. Aroma maskulin tercium memenuhi ruangan. Anastasia menyambut mereka dengan ramah dan mempersilahkan menikmati hidangan.
Anastasia berjalan mengitari restoran lalu berhenti di meja supervisor pantry, asisten chef Umar sedang mencatat stok makanan.
"Yudha, pastikan roti croissant tidak sampai habis. Tambahkan batch baru setiap sepuluh menit jika diperlukan," instruksinya tegas.
"Siap, mbak," Yudha menjawab cepat sebelum bergegas ke dapur.
Di sudut ruangan, seorang tamu mengangkat tangan, memanggil pelayan. Anastasia mendekati Rico, pelayan baru yang tampak kebingungan.
"Ada yang belum dapat kopi hitam. Kenapa bisa terlewat?" tanya Anastasia dengan nada tenang tapi tegas.
"Maaf, mbak Ana. Saya terlalu sibuk dengan jus sehat jadi lupa mengisi ulang kopi," Rico menjawab dengan wajah menyesal.
Anastasia tersenyum kecil. "Ini pelajaran untukmu. Prioritaskan apa yang sudah habis dan perlu diisi ulang, jangan biarkan tamu menunggu terlalu lama. Cepat isi ulang segera.”
Rico mengangguk cepat dan melaksanakan tugasnya. Anastasia kembali ke dapur untuk memeriksa persediaan. Baginya pelayanan hotel yang utama adalah memanjakan para tamu lewat perut. Ini adalah faktor penting yang harus dijaga kualitasnya. Puas memeriksa pantry ia menuju Lobi hotel.
Anastasia berdiri di belakang meja resepsionis, memperhatikan alur registrasi tamu yang mulai berdatangan untuk check-in.
"Tika, bagaimana progress kamar VIP? Sudah siap?" tanyanya.
Tika menggeleng. "Kamar suite mereka masih dalam pembersihan, Bu. Mereka meminta early check-in."
Anastasia berpikir cepat. "Hubungi housekeeping. Beritahu mereka untuk prioritaskan suite ini. Sementara itu, sediakan welcome drink untuk tamunya. Saya akan bicara langsung."
Ia mendekati pria berjas abu-abu yang tampak gelisah di lobi. "Selamat pagi, Pak. Kami sedang menyiapkan kamar Anda secepat mungkin. Sementara menunggu, kami menyediakan kopi dan camilan di lounge. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya."
Pria itu tersenyum tipis. "Terima kasih atas perhatian Anda."
Anastasia berada di lobi cukup lama sampai tiba waktu makan siang. Restoran kini dipenuhi tamu. Anastasia memeriksa dari jauh, memperhatikan supervisor dan pelayan bekerja.
Seorang ibu dengan anak kecil mendekat, berbicara pada Gina. Anastasia mendekati mereka setelah melihat Gina sedikit kebingungan.
"Ibu, ada yang bisa saya bantu?" Anastasia bertanya.
"Anak saya ingin dessert, tapi meja buffet sudah kosong," keluh ibu itu.
Anastasia segera menghubungi dapur melalui radio komunikasi. "Chef, tolong tambahkan dessert untuk buffet segera."
Ia menoleh ke ibu itu dengan senyum hangat. "Tunggu sebentar, Ibu. Tim kami sedang menyiapkannya."
Tak lama, staf pantry membawa nampan penuh dessert, dan anak kecil itu tersenyum puas. Ia kembali memastikan persiapan acara gala dinner intimate night seorang artis malam nanti. Memastikan menu dan kesiapan ballroom.
“An, kamu istirahat dulu. Biar aku yang gantikan sementara.” Adam datang menepuk lembut bahu Anastasia.
“Kamu yakin? Apa semua janji temu investor sudah selesai?” Tanya Anastasia masih memeriksa clipboard rundown acara di tangannya.
“Yup, istirahatlah. Mandi, makan, tidur sebentar. Kamu keliatan kucel dan nggak cantik,” kata Adam dengan seloroh sindiran yang dibenci Anastasia.
“Hahaha, itu lucu lho Dam.” Anastasia menyeringai, menyerahkan clipboard pada Nathan yang sedari tadi berdiri di sebelahnya.
“Pastikan penyajian menu tepat waktu dan cek ulang sound jangan sampai ada feedback yang ganggu seperti saat uji coba bulan lalu.”
“Siap mbak, ehm … sebaiknya mbak Ana istirahat dulu saja. Biar nanti malam bisa fresh lagi. Apa nggak pengen ketemu artis sama foto bareng, mumpung di hotel kita lho mbak?”
“Heem, ada-ada aja kamu Nath. Oke deh aku rehat dulu diatas.” Anastasia menoleh pada Adam. “Kamu ..,”
“Yayaya, aku tahu … serahkan padaku.”
Langkah Anastasia terasa berat, efek dari hari panjang yang dipenuhi dengan pekerjaan tanpa henti. Tubuhnya mulai merasakan kelelahan, dan ia sadar perlu sejenak beristirahat sebelum menyusun laporan harian.
Setibanya di ruangannya, Anastasia menyalakan lampu redup dan melepaskan sepatu haknya. Ia meregangkan otot-otot bahunya yang terasa kaku, lalu mengangkat satu kaki untuk meredakan nyeri. Suara derit kecil kursi membuat ruangan sunyi itu terdengar lebih hening.
Ia menatap cermin di sudut ruangan dan menghela nafas panjang. "Lelahnya luar biasa hari ini ..,” gumamnya, separuh bicara pada dirinya sendiri.
Tapi, ada sesuatu yang mengganjal di pikirannya. Entah kenapa, ia merasa seperti melewatkan sesuatu. Pikirannya berusaha menyusun ulang peristiwa sepanjang hari, mencoba memastikan semua tugas sudah diselesaikan. Tapi saat ia mencoba mengingat detail, samar-samar wajah seorang tamu yang sempat mengusiknya terlintas.
“Oliver! Aku melewatkan kehadirannya di pantry. Kenapa dia ada disana? Ini nggak bisa dibiarin, chef Umar sudah janji nggak bakal masukin Oliver lagi kan? Ah, sial! Kenapa terlewat tadi!”
Anastasia memutuskan untuk kembali ke lantai dasar, lift di ujung lorong memanggilnya dengan pintu yang perlahan terbuka. Ia masuk tanpa berpikir dua kali, menekan tombol menuju lobi. Pintu tertutup dengan bunyi halus.
Beberapa detik setelah lift mulai bergerak, hawa di sekitarnya berubah. Udara menjadi lebih dingin, menusuk kulitnya meski suhu ruangan seharusnya tetap stabil. Anastasia bergidik, tangannya tanpa sadar merapatkan blazer ke tubuhnya.
Lalu, aroma itu muncul. Aroma aneh yang tak asing tapi juga tak dikenal—campuran antara bunga melati yang layu dan bau tanah basah setelah hujan. Aromanya seolah menguar dari sudut-sudut lift yang seharusnya steril. Anastasia mengernyit, menoleh ke belakang, tapi lift kosong.
Ia mencoba mengabaikannya, berpikir mungkin itu hanya imajinasinya karena kelelahan. Tapi rasa dingin itu semakin menusuk. Nafasnya sedikit tercekat ketika telinganya menangkap sesuatu yang samar—suara desah halus, seperti napas seseorang di dekatnya.
"Pasti aku terlalu capek," katanya pelan, mencoba menenangkan dirinya sendiri. Ia memasang earphone di telinga. Menyalakan lagu kesayangannya dengan volume cukup.
Sudut matanya menangkap bayangan yang tidak seharusnya ada. Pintu lift bergetar sedikit, dan dalam pantulan logam pintu, ia melihat sesuatu yang tak biasa. Sesosok bayangan, tinggi dan kurus, berdiri tepat di belakangnya.
Anastasia mencoba mengabaikannya dan meninggikan volume suara. Aroma wangi lelembut terus mengusiknya, semakin pekat dan mengaduk perutnya. Kepala Anastasia berdenyut kencang. Satu detik dalam lift rasanya bagaimana satu jam. Ia menahan diri dengan bersenandung ringan. Tak ingin terbawa larut dalam suasana yang semakin horor.
“Kau melihatku, aku tahu itu ..,”
padahal aku teh pingin tau flashback nya anna 😌