NovelToon NovelToon
The Line Of Destiny

The Line Of Destiny

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Spiritual / Hamil di luar nikah / Konflik etika / Keluarga / Persahabatan
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Rijal Nisa

Menunggu selama empat tahun lebih tanpa kepastian, Anya bahkan menolak setiap pinangan yang datang hanya untuk menjaga hati seseorang yang belum tentu ditakdirkan untuknya. Ia tetap setia menunggu, hingga sebuah peristiwa membuat hidupnya dan seluruh impiannya hancur.

Sang lelaki yang ditunggu pun tak bisa memenuhi janji untuk melamarnya dikarenakan tak mendapat restu dari keluarga. Di tengah hidup yang semakin kacau dan gosip panas yang terus mengalir dari mulut para tetangga, Anya tetap masih berusaha bertahan hingga ia bisa tahu akan seperti apa akhir dari kisahnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rijal Nisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Keseharian Di Kafe

Anya menyapu halaman dengan gerakan lembut, menikmati kesunyian pagi. Cahaya matahari menerangi wajahnya, membuatnya terlihat tenang dan bahagia. Setelah selesai, dia memasukkan sapu ke tempatnya dan mengambil dompetnya.

Anya menitipkan Fatih pada ibunya, dia akan pergi ke tempat mang Afif biasanya mangkal, Anya lebih senang belanja di sana.

"Kamu yakin mau belanja di gerobak sayur kelilingnya mang Afif? Kan di sana banyak ibu-ibu, Anya. gimana kalau nanti mereka malah menghujat kamu?" tanya bu Aila dengan perasaan khawatir.

"Enggak akan ada yang seperti itu, Bu. Ibu tenang aja, aku bisa menangani ini kok." Anya mengelus pundak ibunya, meyakinkan sang ibu bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Setelah mengambil keranjang sayur, Anya segera pamit untuk membeli bahan memasak. Ia berjalan kaki dari rumahnya, biasanya mang Afif mangkal di depan puskesmas, jadi dia tidak perlu naik motor.

.

.

Tiba di tempat sayur, apa yang dikatakan ibunya benar-benar terjadi. Ibu-ibu di sana mulai mencibir dirinya, tapi Anya tidak mempedulikan hal tersebut.

"Bapaknya Haji, ibunya Hajjah, mana mungkin Sudi nerima mantu dari keluarga seperti kalian," cibir salah seorang ibu-ibu yang sedang berbelanja di gerobak sayur mang Afif.

"Astaghfirullah! Bu Etty, kalau ngomong suka bener."

"Hahaha!"

Gelak tawa terdengar riuh di depan puskesmas pagi itu. Anya menundukkan kepalanya, dia bersikap seolah semuanya baik-baik saja, Anya pura-pura tuli, tidak mendengar sedikit pun cibiran dari para tetangganya.

"Ibu-ibu, udah bau tanah loh. Ingat usia, jangan sibuk bergosip, perbanyak dzikir. Ingat! Syarat mati enggak harus tua atau pun sakit, bisa jadi pas pulang dari sini, salah satu dari kalian ada yang lebih dulu dipanggil sama yang di atas." Anya segera mengangkat wajahnya begitu mendengar suara Windi. Sahabatnya itu sejak kapan ada di sana, pagi-pagi begini lagi.

"Iya, Bu. Apa yang dikatakan teman Anya benar. Bukankah Allah juga tidak memandang pangkat dan harta? Semua hamba di sisi-Nya tetap sama. Yang membedakan adalah ketakwaannya," ujar bu Sri ikut membenarkan.

"Nah, bener itu!" timpal bu Ella, "Tapi di mana letak ketakwaan ayah dan ibunya Anya?" lanjutnya bertanya.

Pertanyaan itu mengundang tawa bu Etty dan yang lain. Mang Afif terus memperhatikan wajah Anya yang menahan amarah, lelaki itu juga sudah tak tahan mendengar omongan pelanggannya yang terus menjadikan Anya sebagai bulan-bulanan mereka.

"Bu, ini Ibu-ibu mau belanja atau mau adu mulut? Kalau mau adu mulut, saya enggak jadi jualan," ucap mang Afif, seketika suara tawa perlahan merendah hingga hilang sepenuhnya.

"Tapi saya beneran bingung, Mang. Di mana keimanannya coba? Ke masjid enggak pernah, jumatan kagak, pengajian juga kagak pernah keliatan. Ya bener dong ucapan Bu Etty tadi kalau keluarga Rizki enggak mau besanan sama keluarga Anya."

"Secara kan Rizki berasal dari keluarga baik-baik, enggak punya catatan hitam. Enggak kayak yang di sebelah aye ini," sinis bu Etty sambil melirik ke arah Anya yang sedang mengambil uang dalam dompetnya.

Windi berniat membalas ucapan ibu-ibu gembul itu, tapi ditahan oleh Anya. Anya tidak mau suasana semakin memanas, percuma juga diladeni, mereka malah akan semakin menjadi-jadi.

"Mang, ini uangnya!"

"Makasih ya, Neng! Hati-hati di jalan!" ucap mang Afif dengan ramah.

"Iya, Mang." Anya tersenyum ke arah mang Afif. Gadis itu berjalan mendekati bu Etty sebelum pergi dari sana. "Hati-hati kalau ngomong, Bu. Kasih waktu buat malaikatnya nyatet dosa Ibu, makasih juga untuk hari ini ya. Untuk pahala di pagi hari, Anya pamit dulu." Anya berbisik di telinga bu Etty.

Mata wanita paruh baya itu melotot sempurna mendengar ucapan Anya.

Anya pergi begitu saja, Windi berlari kecil untuk mensejajarkan langkahnya dengan Anya.

"Kok jadi diem, Etty? Si Anya ngomong apa barusan?" yang lain pada kepo begitu melihat reaksi syok bu Etty, matanya melotot dan mulutnya langsung terkunci rapat.

"Si Anya sudah benar-benar keterlaluan, dia harus dikasih pelajaran!" batinnya penuh emosi.

"Etty, tingkah kamu seperti ini kayak orang yang punya dendam mendalam. Saya curiga, jangan-jangan kamu punya masa lalu dengan keluarga mereka," kata bu Sri, yang ucapannya itu mengundang rasa penasaran di hati semua orang.

.

.

Setelah semua pekerjaan rumahnya beres, Anya mengikuti Windi pergi ke kafe. Dia juga membawa Fatih, sedangkan ibunya pergi menjaga toko.

Pak Faisal sendiri, beliau sudah beraktivitas seperti biasa. Beliau mulai mengurusi perkebunannya lagi, kedatangannya disambut meriah oleh para pekerja di sana.

Meski masalah dan hujatan dari beberapa warga masih belum hilang, namun itu semua tidak menjadikan hidup mereka kehilangan semangat. Justru hal tersebut semakin membuat mereka bersemangat untuk menunjukkan pada semua warga, bahwa mereka sedang memperbaiki diri menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

Bu Aila juga mulai mengikuti pengajian rutin di rumah umi Annisa.

Memang dirinya masih dijadikan bahan olok-olok sebagian besar jamaah, tapi itu semua tidak menjadikannya goyah dan bersedih hati. Beliau sudah bertekad dari awal untuk kembali menjadi dirinya yang dulu.

"Ada yang lagi kasmaran ya, kok senyum-senyum sendiri dari tadi," goda Anya saat Windi sedang menghitung uang di balik meja kerjanya.

"Anya, lo tahu enggak kalau gue itu mau dilamar sama Riko?"

"Riko? Riko siapa? Enggak pernah denger nama ini sebelumnya," kata Anya.

Riko yang disebut Windi memang terdengar asing di telinganya, dan sejak kapan dia punya teman cowok dengan nama Riko?

"Idih, Anya! Yang bener aja lo lupa, Riko itu anak temannya papa aku, Anya. Cowok yang pernah nolongin lo pas dijambret waktu itu, waktu kita masih SMA. Nah, dia itu cinta pertama gue! Lo ingat kan?" Windi berkata dengan mata melotot, dan wajahnya begitu dekat dengan Anya. Memperhatikan setiap inci gerakan Anya, gadis itu memutar bola matanya ke atas, di detik berikutnya Anya malah tertawa.

"Iya, aku baru inget! Dia yang kamu bilang pangeran itu kan?" tebak Anya, ingatannya masih kabur akan kejadian yang sudah lewat bertahun-tahun lamanya.

"Nah, itu lo inget." Windi kembali menyenderkan tubuhnya ke atas kursi dengan nyaman, ia menghela napas lega. "Akhirnya lo inget juga," lanjutnya.

Windi yang sedang mengobrol dengan Anya, dikagetkan dengan tangisan Fatih.

Mereka berdua buru-buru bergegas ke luar dari ruang itu untuk melihat keadaan Fatih.

Tadi Fatih baik-baik saja ketika dititip sama Yogi dan Rehan.

Anya memutar arah ke kiri, ia menuju kamar yang ada di kafe Windi. Kamar itu digunakan Windi kalau memang dia sedang tidak ingin pulang ke rumah.

"Yogi, Rehan. Kalian apakan Fatih? Kok nangis kejer gitu?" tanya Windi panik.

Anya langsung mengambil Fatih dan menggendongnya. "Sayang, kamu haus ya?"

Rehan dan Yogi saling pandang, ada senyum tersembunyi di balik wajah polos mereka.

"Anak kecil nangis bukannya didiemin, ini malah diliatin aja!" kesal Windi sambil menjitak kepala mereka.

"Duh, sakit, Bos!" keluh Yogi.

"Iya, jitakannya itu kerasa banget," tambah Rehan.

Anya mulai merasa ada yang aneh dari tingkah dua cowok di depannya.

Indra penciuman Windi mulai mencium bau tidak enak.

"Anya, ini bau apa ya?" tanya Windi seraya mengendus ke segala arah.

Mata Anya yang awalnya menyipit, kini melotot lebar begitu melihat wajah Yogi dan Rehan yang menahan tawa.

"Yogi, Rehan! Kalian ber_"

"Maafin kita, Mbak!" seru Rehan dan Yogi yang buru-buru keluar dari kamar itu sebelum Anya sempat menyelesaikan omongannya.

"Iyyuu ...." Windi menatap Anya dengan pandangan miris. "Sorry, Nya. Kalau soal itu gue enggak mau bantu, gue enggak setia soal begituan." Windi ikut kabur meninggalkan Anya bersama Fatih yang sudah tidak menangis lagi.

"Ih, Fatih .... Bau banget, kamu udah buat baju tante kotor." Anya segera membawa Fatih ke kamar mandi dan membersihkan pup-nya.

Pantas Yogi dan Rehan membiarkan Fatih nangis kejer begitu, mereka sudah tidak mau menggendong bayi itu lagi karena popoknya sudah tembus.

1
P 417 0
/Sleep//Sleep/haih ini juga teguran langsung mungkin
🥑⃟Riana~: teguran untuk siapa?/Shame/
total 1 replies
P 417 0
oh ternyata si ibu to/Slight/
P 417 0
siapA lgi ini yg ikut nimbrung🤔
P 417 0
/Sneer//Sneer/tokoh utama jago silat ternyata
P 417 0
makin rumit emng klo bca drama/Silent//Shy/
P 417 0
/Sleep/klo dah bgitu knpa harus saling nyalahin
P 417 0
udah bgus/Hey/
TrixJeki
wehh keren Anya gadis tegas dan berani, aye suka aye suka. semangat Author Rican💪💐
🥑⃟Riana~: Hehe, terima kasih kk.. udh mampir/Kiss//Sneer/
total 1 replies
P 417 0
mbak syifa dong/Sleep/
P 417 0: mkanya jgn buru2/Proud/
🥑⃟Riana~: salah ya/Shame//Facepalm//Facepalm//Joyful/ makasih otw revisi 🚴🚴🚴
total 2 replies
P 417 0
hanna🤔🤔anya kali
🥑⃟Riana~: repot/Shame/
P 417 0: /Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/kn jd ada kerjaan kmu/Silent/
total 3 replies
P 417 0
windi ini mnurt aku sahabat terbaik buat anya/Hey/
P 417 0
keinginan orang tua itu emng mlihat anakny bhgia dan itu udah pasti.namun terkadang mreka tidak pduli dengan perasaan anknya dan lbih kpda memaksakn kehendak .emng sih nggk semua orang tua bgitu /Sleep/
P 417 0
emng demit bisa jatuh juga kah🤔
🥑⃟Riana~: bisa, kalau punya kaki/Sweat/
total 1 replies
P 417 0
membiarkan/Silent/
P 417 0
insyaallah bukan in sha allah/Hey/
P 417 0
hmmm.dri sini keknya bncana mulai terjadi😌
P 417 0
ini ayah kndung bukn sih🤔
P 417 0: lah /Proud/aku jga mna tau
🥑⃟Riana~: masa ayah tiri/Shame/
total 2 replies
P 417 0
"nggk mau punya mntu"...lbh enk deh kyaknya/Silent/
P 417 0
terkadang temen emng lbih mengerti apa yg kita rasa dripada kluarga sendri/Sleep/
🥑⃟Riana~: Betul, tumben bener/Shame/
total 1 replies
P 417 0
di bab ini nggk ada koreksi.ada pesan di dlmnya😊mnrt aku sih ini bgus krna di zmn sekarng ank2 muda lbh mngikuti egonya .nggk pnh berpikir apa yg terjdi kmudian.dan bila sdah trjdi yg ada cmn pnyesalan. dri itu peran orang tua izu sangat pnting
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!