NovelToon NovelToon
Kucari Kebahagiaan Di Antara Luka

Kucari Kebahagiaan Di Antara Luka

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Selingkuh / Cinta Terlarang / Cerai / Keluarga / Tukar Pasangan
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: Elfira Puspita

Karin, Sabrina, dan Widuri. Tiga perempuan yang berusaha mencari kebahagiaan dalam kisah percintaannya.
Dan tak disangka kisah mereka saling berkaitan dan bersenggolan. Membuat hubungan yang baik menjadi buruk, dan yang buruk menjadi baik.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elfira Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

28. Cek Terakhir

Sabrina melangkah masuk ke dalam, apartemennya dengan perasaan senang, karena dia yakin bunga yang sekarang dibawanya adalah pemberian Tara. Sabrina sangat yakin Tara diam-diam menyimpan bunga itu sebelum menemui Karin.

Sambil bersenandung Sabrina menciumi bunga mawar itu lalu menaruhnya di posisi yang bisa dia lihat setiap saat. Melihat bunga itu membuatnya membayangkan wajah tampan milik Tara.

Apartemen yang dia sewa setelah melarikan diri dari rumahnya adalah tipe studio, sehingga ruangannya cukup simpel dan kecil. Sebenarnya Sabrina punya apartemen yang lebih mewah, tapi dia tak mau jejaknya diketahui oleh Pak Wijaya. Sabrina tak mau melihat Pak Wijaya lagi, serta dia sudah berpikir mantap untuk segera mengajukan gugatan cerai.

Sabrina mulai membuka kancing kemejanya, karena dia merasa tubuhnya sangat gerah dan butuh dimanjakan di bawah shower yang hangat, tapi bunyi bel terdengar membuatnya terhenti lalu menoleh ke arah pintu.

"Siapa yang datang?" tanya Sabrina berpikir. "Ah apa mungkin itu Tara."

Dia berpikir demikian karena hanya Tara satu-satunya yang tahu soal keberadaan Sabrina saat ini. Dengan penuh semangat Sabrina melangkah menuju pintu, bahkan dia tak mengancingkan lagi kemejanya. Dia sudah hilang akal, dan akan menyambut Tara dengan penampilan yang menggoda.

"Iya sebentar sabar dong," ucap Sabrina sambil berjalan ke arah pintu lalu membukanya.

Senyum yang sedari tadi mengembang di wajah Sabrina seketika menghilang saat melihat sosok di hadapannya.

"Mas Wijaya." Sabrina begitu terkejut melihat kehadiran Pak Wijaya.

"Ka-kamu kenapa bisa ke sini Mas?"

Tanpa babibu Pak Wijaya langsung memeluk Sabrina. "Aku kangen kamu Sabrina, aku kangen kamu," ucapnya sungguh-sungguh.

Sabrina mencoba meronta melepaskan diri dari pelukan itu, tapi Pak Wijaya mendekapnya begitu erat, lalu membuat tubuh Sabrina terdorong masuk.

"Mas lepas! Lepasin aku!" Sabrina terus meronta, hingga dia berhasil mendorong Pak Wijaya.

Namun, percuma kini keduanya sudah berada di dalam apartemen, dengan keadaan pintu yang tertutup.

"Aku rindu kamu Sabrina ... ayo kita pulang," pinta Pak Wijaya sambil hendak memeluk lagi, tapi Sabrina segera menghindari.

Sikap Sabrina membuat Pak Wijaya terheran-heran, serta mulai kesal. "Kamu ini kenapa Sabrina? Kenapa kamu terus menghindar dari aku?" tanyanya.

"Aku enggak mau melihat kamu lagi Mas," jawab Sabrina sambil memalingkan wajah. "Aku rasa hubungan kita enggak bisa dipertahankan lagi."

"Kenapa?" Pak Wijaya tampak tak terima. "Apa ini karena keinginan kedua orang tuaku, yang ingin aku menikah lagi?"

"Bukan itu Mas!" Sabrina menggeleng, dia rasa ini waktunya dia mengungkapakan perasaannya.

"Lalu kenapa Sabrina." Pak Wijaya melangkah ke arah Sabrina, tapi Sabrina juga memundurkan langkahnya menjauh dari Pak Wijaya.

"A-aku udah enggak cinta sama kamu Mas!"

Perkataan Sabrina seketika membuat langkah Pak Wijaya berhenti, lalu mulutnya terbata-bata. "A-apa?"

"Apa maksud ucapanmu itu sayang?" dia terkekeh, tapi Sabrina tahu itu bukan tawa karena lucu. Pak Wijaya tertawa karena tak habis pikir dengan ucapan Sabrina.

Sabrina tak peduli dengan reaksi suaminya. Dia tak peduli Pak Wijaya mau menerima atau tidak, yang pasti Sabrina tak bisa memungkiri lagi apa yang dirasakannya.

"Aku udah enggak cinta sama kamu Mas! Aku mau kita bercerai!" Ulang Sabrina dengan yakin.

"Cerai? Jangan main-main kamu!"

Pak Wijaya memejamkan matanya, menarik nafasnya dengan dalam mencoba menenangkan dirinya, kemudian menatap Sabrina. "Jangan gegabah dalam bicara Sabrina. Aku tahu sekarang kamu sedang kesal, sehingga kamu enggak bisa berpikir dengan benar."

"Sepuluh tahun kita bersama. Apa semudah itu kamu ingin mengakhirinya?" tanya Pak Wijaya, matanya tampak mulai memerah.

Sabrina juga memejamkan matanya, karena melihat Pak Wijaya seperti itu membuatnya tak tega menyudahi semuanya. Tapi Sabrina juga tak bisa memaksakan perasaan yang sudah mati dan terganti. Itu hanya akan membuatnya sesak dan tersiksa.

Sabrina mengabaikan Mas Wijaya lalu berjalan ke arah pintu, lalu membukanya.

"Silahkan pergi sekarang juga, sebelum aku memanggil petugas keamanan untuk mengusirmu Mas," usirnya tanpa belas kasihan.

"Kamu tega memperlakukan aku seperti ini Sab?"

"Mas, ini yang terbaik buat kita berdua. Dengan istri barumu mungkin kamu bisa punya keturunan!" ucap Sabrina.

"Aku enggak butuh keturunan! Yang aku mau cuma menua bersama kamu Sabrina!" teriak Pak Wijaya.

Sabrina menghela nafas dengan keras serta tetap menggelengkan kepalanya. "Pergilah Mas ... aku mohon! Aku udah enggak bisa terus berpura-pura mencintai kamu."

"Pergilah Mas Wijaya!"

Pak Wijaya tetap diam di tempatnya, lalu karena tak punya pilihan lagi. Sabrina mengeluarkan ponsel lalu menghubungi petugas keamanan, untuk menunjukkan kalau dia tak sekedar mengancam.

"Halo dengan keamanan apartemen Marlon," ucapnya.

"Ini saya yang menyewa di lantai lima, kamar--"

"Baiklah!" teriakan Pak Wijaya membuat Sabrina berhenti bicara di telepon.

"Baiklah aku akan pergi." Pak Wijaya melangkah melewati Sabrina, wajahnya yang sedih kini terlihat begitu kesal, dan Sabrina baru pertama kali melihat wajah Pak Wijaya seperti itu.

Sabriba menutup teleponnya ketika Pak Wijaya sudah berada di ambang pintu.

"Sepertinya aku enggak bisa membujuk kamu lagi. Jika kamu sudah bulat dengan keputusanmu aku bisa apa," ucap Pak Wijaya menahan kesal.

"Aku harap kamu bisa lebih bahagia tanpa aku," ucapnya lagi.

Sabrina hanya membalas dengan mengangguk, serta hendak menutup pintu. Namun, tangan Pak Wijaya kembali menahan.

"Mas ... tolonglah!" Sabrina memohon agar Pak Wijaya tak mengusiknya lagi

Namun, ternyata suaminya itu hanya ingin memberikan sesuatu. Dia mengeluarkan selembar kertas dari balik jasnya lalu menyodorkan pada Sabrina.

"Apa ini?"

"Hadiah ulang tahun untukmu. Aku tak tahu apa yang kamu inginkan saat ini. Aku harap cek ini bisa membeli apa yang kamu inginkan," jawannya.

Dengan ragu Sabrina menerimanya, lalu dia terkejut saat melihat nominal dalam cek tersebut.

"Lima ratus juta!" batinnya sambil melongo.

Sabrina menatap Pak Wijaya, lalu berpikir apa mungkin laki-laki itu sedang menyogoknya agar dirinya mau kembali ke sisi Pak Wijaya.

"Maaf Mas, aku enggak bisa nerima cek ini." Sabrina menyodorkan kembali cek itu, tapi Pak Wijaya menolaknya.

"Aku ikhlas Sabrina, anggap aja itu ... hadiah perpisahan dariku," ucapnya sambil membuang muka.

"Mas ...."

"Selamat ulang tahun ya .... setidaknya aku juga sedikit senang saat melihat kamu tersenyum melihat bunga mawar pemberianku."

"Apa?" Sabrina membatin. "Jadi buket bunga itu dari Mas Wijaya bukan dari Tara."

Saat Sabrina tersadar Pak Wijaya ternyata sudah pergi dari depan apartemennya. Tanpa rasa bersalah Sabrina pun gegas menutup pintu, lalu menyimpan cek dengan nominal besar itu, lalu menatap tak suka pada buket yang ada di sebelah meja tv.

"Ah, ternyata bukan dari Tara!" Dengan kesal Sabrina mengambil buket itu lalu membuangnya ke tong sampah.

......

Di lain tempat

Widuri berdiri menunggu di luar sebuah rumah bergaya minimalis. Hujan rintik-rintik tak membuatnya beranjak dari tempat itu karena dia sedang mengemban misi penting yang diberikan oleh calon mertuanya.

Namun, karena sudah menunggu berjam-jam kakinya mulai terasa pegal, dan dia juga mulai mengantuk.

"Sebenarnya Pak Wijaya kemana sih? Ini udah hampir jam sepuluh malam."

"Apa aku pulang aja ya?" Widuri bertanya pada diri sendiri.

"Iya mungkin saja dia enggak pulang malam ini, lebih baik kumakan saja semuanya sendiri," ucapnya sambil menatap kresek makanan yang dibawanya, lalu mulai melangkah pergi.

Namun, baru beberapa langkah, dia mendengar deru mesin mobil mendekat. Ketika menoleh ternyata itu adalah mobil Pak Wijaya.

"Ah, itu dia!"

Widuri gegas menghampiri mobil yang berhenti di depan rumah. Namun, dia merasa aneh karena Pak Wijaya tak kunjung keluar dari mobil.

"Kenapa dia enggak keluar-keluar?" Widuri lebih mendekat ke sisi pengemudi lalu mengintip.

Dia sontak terkejut saat melihat Pak Wijaya menelungkupkan wajahnya ke stir, seperti orang pingsan. "Pak! Pak Wijaya!" Widuri refleks memukuli kaca mobil.

Untunglah Pak Wijaya ternyata masih sadar, dia mengangkat wajahnya lalu tersenyum ke arah Widuri, kemudian membuka pintu mobil.

"Pak, Bapak enggak apa-apa?" tanya Widuri.

Pak Wijaya menyunggingkan senyumnya, matanya sedikit menyipit, lalu tercium aroma alkohol dari tubuhnya. "Hehe Widuri, saya enggak apa-apa."

"Aish, dia mabuk," batin Widuri segera menangkap tubuh Pak Wijaya yang sempoyongan.

"Sini Pak saya bantu ke dalam."

"Hehe, terima kasih Widuri," ucap Pak Wijaya sambil terus terkekeh, penampilan bajunya pun tampak semrawut.

Dengan susah payah Widuri memapah Pak Wijaya, membuka kunci, lalu masuk ke dalam rumah, lalu dia hendak mendudukkannya di sofa ruang depan, tapi Pak Wijaya tak mau.

"Ke kamar saja ... kita ke kamar saja ...."

"Ka-kamar?" Widuri jadi tergagap, serta seketika merasa tak karuan.

Namun, karena tak punya pilihan akhirnya dia memapah laki-laki itu ke kamar tidurnya. Di dalamnya Widuri langsung disambut oleh foto pernikahan Pak Wijaya dengan istrinya yang berukuran cukup besar.

"Kasur ...." Pak Wijaya meracau sambil menunjuk kasur.

"Ba-baik Pak."

Widuri berjalan menuju kasur tapi karena saking beratnya badan Pak Wijaya, dia malah jadi terjatuh duluan, lalu Pak Wijaya menindih badannya.

Deg!

Deg!

Jantung Widuri berdebar cepat karena wajah laki-laki itu kini berada tepat di atas kedua gunung kembarnya.

"Pak ... Pak ...." Widuri begitu tergagap.

"Sabrinaaaaaa." Pak Wijaya meracau menyebut nama Sabrina, lalu dia tak sadar tangannya mulai berjalan kemana-mana.

"Pak jangan Pak ... sa-saya bukan Sabrina."

1
Star Sky
mampir kak
Elfira Puspita
Jangan lupa tinggalkan komentar dan like ya, biar aku semangat updatenya /Determined//Kiss/
Abi Nawa
orang tua penyakitan merepotkan anak aja bagi i ni yg bikin anak ga bs jujur dg keadaan
Elfira Puspita: makasih udah mampir /Smile//Cry/ boleh cek karyaku yang lain ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!