Anand dan Shan, dua sepupu yang tumbuh bersama, tak pernah membayangkan bahwa hidup mereka akan berubah begitu drastis.
Anand dikhianati oleh kekasihnya—wanita yang selama ini ia cintai ternyata memilih menikah dengan ayahnya sendiri. Luka yang mendalam membuatnya menutup hati dan kehilangan arah.
Di sisi lain, Shan harus menelan kenyataan pahit saat mengetahui kekasihnya berselingkuh dengan sahabatnya sendiri. Pengkhianatan itu membuatnya kehilangan kepercayaan pada cinta.
Dalam kehancuran yang sama, Anand memutuskan untuk menikahi Shan.
Lantas apakah yang akan terjadi jika pernikahan tanpa cinta dilakukan? Akankah luka dapat disembuhkan dengan mereka menikah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Izzmi yuwandira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 22
Virzha terbangun dengan kepala yang masih terasa berat. Cahaya redup dari lampu kamar membuat matanya menyipit saat ia mencoba memahami di mana dirinya berada. Rasa sakit di kepalanya seperti dentuman keras yang terus berdengung.
Ia memijat pelipisnya, mencoba mengingat apa yang terjadi semalam. Namun, saat ia menggeser tubuhnya sedikit, sesuatu yang hangat terasa di sampingnya. Ia membeku.
Dengan perlahan, ia menoleh ke samping—dan matanya langsung membelalak.
Mikha.
Gadis itu tidur di sampingnya, dengan nafas teratur dan wajahnya yang terlihat damai dalam tidur. Namun yang lebih membuatnya terkejut adalah—mereka berada di ranjang yang sama!
Virzha langsung terduduk, jantungnya berdegup kencang. Tangannya meremas rambutnya dengan frustasi. "Sial!" gumamnya dengan suara serak.
Ia melirik ke bawah. Pakaian mereka masih lengkap, tapi tetap saja—ini tidak masuk akal!
"Apa yang terjadi semalam?" pikirnya panik.
Potongan-potongan ingatan mulai kembali ke kepalanya. Ia ingat bertemu Mikha di bar. Ia ingat marah besar, menuduh Mikha sebagai wanita murahan. Lalu… setelah itu?
Virzha menggeram, merasa benci pada dirinya sendiri. Bagaimana bisa ia kehilangan kendali seperti ini?
Mikha menggeliat pelan, kelopak matanya berkedut sebelum akhirnya terbuka. Ia menatap sekeliling dengan bingung, lalu matanya bertemu dengan Virzha.
Mata Mikha membesar, dan ia langsung terduduk. "Om Virzha?" suaranya gemetar, sama terkejutnya seperti Virzha.
Mereka saling menatap, sama-sama kebingungan.
"Apa yang terjadi semalam?" tanya Virzha dengan nada menuntut.
Mikha menggeleng, matanya berkabut. "Aku… aku tidak tahu," suaranya terdengar lemah.
Virzha mengutuk dirinya sendiri. Ia merasa amarah, frustasi, dan ketakutan bercampur menjadi satu. Apa yang sudah terjadi? Kenapa mereka bisa berada di sini… bersama?
Saat Virzha hendak pergi, suara Mikha membuatnya terhenti.
“Mmmh…”
Mikha menggeliat pelan sebelum tiba-tiba bangkit dan berlari menuju kamar mandi. Tak lama kemudian, terdengar suara muntah.
Virzha semakin kacau. Ia menatap pintu kamar mandi dengan perasaan campur aduk. Mikha yang muntah-muntah? Apa yang terjadi?
Setelah beberapa saat, Mikha keluar dengan wajah lemah. Ia bahkan tidak menyadari kehadiran Virzha yang masih berdiri di kamar.
Virzha menatapnya tajam. “Mikha? Kau kenapa?”
Mikha tersentak, menyadari Virzha ada di sana. “Aku… aku baik-baik saja,” jawabnya lirih, menghindari tatapan pria itu.
Virzha tidak puas dengan jawaban itu. “Barusan kau muntah?”
Mikha hanya diam, menunduk.
Virzha semakin curiga. Ia melangkah maju, menggenggam bahu Mikha agar gadis itu menatapnya. “Mikha, apa yang terjadi pada kita tadi malam, katakan!!!!!”
Tiba-tiba, Mikha merasa pusing. Kepalanya terasa berat, pandangannya buram. Tubuhnya melemas.
“Mi—” Belum sempat Virzha menyelesaikan kalimatnya, Mikha ambruk.
Virzha dengan sigap menangkap tubuh gadis itu. Panik melanda dirinya.
Tanpa berpikir panjang, ia segera membawa Mikha keluar dari kamar hotel dan bergegas menuju rumah sakit.
***
Di rumah sakit, Virzha berdiri di depan ruang pemeriksaan dengan napas tidak beraturan. Dadanya naik turun, pikirannya kacau. Ia tidak bisa duduk diam, terus mondar-mandir di depan pintu.
Beberapa menit kemudian, dokter keluar dari ruangan, wajahnya serius.
“Bagaimana keadaannya, Dok?” tanya Virzha cemas.
Dokter menarik napas panjang sebelum menjawab, “Dia sangat kelelahan, Selain itu…” dokter menatap Virzha dengan sorot mata yang sulit diartikan. “Apakah anda suaminya?”
Virzha hanya diam.
"Istri bapak sedang hamil"
Deg.
Jantung Virzha seperti berhenti berdetak sesaat.
“Hamil?” suara Virzha nyaris tak terdengar.
Dokter mengangguk. “Usia kandungannya masih sangat baru. Dia butuh istirahat yang cukup dan asupan nutrisi yang lebih baik.”
Virzha merasakan dunianya berputar. Ia menatap pintu ruang pemeriksaan, pikirannya penuh dengan pertanyaan yang tak terjawab.
Jika Mikha hamil… siapa ayah dari bayi itu? Apakah dirinya?
Virzha mengepalkan tangannya. Apakah kejadian malam itu benar-benar terjadi? Namun mengapa ia tak dapat mengingat kejadian apapun?
Tanpa menunggu lebih lama, ia masuk ke dalam ruangan.
Mikha berbaring di ranjang dengan wajah pucat. Matanya terbuka, tapi pandangannya kosong.
“Jawab aku, Mikha.” Virzha berdiri di samping ranjang, suaranya dingin tapi penuh emosi yang tertahan. “Apa yang terjadi diantara kita? Jawab aku!”
Mikha tidak menjawab. Air mata mengalir di pipinya, tapi ia tetap membisu.
Virzha semakin frustasi. “Jangan diam saja! Aku perlu tahu kebenarannya!”
Mikha menggigit bibirnya, tubuhnya gemetar. “Aku… aku tidak tahu…” suaranya begitu lirih, hampir seperti bisikan.
Virzha terhenyak.
“Apa maksudmu kau tidak tahu? Dokter bilang saat ini kau sedang hamil Mikha!!”
Mikha menutup wajahnya dengan kedua tangan, tangisnya pecah. “Aku benar-benar tidak tahu… Aku tidak ingat apa pun… Aku bahkan tidak tahu bagaimana aku bisa hamil…”
Virzha merasakan kemarahan dan kebingungan yang semakin besar di dalam dadanya. Jika Mikha sendiri tidak tahu, lalu siapa yang bertanggung jawab? Apa yang sebenarnya terjadi?
Dan kenapa, entah kenapa, ada bagian dari dirinya yang merasa bertanggung jawab atas semua ini?
***
Di sebuah tempat tersembunyi, Mona melangkah masuk dengan wajah penuh amarah. Ia melihat Yani duduk dengan santai, seolah tidak ada beban.
Tanpa basa-basi, PLAK!
Tamparan keras mendarat di pipi Yani. Kepala wanita itu terlempar ke samping, matanya membelalak kaget.
“Kau ini bagaimana?!” Mona berteriak dengan nada penuh amarah. “Aku sudah membayar mahal untuk menyingkirkan gadis itu, tapi dia masih ada di sini! Dan sekarang, gara-gara dia, Anand tidak pulang ke rumah!”
Yani memegang pipinya yang memerah, masih syok dengan tamparan itu. “Saya… saya minta maaf, Bu Mona,” suaranya bergetar.
Mona menatapnya tajam. “Maaf?! Kau pikir permintaan maaf bisa menyelesaikan masalah?! Seharusnya sejak awal kau sudah membawa anak haram itu pergi dari kota ini! Tapi lihat sekarang, dia masih di sini! Dan lebih parahnya lagi, Anand lebih memilih menjaga nenek Mikha daripada pulang ke rumah!”
Mona mengepalkan tangannya. Ia merasa harga dirinya diinjak-injak. Rencananya hampir berantakan hanya karena Yani terlalu lambat bertindak.
Yani menelan ludah, wajahnya ketakutan. “Saya janji, Bu Mona. Saya akan segera menyingkirkannya. Saya akan membawa Mikha pergi dari kota ini secepat mungkin.”
Mona menyipitkan matanya. “Kau pastikan kali ini berhasil, Yani. Aku tidak ingin melihat gadis itu lagi.”
Yani mengangguk cepat. “Baik, Bu. Saya akan segera mengurusnya.”
Mona mendengus, lalu melangkah pergi dengan tatapan penuh kebencian.
Sementara itu, Yani mulai berpikir keras, ia harus segera menghubungi Mikha dan segera membawa nya pergi.
***
Di rumah sakit, suasana terasa canggung antara Mikha dan Virzha. Mikha menunduk, tidak ingin menatap mata pria itu.
“Tidak perlu merasa bersalah,” ucap Mikha dengan suara lirih. “Aku yakin tidak ada apa-apa di antara kita.”
Virzha hanya diam, matanya masih menatap Mikha dengan tatapan yang sulit diartikan. Pernyataan dokter tadi masih terngiang di kepalanya. Mikha sedang hamil.
“Kalau begitu, aku pamit pergi,” tambah Mikha.
Ia berbalik, berjalan keluar dari ruangan tanpa melihat ke belakang. Namun, di dalam hatinya, pikirannya berantakan. Bagaimana bisa ini terjadi? Satu masalah belum selesai, kini masalah lain muncul.
Pikiran Mikha kacau. Ia tidak mengerti bagaimana bisa ia berada di satu kamar dengan Virzha. Apa yang sebenarnya terjadi semalam? Namun, ia harus mengesampingkan itu semua untuk saat ini. Ada hal yang lebih penting—neneknya.
Mikha segera keluar dari rumah sakit dan menghela napas panjang. Ia harus segera pergi ke rumah sakit tempat Anand bekerja, memastikan kondisi neneknya. Tidak peduli seberapa berat masalah yang menimpanya, nenek tetap menjadi prioritas utama.
Dengan langkah cepat, Mikha menghentikan taksi dan segera menuju rumah sakit tempat neneknya dirawat. Ia tidak tahu, bahwa ini baru awal dari kekacauan yang lebih besar.
Virzha sebenarnya mencintai istrinya cuman krn dibawah pengaruh ibu nya Ranika jadi kayak gitu, Anand juga cintanya terlalu besar buat Mikha dan effort nya dia gak main main, sedangkan Mikha? neneknya meninggal gara-gara si Mona dan Ranika, dia nggak cinta tapi demi neneknya dia cuman pengen balas dendam🥺🥺
eps 1 udh menguras tenaga sekale