Pasangan rumah tangga Kisman dan Mawar kehilangan anak satu-satunya karena sakit. Mereka tidak bisa menerima kenyataan pahit dan menginginkan putri mereka kembali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon David Purnama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Romantisme Memudar
Tidak seromantis dan seharmonis dulu lagi.
Itu lah yang sekarang sedang terjadi di dalam rumah tangga Kisman dan Mawar. Pernikahan mereka yang sudah berjalan selama lebih dari dua dekade mulai goyah.
Penyebabnya tidak lain adalah kelahiran kembali putri mereka Seroja. Yang sebelumnya sudah meninggal dan sudah dikubur. Yang kuburannya digali dan diminta untuk pulang ke rumah lagi.
Pada awalnya kembalinya Seroja berhasil menjadi pelengkap dan penyemangat hidup untuk Mawar dan Kisman. Namun pada akhir-akhir ini mulai terlihat jelas bahwa Seroja yang bukanlah manusia biasa itu menjadi sebab terciptanya jurang pemisah antara Kisman dengan Mawar.
Pasangan suami istri yang dulunya selalu kompak bersama dalam menghadapi segala macam persoalan dan cobaan hidup. Kini pondasi cinta mereka berdua sudah mulai lapuk dan rapuh.
Kisman dan Mawar sudah jarang berdiskusi dan jarang pula saling menyentuh. Sekarang mereka lebih sering bertengkar dan salah paham. Karena Seroja.
Mawar yang paling merasa tertekan di sini. Karena ia harus berbuat lebih dalam mengasuh Seroja yang semakin hari kelakuannya semakin menjadi-jadi.
Mawar sudah tidak tahan dan merasa kewalahan. Ia yang paling terkuras energinya untuk Seroja.
Meski tidak setiap hari Mawar punya keharusan untuk menyusui Seroja. Dan yang dihisap anak perempuan itu adalah darah.
Sekarang tubuh Mawar menjadi lebih kurus seiring berjalannya waktu. Badannya sudah tidak menarik lagi.
Mungkin itu lah alasan mengapa Kisman sudah jarang menjamahnya lagi. Tidak sesering dulu. Bahkan menjadi tidak sama sekali.
Ibu-ibu kampung yang lain juga terheran-heran dengan Mawar. Kenapa ia yang sekarang sudah banyak duit bukannya makin cantik karena perawatan, tapi malah bodynya makin kering dan wajahnya pucat tidak secantik yang dulu.
Itu baru dari penampilan luarnya saja. Jika Mawar buka baju maka akan lebih parah lagi.
Tubuh Mawar penuh luka bekas cakaran dan gigitan dari anaknya sendiri.
Seroja akan marah apabila saat menetek ia dihentikan. Sementara Mawar yang sudah begitu lemas tidak kuat lagi.
Di sini lah Seroja akan marah dan mengamuk kepada ibunya. Mencakar, menggigit, memukul sambil mengerang seperti monster kecil.
Dan di peristiwa semacam ini Kisman selalu muncul membela Seroja. Meminta Mawar untuk terus menyusui anak mereka sampai puas dan membiarkannya berhenti sendiri.
*
Puncaknya terjadi pada suatu malam saat Seroja sedang menetek Mawar.
Mawar yang sudah mengantuk hanya bisa pasrah putingnya terus dikenyut anak perempuannya yang semakin liar itu secara bergantian. Kiri dan kanan.
Mawar rasa-rasanya benar-benar seperti sudah mau mati. Harta dan kekayaan itu sama sekali tidak ada nilainya jika hidupnya tersiksa seperti di neraka.
Mawar tiba-tiba dengan tidak sengaja secara naluri dan jujur menyebut nama Tuhan yang sudah sangat lama ia tinggalkan;
“Astagfirullah”,
Tiba-tiba mulut Seroja melepaskan puting Mawar dan berhenti mengenyut.
Dan betapa terkejutnya Mawar,
Ia melihat seseorang yang ternyata bukanlah anaknya.
Di atas badannya ada sosok nenek tua berwajah keriput yang matanya putih semua. Mulutnya belepotan merah-merah.
“Pergi kamu pergi kamu!”,
“Siapa kamu!?”,
“Pergi kamu!”,
“Tolong”,
“Pak tolong”,
Mawar menjerit meminta pertolongan Kisman.
Kisman pun datang masuk ke dalam kamar. Tapi bukan suara Mawar yang meminta tolong yang Kisman dengar.
Kisman justru mendengar suara anak perempuannya yang menangis dan menjerit sedih.
“Apa-apaan kamu bu?”,
“Kamu tinggal susui saja seperti biasanya”,
Kisman marah kepada istrinya. Yang Kisman lihat tetaplah Seroja dengan muka memelas karena tidak boleh menetek susu ibunya.
“Pak”,
“Sadar pak”,
“Dia bukan anak kita”,
“Sadar pak nyebut”, pinta Mawar.
Tapi apa yang didapat oleh Mawar justru sebaliknya.
Untuk pertama kalinya dalam seumur hidup Mawar dan Kisman selama mereka berumah tangga. Kisman menampar istrinya. Dengan telak.
“PLAK!”, tangan kanan Kisman memukul pipi kiri Mawar dengan penuh tenaga.
Pipi yang dulu sering disayang itu sekarang menjadi memar dan sakit. Bibir yang dulu sering dicumbu itu kini berdarah dan menjadi biru.
“Perempuan gila”, tambah Kisman.
Mawar seketika itu juga langsung menangis tanpa mampu bersuara.
Yang terjadi selanjutnya sungguh menyedihkan.
Kisman memegangi kedua tangan Mawar dengan sangat kuat. Mawar pun tidak bisa bergerak atau pun melawan.
Seroja dengan bantuan Kisman kembali menunggangi Mawar dengan bebas untuk melanjutkan menghisap darah ibunya sampai puas.
“Terus nak”,
“Minum sampai kamu kenyang”, kata Kisman.
Mawar benar-benar hancur. Yang dilihatnya adalah wujud asli dari anak perempuan jadi-jadian itu.
Anak itu bukan lah Seroja. Melainkan seorang nenek-nenek yang berwajah teramat menyeramkan.
*
“Bu…”,
“Kamu dimana bu?”,
Keesokan paginya Kisman sudah tidak menemukan Mawar di rumah.
Pagi-pagi sekali Mawar minggat dari rumah yang sudah berpuluh-puluh tahun ditinggalinya.
Mawar pergi meninggalkan Kisman suaminya yang sudah jauh tersesat. Dan setan atau pun iblis yang berpura-pura menjadi Seroja.
Mawar masih setia dan mencintai suaminya. Tapi tidak dengan kondisi kehidupan mereka yang pincang seperti sekarang.
Mawar sudah tidak peduli lagi dengan kekayaan, rumah mewah, mobil dan banyaknya uang yang mereka miliki. Mawar lebih memilih untuk menyelamatkan hidupnya kembali.
Mawar tidak pergi begitu saja. Masih ada sisa-sisa kasih sayangnya yang tulus kepada Kisman. Ia meninggalkan sebuah catatan berupa peringatan kepada suaminya yang tengah berada dalam bahaya yang besar.
“Aku akan selalu mencintaimu pak”,
“Tapi anak itu bukanlah Seroja anak kita”,
“Anak itu adalah setan atau pun iblis”,
“Aku minggat”,
Tulis Mawar di secarik kertas.
Kisman yang membacanya justru semakin tinggi emosi.
Diremasnya secarik kertas itu kemudian ia masukkan ke dalam mulutnya. Kisman menelannya bulat-bulat.
“Dasar perempuan sinting”,
“Pengkhianat”, Kisman marah besar.