Nesya, seorang gadis sederhana, bekerja paruh waktu di sebuah restoran mewah, untuk memenuhi kebutuhannya sebagai mahasiswa di Korea.
Hari itu, suasana restoran terasa lebih sibuk dari biasanya. Sebuah reservasi khusus telah dipesan oleh Jae Hyun, seorang pengusaha muda terkenal yang rencananya akan melamar kekasihnya, Hye Jin, dengan cara yang romantis. Ia memesan cake istimewa di mana sebuah cincin berlian akan diselipkan di dalamnya. Saat Nesya membantu chef mempersiapkan cake tersebut, rasa penasaran menyelimutinya. Cincin berlian yang indah diletakkan di atas meja sebelum dimasukkan ke dalam cake. “Indah sekali,” gumamnya. Tanpa berpikir panjang, ia mencoba cincin itu di jarinya, hanya untuk melihat bagaimana rasanya memakai perhiasan mewah seperti itu. Namun, malapetaka terjadi. Cincin itu ternyata terlalu pas dan tak bisa dilepas dari jarinya. Nesya panik. Ia mencoba berbagai cara namun.tidak juga lepas.
Hingga akhirnya Nesya harus mengganti rugi cincin berlian tersebut
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amelia's Story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertunangan yang Gagal
Malam itu, Nesya pulang ke apartemennya dengan langkah gontai. Wajahnya pucat, dan matanya sembab karena menangis sepanjang perjalanan. Saat masuk ke dalam, ia langsung disambut oleh Mitha, teman sekamarnya yang sudah lama mengenalnya.
"Nesya, kau kenapa? Wajahmu kelihatan seperti habis dikejar utang seisi dunia," tanya Mitha sambil menghentikan film drama Korea yang sedang ditontonnya.
Nesya tidak langsung menjawab. Ia duduk di sofa, menundukkan kepala, lalu mulai menceritakan semuanya dengan suara pelan. Dari kejadian di restoran, cincin yang tak bisa lepas dari jarinya, hingga ancaman Jae Hyun untuk melaporkannya ke polisi.
"Dan kau tahu berapa harga cincin itu, Mitha? Satu miliar! Aku tidak mungkin bisa membayarnya!" katanya sambil menangis lagi.
Mitha terkejut. "Astaga, Nesya! Kenapa kau bisa sebodoh itu mencoba cincin orang lain? Apalagi cincin lamaran! Apa kau tahu betapa pentingnya cincin seperti itu di Korea?"
Nesya mengangguk lemah. "Aku tahu. Tapi aku benar-benar tidak berpikir sejauh itu tadi. Aku hanya penasaran karena cincinnya sangat indah. Aku tidak menyangka semuanya akan jadi seperti ini."
Mitha menghela napas panjang, mencoba meredakan emosinya. "Kau tahu, ada mitos di Korea soal cincin lamaran. Kalau cincin itu dipakai oleh orang lain sebelum diberikan pada pemiliknya, maka orang itu harus menikah dengan pemilik cincin. Cincin lamaran itu dianggap sakral, Nesya!"
Mata Nesya melebar. "Apa?! Kau bercanda, kan? Aku bahkan tidak tahu siapa pria itu. Aku hanya tahu namanya Jae Hyun, dan dia sangat marah padaku."
Mitha mengangguk serius. "Aku tidak bercanda. Dalam tradisi lama, cincin seperti itu dianggap membawa keberuntungan bagi pasangan yang benar-benar berjodoh. Kalau dipakai oleh orang lain, mitosnya bisa membawa kesialan atau malah mengikat nasib si pemakai dengan pemiliknya."
Nesya menatap Mitha dengan ekspresi campuran antara bingung dan ketakutan. "Apa yang harus aku lakukan, Mitha? Aku tidak mungkin menikah dengan pria itu. Dia pasti membenciku sekarang!"
Mitha berpikir sejenak. "Untuk sekarang, fokus saja mencari cara untuk melepas cincin itu. Tapi kalau memang tidak bisa, mungkin kau harus bicara baik-baik dengan pria itu. Siapa tahu dia percaya bahwa ini semua cuma kecelakaan."
Nesya menghela napas dalam-dalam. "Aku benar-benar terjebak dalam masalah besar. Kalau sampai aku harus menikah dengannya karena mitos itu... aku bahkan tidak bisa membayangkannya."
Mitha memegang bahu Nesya, mencoba menenangkannya. "Tenang, Nesya. Kita akan cari jalan keluar. Tapi kau harus siap menghadapi semua kemungkinan, termasuk mitos itu. Siapa tahu, takdir punya rencana lain untukmu."
Malam itu, Nesya tidak bisa tidur. Pikiran tentang cincin, Jae Hyun, dan mitos Korea terus menghantui benaknya, sementara ia berusaha mencari cara untuk memperbaiki semuanya sebelum terlambat.
Di rumah mewahnya yang luas dan penuh dekorasi elegan, Jae Hyun duduk di ruang tamu dengan wajah muram. Ibunya, Nyonya Kang, seorang wanita anggun dengan sikap tegas, menatapnya penuh selidik.
"Aku sudah menunggu kabar baik darimu hari ini," kata Nyonya Kang sambil menyeruput teh hijau di cangkir porselen. "Bagaimana lamarannya? Apakah Hye Jin menerima cincin itu?"
Jae Hyun menghela napas berat dan meletakkan cangkir kopinya di meja. "Ibu, segalanya tidak berjalan seperti yang direncanakan."
Nyonya Kang mengernyitkan alisnya. "Apa maksudmu? Apa Hye Jin menolakmu?"
"Dia tidak menolak," jawab Jae Hyun pelan, lalu menunduk. "Tapi cincin itu… cincin lamaran itu, malah dipakai oleh pelayan restoran. Semuanya berantakan."
"Apa?!" Nyonya Kang hampir menjatuhkan cangkirnya. "Pelayan? Bagaimana bisa itu terjadi?"
Jae Hyun pun menjelaskan seluruh kejadian, mulai dari dia menyerahkan cincin ke manajer restoran hingga pelayan bernama Nesya mencoba cincin itu dan membuatnya tersangkut di jarinya.
Setelah mendengar semuanya, Nyonya Kang menghela napas panjang dan menggelengkan kepalanya. "Ini benar-benar memalukan, Jae Hyun. Bagaimana kau bisa membiarkan hal seperti itu terjadi? Tapi lebih dari itu, kau tahu apa artinya ini, kan?"
"Apa maksud Ibu?" Jae Hyun bertanya dengan dahi berkerut.
Nyonya Kang menatapnya serius. "Dalam budaya kita, cincin lamaran itu bukan hanya simbol, tapi juga sakral. Jika seorang wanita lain memakai cincin itu, terutama sebelum diberikan kepada tunanganmu, maka mitosnya kau harus menikahi wanita itu."
Jae Hyun terkejut. "Ibu, itu hanya mitos. Aku bahkan tidak mengenal Nesya. Dia hanya pelayan yang membuat kesalahan."
"Tapi masyarakat akan berpikir sebaliknya," balas Nyonya Kang dengan tegas. "Keluarga kita punya reputasi, Jae Hyun. Jika kabar ini tersebar, apalagi cincin itu tidak bisa dilepas dari jarinya, maka mereka akan menganggap bahwa Nesya adalah jodohmu. Kau tidak bisa mengabaikan hal ini."
Jae Hyun menggelengkan kepala, frustasi. "Tapi Ibu, aku mencintai Hye Jin. Semua ini hanya kesalahpahaman."
"Kesalahpahaman atau bukan, kau harus menghadapi kenyataan," tegas Nyonya Kang. "Kalau cincin itu tidak bisa dilepas, kau harus bertanggung jawab. Gadis itu mungkin bukan pilihanmu, tapi takdir punya cara sendiri."
Jae Hyun terdiam, pikirannya kacau. Di satu sisi, ia tidak ingin kehilangan Hye Jin. Namun di sisi lain, bayangan tentang mitos dan tekanan dari keluarganya mulai membuatnya merasa terjebak.
"Ibu, aku butuh waktu untuk memikirkan ini," katanya akhirnya.
Nyonya Kang mengangguk pelan. "Baik, tapi ingat satu hal, Jae Hyun. Terkadang, apa yang terlihat seperti kesalahan bisa menjadi pintu menuju sesuatu yang lebih besar. Jangan abaikan tanda-tanda dari takdir."
Malam itu, Jae Hyun kembali ke kamarnya, mencoba mencerna semua yang terjadi. Ia memandang cincin lamaran yang seharusnya menjadi awal bahagia bagi hubungannya dengan Hye Jin, tapi kini menjadi sumber kekacauan. Apakah ia benar-benar harus menerima Nesya sebagai bagian dari hidupnya? Atau ada cara lain untuk memperbaiki semuanya tanpa melanggar mitos dan tradisi?
Malam semakin larut, namun amarah Jae Hyun tak kunjung mereda. Ia berjalan mondar-mandir di ruang kerjanya, sesekali memandang ke luar jendela besar yang memperlihatkan pemandangan kota Seoul yang berkilauan. Cincin lamaran yang seharusnya melambangkan momen bahagia kini menjadi sumber kekacauan dalam hidupnya.
Ia memukul meja dengan keras, membuat beberapa dokumen dan pena terjatuh. "Kenapa ini terjadi padaku? Semuanya sudah aku rencanakan dengan sempurna!" gumamnya dengan penuh frustrasi.
Pikirannya terus berputar. Bayangan Hye Jin yang pergi dengan wajah penuh amarah dan kata-kata tajamnya masih terngiang di telinga.
"Kau mengejekku dengan cara ini, Jae Hyun? Aku pikir kau serius, tapi ternyata semua ini hanya lelucon!"
Rasa bersalah terhadap Hye Jin bercampur dengan kemarahan pada Nesya, pelayan yang ceroboh itu. Jae Hyun mengepalkan tangannya, berusaha menahan emosinya yang meledak-ledak.
"Aku tidak akan membiarkan ini berakhir seperti ini," katanya pada dirinya sendiri. "Nesya harus bertanggung jawab. Dia yang memulai kekacauan ini, dan aku tidak peduli apa yang harus kulakukan untuk memperbaikinya."
Namun, di balik kemarahannya, ada rasa bimbang. Ia teringat kata-kata ibunya tentang mitos cincin lamaran. Meskipun terdengar tidak masuk akal, Jae Hyun tidak bisa mengabaikan tekanan tradisi dan reputasi keluarganya.
"Mitos? Takdir? Semua itu omong kosong!" serunya dengan suara keras. Tapi di dalam hatinya, ia tahu bahwa masyarakat Korea Selatan seringkali mempercayai hal-hal seperti itu, dan skandal seperti ini bisa menghancurkan nama baiknya.
Ia mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi Hye Jin, tetapi panggilannya langsung diarahkan ke voicemail. "Hye Jin, dengarkan aku. Aku akan memperbaiki semuanya. Beri aku waktu," katanya, meskipun ia tahu pesan itu mungkin tak akan didengarkan.
Dengan napas yang berat, ia duduk di kursi kerjanya dan memejamkan mata. Dalam diam, Jae Hyun menyusun rencana untuk menghadapi situasi ini. Ia harus menemukan cara untuk melepas cincin itu dari Nesya dan memperbaiki hubungannya dengan Hye Jin.
Namun, di sudut pikirannya, sebuah pertanyaan tak terhindarkan muncul: Apa yang akan kulakukan jika cincin itu memang tak bisa lepas?
ceritanya bikin deg-degan
semagat terus yaa kak