NovelToon NovelToon
One Night With Duda

One Night With Duda

Status: tamat
Genre:Tamat / Duda / One Night Stand / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:4M
Nilai: 4.5
Nama Author: weni3

Berawal dari penghianatan sang sahabat yang ternyata adalah selingkuhan kekasihnya mengantarkan Andini pada malam kelam yang berujung penyesalan.
Andini harus merelakan dirinya bermalam dengan seorang pria yang ternyata adalah sahabat dari kakaknya yang merupakan seorang duda tampan.
"Loe harus nikahin adek gue Ray!"
"Gue akan tanggungjawab, tapi kalo adek loe bersedia!"
"Aku nggak mau!"




Ig: weni 0192

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon weni3, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 28

Pulang jam kantor, Andini dan kedua sahabatnya menuju ke mall untuk makan dan berkumpul sebentar. Tak ada pembahasan yang penting hanya cuci mata agar otak tak pening.

"Mau makan apa keliling dulu nich?"

"Keliling dulu aja lah Din, ya nggak RI? ntar kalo makan dulu begah perut nggak bisa jalan. Yang ada langsung pulang."

"Oke lah, gue mau nyari blazer nich, buat kalo presentasi keluar kantor. Loe berdua mau nyari apa?" tanya Andini sambil matanya menelisik satu persatu pakaian formal wanita yang terdisplay.

"Gue sich sebenarnya lagi pengen jam tangan, suka ngaret nich gue kalo berangkat. Males banget rebutan lift, bilangin kek ke kak Rai. Loe kan deket nich sama duo ganteng itu. Suruh tambahin liftnya, kalo nggak tiap orang dapet satu."

"Jangan ngadi-ngadi dech loe Riri, mall aja satu lift rame-rame. Kalo kata orang nich ya salome, satu lobang rame-rame. Ini loe mau di buatin lift sendiri, kawin dulu loe sono sama kak Rai biar seenggaknya boleh pake lift khusus bos!"

uhuuuk uhuuuk uhuuuk

Andini tersedak ludah saat mendengar ocehan Tia, hingga kedua sahabatnya kelimpungan mencari air mineral.

"Ini Andin loe minum dulu."

Andini meminumnya hingga habis, kemudian mengembalikan botol minum tersebut pada Riri.

"Makasih ya, ini minum siapa dah? loe bawa minum Ri? pas banget gue butuh."

Riri menggaruk tengkuknya dengan senyum meringis, kemudian dia mengembalikan botol tersebut pada ob yang tadi kebetulan lewat.

"Makasih ya mas, maaf airnya abis. Maklum teman saya turunan onta."

Andini dan Tia yang sejak tadi memperhatikan di buat menganga setelah tau pemilik botol tersebut. Hingga kemudian Andin berkali-kali mengusap kasar bibirnya sendiri.

"Riri, loe bener-bener ya! bilang kek itu punya orang, tau gitu gue nggak jadi minum. Mana bekas dia lagi, berarti gue....."

"Ciuman sama tuh ob donk loe Din?" tanya Tia kemudian menutup mulutnya.

"RIRI!"

"Sorry Din, gue cuma takut loe keburu mati gara-gara tersedak, lagian loe ngapa sich? tiba-tiba begitu, loe mau juga kawin sama kak Rai?"

"Diem loe Riri, sekarang itu waktunya loe cariin gue toilet, gue mau cuci mulut gue!"

"Halah nggak apa-apa lagi Din, loe kan belum pernah ciuman. Anggep aja first kiss, Gimana rasanya? deg-degan ya?"

"Riri, loe mau gue penggal!"

Setelah keributan yang terjadi kini mereka sudah duduk di pojok restoran cepat saji. Belanjaan pun sudah terbungkus rapi, waktunya makan terus pulang bobo cantik.

Andini yang sedang cuci tangan sebelum makan, meninggalkan ponsel yang bergetar di meja.

"Eh handphonenya Andin tuh bunyi, jangan-jangan nyokapnya lagi telpon. Tuh anak nggak pamit kali ya?" tanya Tia yang kemudian melirik ponsel Andin.

"Iya kali, kalo nyokapnya mah angkat aja biar tenang."

"Tunggu, ini bukan dari nyokapnya. Tapi my secret hus_"

"Ngapain sich loe Tia?" Andini dengan gugup merebut ponselnya. Tadi dia sempat mendengar ada panggilan di ponselnya kemudian segera melangkah kembali ke mejanya dengan langkah lebar.

Tia menatap tajam Andini yang seperti salah tingkah, dia diam kemudian kembali makan. Tapi Andini tau setelah ini Tia sudah pasti akan memberondongnya dengan berbagai pertanyaan.

"Siapa sich Din yang telpon?"

"Biasa kak Dika," ucap Andin berbohong.

Sesaat kemudian ponsel Andini kembali berdering, cukup lama Andin diam dan akhirnya ia ingat jika belum pamit pada Rai.

"Halo.."

"Halo Andin kamu dimana? aku pulang kok ngga ada di rumah? kata simbok kamu belum sempat pulang?"

"Kakak nich udah kayak papah tau nggak, aku lagi sama temen di mall. Abis nyari blezer dan ini lagi makan."

"Kenapa nggak pamit, aku khawatir ini hari pertama kamu bawa mobil!"

"Maaf aku lupa kak, ya udah aku mau makan dulu. Habis ini aku pulang," belum sempat Rai menjawab Andini segera menutup teleponnya membuat orang yang di seberang sana geregetan.

"Siapa?"

"Kak Andika."

"Oh, udah aku kamu ya nggak pake loe gue?" tanya Tia lagi.

Andini menarik nafas dalam, sudah di pastikan sahabatnya yang dari bocah piyek sampe saat ini tak bisa di bohongi begitu aja.

"Iya," jawab Andini singkat.

"Wah perlu selametan tuh Din," usul Riri, yang tak curiga sejak awal.

"Iya nanti, ayo di makan gue udah harus buru-buru balik nich. Keburu yang di rumah ngoceh lagi."

Mereka makan dengan khidmat hingga habis tak tersisa, bahkan es krim pesanan Andini tadi sudah lenyap oleh mereka bertiga.

"Alhamdulillah kenyang, kalo gini males jalan gue," ucap Riri yang sudah menyandarkan tubuhnya di sofa.

"Minta gendong pak scurity noh timbang diem aja liatin orang lewat."

"Ikh loe mah tega Tia, ntar kalo di ocehin bininya berabe donk. Minta sama duren aja malah seru."

"Kak Raihan maksud loe?" tanya Tia lagi.

Mendengar itu Andini tak niat menimpali, kedua sahabatnya memang sudah biasa membicarakan Rai. Mereka salah satu pengagum Raihan sejak lama, semenjak melihat Rai di rumahnya. Dan tetap menjaga sikap agar tak tiba-tiba tersedak seperti tadi.

"Iya lah siapa lagi...."

"Eh balik yuk, udah jam 9 nich." Andini segera mengajak keduanya untuk pulang setelah melirik jam di tangannya. "Tapi sorry gue nggak bisa nganter loe berdua, gimana donk?" Andini baru ingat jika rumahnya sekarang tak searah dengan kedua sahabatnya.

"Lah kenapa? kan kita searah Ndin?" tanya Riri yang heran sedangkan Tia hanya diam menyimak.

"Gue mau mampir jemput kak Andika dulu ke rumah kak Rai, jadi nggak searah. Kalian naik taksi aja ya, oke?"

"Ya udah dari pada kemalaman, ayo Tia kita langsung cabut aja tuh taksi udah pada baris tinggal milih."

Tia pun mengiyakan, tapi sebelumnya dia sempat mendekati Andini yang sudah ketar ketir melihat tatapan Tia yang beda.

"Gue tunggu penjelasan dari loe Din...."

Tia segera menyusul Riri yang sudah masuk ke dalam taksi.

"Tia loe ngapa mesti tau duluan sich, gue kan belum siap cerita. Siap-siap di ocehin nich gue gara-gara nggak jujur sama dia...bodo lah yang penting sekarang gue balik dulu, keburu kak Rai bertanduk."

Andini segera pulang, membelah jalan yang sudah cukup lengang. Tepat jam 10 dia sampai di rumah, masuk dengan membawa dua kantong belanjaan di tangannya.

Cukup sepi saat dia masuk ke dalam, simbok yang biasa menyapa tampak tak ada. Mungkin sudah tidur di kamar karena Andini yang pulang telat. Masuk ke dalam kamar dengan perlahan takut Rai pun sudah istirahat, tapi saat Andin berbalik setelah menutup pintu dia begitu terkejut karena Rai yang sudah ada di hadapannya.

"Kak..." sapa Andin saat melihat Rai yang hanya diam menatapnya.

"Jam berapa Andin?"

"Maaf kak, aku tadi kan bilang makan dulu. Lagian cuma ke mall kok nggak main kemana-mana."

Andini segera meletakkan belanjaannya di atas meja rias dan masuk ke kamar mandi. Tapi dengan cepat Rai menarik tangannya, "besok lagi jangan gini, bisa pamit tanpa buat aku mencari. Pulang kerja aku pikir ada kamu, tapi ternyata malah belum pulang."

"Maaf kalo aku masih suka main, tapi ini lah aku kak. Belum bisa seperti yang kakak harapkan." Andini melepas cekalan tangan Rai dan masuk untuk membersihkan diri.

Padahal bukan ini yang Rai harapkan, dia hanya ingin Andini mengerti, jika ia rindu tapi malah salah paham. "Kenapa jadi gini sich..."

Rai memilih menunggu Andini di balkon kamar, menghirup udara malam agar lebih tenang. Masih belum paham caranya menghadapi istrinya, harus ekstra sabar untuk membuatnya menyambut rasa.

Hampir 20 menit Andini di dalam, kini dia sudah segar dan berganti pakaian. Melirik ke arah pintu balkon yang terbuka, langkahnya tenang maju dan melihat Rai yang sedang melamun.

"Gue salah banget apa ya, hhhmmm gue kan bilang kalo nggak kuat jangan di paksa. Nyatanya gue belum bener jadi istri, masih suka ngayab apa lagi di kasih fasilitas. Andin, Andin....belajar Din, jangan gini terus!"

Andini mencoba mendekat, berdiri di samping Rai yang sedang menatap langit cerah.

"Wangi ..." ucap Rai saat merasakan kehadiran Andini di sampingnya kemudian melirik Andini yang keluar dengan baju tidur model seperti biasa. "Ayo masuk, nanti masuk angin."

"Baru nyusul, udah suruh masuk!"

"Pakaian kamu kayak gini Andin, nanti kalo ada tetangga yang liat juga gimana?"

"Jauh kak, rumah kakak udah kayak lapangan. Nggak bakal ada tetangga yang liat, lagian banyak malah yang keluar pakai baju gini. Lumrah aja..."

"Tapi aku nggak suka tubuhmu di liat banyak orang, ayo masuk atau mau aku gendong?" tanya Rai jail.

"Aku bisa jalan sendiri kak..." Andini segera masuk ke dalam, bisa bahaya kalo pakai adegan gendong-gendong segala. Memilih langsung masuk ke dalam selimut tebal dengan Rai yang menyusul setelah mengunci pintu.

"Kenapa tadi nggak bawa mobil sendiri pas tugas di luar?"

"Biar gampang, sekalian sama Tara. Lagian kan aku belum tau lokasinya, nanti kehilangan jejak bahaya. Aku hanya satu mobil, nggak satu kamar sama dia."

Mendengar ucapan Andini membuat Rai gemas, dia memposisikan dirinya menghadap Andin agar lebih mudah menatap wajahnya.

"Apa tadi satu kamar? kamu berharap satu kamar sama Tara?"

"Nggak, aku hanya jelasin aja. Biar kakak ngerti kalo aku hanya kerja, bukan sedang kencan." Mereka saling berhadapan dalam selimut yang sama, tangan Rai mengusap lembut kepala Andin. Terdapat pancaran cinta yang Andin rasakan dari binar mata Rai saat ini.

"Aku hanya nggak suka kalian terlalu dekat, mungkin kamu bilang tak ada apa-apa. Tapi kalian pernah sama-sama saling cinta, bahkan Tara masih mencintai kamu. Aku takut semakin tak ada kesempatan untuk aku di hati kamu."

Andini tertegun mendengar ucapan Rai, "Tapi aku_"

"Sudah, aku tau kamu mau bilang sudah tak mencintainya kan? Aku paham, sekarang kita tidur sudah malam. Besok masih harus kerja, biar nggak berdesakan lagi di lift karyawan."

Rai menarik tubuh Andin hingga rapat dan mendekap, dia tau Andin masih belum bisa membuka hati dan akan terus menyangkalnya.

"Maafin aku kak Rai..." lirih Andini yang masih dapat terdengar di telinga Rai.

1
Ridho Salju
mantap..👍sosor aja😄😄😄😄
Ridho Salju
😄😄 lucu sekali..,
Diny Julianti (Dy)
ha ha ha Andika kena getahny.... kocak asli
Diny Julianti (Dy)
🤣🤣🤣🤣Dika bner2 ye
Diny Julianti (Dy)
lucu parah nih cerita
Diny Julianti (Dy)
🤣🤣🤣
Diny Julianti (Dy)
asli ngakak sama Andika bisa2 ny pake bungkus wajik, perkosa adeny biar tek dung
Diny Julianti (Dy)
lucu bneran niy cerita sukaaa bgt
Diny Julianti (Dy)
ngakak minuman OB dksh Andin🤣🤣🤣🤣😉
Diny Julianti (Dy)
bneran lucu, Rai ny sabar udh dewasa
Diny Julianti (Dy)
🤣🤣🤣🤣
Diny Julianti (Dy)
ha ha ha lucu
Diny Julianti (Dy)
lucu
Mahyuni Suanti
Luar biasa
Mahyuni Suanti
ya ampunnnn gilak thorr😂😂🥰🥰❤️❤️🙏 ini mah seruuuu bangett aku bacanya thorr. trhiburrrr bangettt
mkasih bnyak thorr🫰
Mahyuni Suanti
sumpahhhh ngakak aku thor😂😂😂
Mu'rifatul Laili
Luar biasa
Sri Utami
seru suka banget karakter ceweknya gak lebay
Hrawti
Luar biasa
Tama Ngenana
waduh senang banget jadi 😭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!