Tsania Zoun adalah anak yang terlahir dari rahim seorang wanita penghibur bernama Laura Zoun.
Lahir dengan status tidak memiliki sosok ayah, Tsania selalu tersisihkan, ia sering diberi julukan sebagai anak haram.
Ibunya, Laura Zoun juga selalu diterpa cercaan karena pekerjaannya yang menjadi wanita malam. Kehidupan sulit keduanya lalui hanya berdua hingga saat Tsania dewasa.
Tsania yang memiliki tekad untuk membahagiakan ibunnya memilih untuk menempuh pendidikan tinggi di kota. Akan tetapi di sana lah identitas aslinya mulai terkuak.
Penasaran bagaimana kisah hidup Tsania dan ibunya; Laura? Ayo! Langsung baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Diana Putri Aritonang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tsania Laura 24.
Di kediaman mewah milik Galang Abraham, Sekar terlihat baru saja tiba dari tempat mertuanya-ibu Hasna. Ia pulang terlambat, sempat terbersit perasaan ia yang akan disambut oleh Galang dengan berbagai pertanyaan, karena sudah pulang terlambat.
Tapi setibanya di rumah, bagaikan jauh panggang dari api. Sosok Galang pun bahkan tak terlihat wujudnya, apalagi mendapat pertanyaan yang seperti Sekar bayangkan.
"Bapak belum pulang, Bu."
Sekar langsung berlalu, setelah mendengar perkataan dari asisten rumah tangga yang menyambut kedatangannya. Ia melangkah menuju kamar Anggita.
"Mama," kata Anggita saat Sekar membuka pintu kamar yang memang tidak pernah ia kunci. "Mama baru pulang? Mana Papa?" tanya Anggita lagi. Gadis itu pikir Sekar kembali bersama Galang.
"Papa mu masih berada di kantor." Sekar mengambil langkah lebih jauh masuk ke dalam kamar putrinya dan memposisikan diri duduk di sofa yang terdapat di ujung tempat tidur Anggita.
Sedangkan Anggita yang saat ini duduk di sofa sudut tengah memainkan ponselnya itu juga langsung menghadap pada Sekar.
"Bagaimana kuliah mu hari ini?"
"Tidak baik. Hari ini aku gagal membalas perlakuan gadis murahan itu!"
"Siapa gadis murahan?" Sekar tampak belum mengerti dengan perkataan Anggita.
"Ini tentang gadis yang selalu mencari masalah denganku di kampus, Ma! Dia selalu saja beruntung, hari ini Teo bahkan dengan terang-terangan mengakui Tsania sebagai kekasihnya!"
Saat menceritakan Tsania pun, wajah Anggita begitu terlihat kesal. Ia seperti langsung bisa berhadapan dengan sosok yang sangat ia benci itu. Apalagi rencananya yang ingin meminta bantuan Galang untuk mengeluarkan Tsania tertunda dan ia menggantinya dengan rencana lain, namun lagi-lagi harus berakhir gagal.
"Kamu mengenalnya?"
"Mengenalnya?"
"Apa dia berasal dari keluarga kaya seperti kita?" Beberapa hari terus mendengar curhatan dan kekesalan putrinya, Sekar akhirnya penasaran juga dengan sosok gadis yang selalu Anggita sebut itu.
Mendengar pertanyaan sang ibu, Anggita langsung tersenyum remeh. Seketika ia teringat penampilan Tsania yang biasa-biasa saja. Dan asal usul gadis murahan itu yang tidak jelas.
"Dari keluarga kaya apanya!" Anggita belum menghilangkan senyum remehnya. "Dia itu orang miskin. Bukan dari keluarga kaya raya, Ma!"
"Dia hanya beruntung dapat beasiswa, jadi bisa kuliah di tempat yang bagus," lanjut Anggita lagi. Wajahnya bahkan ikut bersungut-sungut saat mengatakannya pada sang ibu.
Sekar tak menanggapi lebih jauh ocehan putrinya. Ia juga tak mengenal siapa yang sedang Anggita ceritakan. Sekar memeriksa kondisi Anggita di kamar, hanya ingin memastikan keadaan putrinya itu. Ia juga ingin mengalihkan pikiran barang sejenak.
"Dan Mama tahu..." Anggita ternyata masih melanjutkan cerita. Dan Sekar hanya diam mendengarkan dengan setengah pikiran yang melayang pada Galang yang tak kunjung pulang. "Dia itu anak haram! Hahaha....sudah murahan, anak haram lagi."
"Jangan menyebutnya anak haram, Anggi!"
"Bagaimana tidak menyebutnya sebagai anak haram, Ma. Dia tidak memiliki seorang ayah. Hanya ada nama ibunya dalam semua kartu identitasnya, Ma!"
Mendengarkan Anggita bercerita semakin menambah tekanan saja di kepala Sekar. Ia berniat segera beranjak dan masuk ke dalam kamarnya. Namun ocehan Anggita yang ternyata belum berhenti itu kembali berhasil menahan Sekar.
"Huft...kabarnya dia juga anak seorang wanita penghibur. Tapi tentang itu aku belum mengetahuinya lebih jauh." Anggita mendengus, rasa kesal serta bencinya pada Tsania sepertinya sudah memuncak berada di ubun-ubun gadis itu. "Dia bahkan menggunakan nama belakang ibunya-Zoun."
"Zoun?" Sekar merasa tidak asing dengan nama itu. Tapi ia lupa pernah melihat atau mendengarnya di mana.
"Ya, namanya Tsania Zoun karena ibunya bernama Laura Zoun. Gadis murahan yang sangat aku benci, Ma. Aku akan meminta bantuan Papa untuk segera menyingkirkan dia dari kampus!"
Sekar sudah tak dapat lagi mendengar suara Anggita yang tetap bercerita. Telinganya tiba-tiba saja berdengung saat Anggita menyebut nama seseorang.
Laura Zoun. Bukankah itu nama...?
"Laura," sangat pelan Sekar mengulangnya.
Anggita yang mendengar suara itu dengan semangat mengangguk, tiba-tiba gadis itu memikirkan hal lain. "Mama bisa mengurusnya untuk ku?" tanya Anggita dengan wajah yang berbinar. Sama sekali tidak memperhatikan jika Sekar seakan kehilangan separuh nyawanya saat mendengar nama Laura.
"Cantik...rambut panjang dengan kulit yang putih bersih." Anggita sontak saja langsung mengganti ekspresi tercengang saat Sekar mengeluarkan kata-kata itu. "Dan memiliki lesung pipi," lagi, Sekar mengatakan ciri-ciri seseorang yang di dalam pikiran sang putri malah mengarah pada sosok Tsania.
"Apa dia seperti itu? Laura yang kamu maksud...apa seperti itu?" Seraya bertanya, Sekar terus berharap jika Laura yang dimaksud Anggita bukanlah Laura yang baru saja ia temui.
Anggita sedikit mengerjap dan tak lama kemudian ia mengangguk kecil. Apa yang Sekar katakan memang mirip dengan sosok Tsania. Dan juga sosok Laura yang pernah Anggita jumpai saat dosen meminta pertemuan di antara orang tua.
"Memangnya Mama pernah bertemu dengan ibunya? Tidak mungkin dia bergaul dengan kalangan yang sama dengan Mama, kan?" Banyak sekali pertanyaan yang terlontar dari mulut Anggita. Gadis itu mengabaikan ekspresi ibunya yang saat ini sudah kehilangan separuh nyawa. "Mama bisa membantuku memberi pelajaran padanya?"
"Ayolah, Ma! Aku yakin Mama bisa. Jika menunggu Papa bertindak itu akan terlalu lama. Dia selalu mencari masalah denganku, Ma!"
Sekar menarik napas, berusaha menarik kembali nyawanya yang seakan keluar dengan sendirinya saat mendengar apa yang dikatakan oleh Anggita.
Gadis yang selalu mencari masalah dengan Anggita ternyta adalah putrinya Laura? Mereka ternyata satu kampus. Apa mungkin saat di pertemuan orang tua itu lah suaminya-Galang bertemu kembali dengan wanita itu-Laura. Pikiran Sekar tiba-tiba saja penuh.
"Ma! Mama bisa melakukannya, kan?" Sekar lekas tersadar dengan kalimat Anggita. "Beri dia pelajaran untuk ku, Ma. Dia sudah merebut Teo dariku!"
"Mama akan memberinya pelajaran."
Anggita tentu saja merasa senang ketika Sekar meng-iyakan permintaannya. Ia sungguh tidak sabar ingin melihat Tsania dikeluarkan dari kampus dan menjauh dari sisi Teo, pria yang Anggita inginkan.
Anggita sama sekali tidak mengetahui jika saat ini perasaan ibunya sangatlah kacau. Sekar bahkan berjalan dengan pandangan menerawang saat kembali menuju kamar pribadinya.
Laura yang keberadaannya ternyata sungguhlah begitu dekat di sekitar keluarganya. Wanita itu memiliki seorang putri? Mungkinkah anak hasil pekerjaannya sebagai jalang? Sekar bahkan berhenti melangkah saat dirinya belum berhasil menyentuh pintu kamar. Terlintas sesuatu yang sangat buruk dalam pikirannya.
"Tidak...," gumam sekar. Bahkan ia berulang kali mengatakan tidak. Tangannya sudah bertumpu pada dinding untuk menahan tubuhnya yang tiba-tiba saja terasa melemah. "Tidak...tidak...mungkin...itu...putrinya... bersama...Mas...,"
Ya Tuhan! Sekar rasanya tidak mampu berucap lagi, bahkan untuk membayangkannya sekali pun.
dihhh spek buaya berkelas/Joyful/