Setelah menikah kebahagiaan Alina hanya berlangsung sebentar, ia mendapati grup chat rahasia keluarga suaminya di ponsel Danu yang isi chat nya itu sangat menyakiti hati Alina. Di grup chat yang terdiri dari suami, kakak ipar, bude dan mertuanya itu. Alina dihina fisiknya dan lebih sadisnya ternyata selama ini Danu tidak benar-benar mencintai Alina ia hanya ingin harta Alina. Terlebih lagi ternyata Danu juga miliki wanita simpanan yang merupakan cinta pertamanya. Segala Kebusukan suami dan keluarganya itu akhirnya terbongkar.
Di dalam masa keterpurukannya itu Alina bertemu dengan sosok Raffa yang merupakan teman SMA Alina. Raffa tanpa sengaja mengetahui masalah yang sedang dialami Alina, ia bertekad untuk membantu Alina, dengan terlebih dahulu mengubah Alina menjadi angsa cantik seperti dulu. Agar membuat suami dan keluarga berhenti menghina fisik Alina.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon niya_23, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Alina tidak menyangka jika keberuntungan kali ini menyertainya bukan berarti ia senang dengan penderitaan orang lain, tetapi ia merasa Tuhan memberi jalan keluar.
Alina buru-buru menelpon Raffa untuk memberitahukan kabar bagus ini.
“Halo Fa,” ucapnya bersemangat, tetapi rupanya Raffa belum mengangkat telepon darinya. Sekali lagi Alina mencoba menelpon Raffa, tetapi masih sama Raffa belum mengangkat teleponnya setelah tiga kali percobaan.
“Tumben,” gerutu Alina, mungkin dia sedang ada pasien pikirnya.
Alina lalu kembali ke kantornya, ia ikut merapikan rumah Katering miliknya bersama karyawan lain, sambil berbincang-bincang ia menceritakan segalanya kepada para pekerja di sana mengenai kondisi yang ia alami tadi.
“Wah, beruntung banget kita yah Bu, walaupun tidak bermaksud bahagia diatas penderitaan orang lain, tetapi setidaknya nama kita masih bagus dimata PT Sentosa,” ucap Bu Yogi yang merupakan pekerja senior ia sudah ikut bekerja di sana ketika katering kasih di pegang orang tua Alina.
“Iya, Bu, Alhamdulillah semoga kedepannya tidak ada hal buruk yang menimpa kita,” harap Alina.
“Amin.”
Bu Yogi menghampiri Alina ia berbisik kepada Alina jika ia ingin membicarakan sesuatu ia lalu membawa Alina menjauh dari teman yang ramai itu ke tempat yang lebih sepi.
“Ada apa Bu, sepertinya kok serius sekali,” tanya Alina penasaran.
“Begini Bu Alina bukankah jika di Pikir-pikir masalah penabrakan itu agak aneh apa Ibu Alina tidak melihat ada sesuatu yang janggal, saya berpikir jika hal ini kesengajaan yang dilakukan oknum untuk menggagalkan pesanan besar katering kita,” Bu Yogi menatap wajah Alina serius.
Alina berpikir sejenak jika dipikir lagi ia teringat jika dirinya diikuti mobil hitam semenjak keluar dari komplek perumahan rumah Katering.
“Betul juga sih Bu, tetapi aku tidak mau ber su'udzon,”
“Tidak, Ibu hanya berharap agar Bu Alina agar hati-hati jika seandainya benar kecelakaan itu adalah faktor kesengajaan untuk menghancurkan bisnis Ibu. Bukankah berarti ada seseorang di sini yang sekongkol dengan orang jahat itu, dari mana coba dia tahu jadwal pengantaran pesanan ke PT sentosa kalau bukan karyawan sini dan karyawan kantor. saya berharap Ibu berhati-hati jangan seratus persen percaya kepada orang lain,” ucap Bu Yogi.
“Baik Bu Yogi, Terima kasih nasehatnya saya akan lebih hati-hati lagi, kalau begitu Alina pergi dulu ke kantor yah Bu Yogi urusan di sini saya serahkan kepada Bu Yogi Terima kasih Bu.”
“Baik, Bu Alina Sama-sama.”
Sepanjang jalan menuju kantornya Alina banyak memikirkan perkataan Bu Yogi jika di pikir-pikir sepertinya Bu Yogi ada benarnya juga, tetapi ia tidak ingin berburuk sangka kepda orang lain. Yang harus ia lakukan sekarang hanya berhati-hati, pikir Alina.
Ia duduk di kursi ruangannya lalu mengecek ponselnya belum ada balasan apapun dari Raffa tidak seperti biasanya ia seperti ini Raffa selalu langsung menelponnya jika Alina menghubunginya.
“Ada apa dengan Raffa apa ada sesuatu hal terjadi padanya,” Pikir Alina lagi dalam satu hari ini banyak pikiran yang berkecamuk dalam dirinya. Ia teringat akan sesuatu yang sangat penting yang ia harus ia urus.
“Astaga!” ucapnya sendiri. “Hallo Pak Fadhlan bagaimana berkas gugatan cerai saya apa sudah beres Pak?” tanya Alina.
“Baik Bu Alina saya sudah menyusun gugatan cerai berdasarkan alasan yang sudah Ibu sampaikan saya tempo lalu, sekarang Ibu hanya tinggal menunggu proses mediasi dari pengadilan,” jelas Pak Fadhlan.
Alina menarik napas panjang “Apa Danu bisa menolak perceraian ini Pak Fadhlan?” tanya Alina dengan suara bergetar.
Pak Fadhlan menghela napas “Secara hukum bisa saja Pak Danu menolak, apalagi melihat karakter Danu tampaknya proses perceraian ini akan panjang sepertinya Danu akan menuntut harta gono gini makanya kita harus menyiapkan bukti kuat agar perceraian tetap bisa dengan cepat di kabulkan tanpa membagi harta,” jelas Pak Fadlan.
“Baik Pak Fadhlan, Terima kasih banyak saya akan mengumpulkan bukti-bukti kuat, apalagi masalah harta tidak ada satu persen pun harta milikku yang akan kuserahkan kepada Danu.”
“Baik Bu Alina,” ucap Pak Fadhlan mengakhiri percakapan telepon.
Hari sudah malam ketika Alina berada di rumahnya kesepian menyelimuti rumah itu tidak ada suara manusia lain selain bunyi televisi.
Alina duduk di ruang tamu sambil menonton TV yang berada di hadapannya, tetapi tetap saja ruang hampa itu nyata. Hal ini adalah mimpi buruk yang selama ini ia takutkan yaitu kesendirian.
Ponsel Alina berdering ketika pikiran Alina sedang overthinking dan membuyarkan lamunannya.
“Hallo Al, lagi apa?”
“Raffa kamu kemana saja?”
“Al, aku sedang sedih hari ini ayah ku tiba-tiba pingsan dan berujung koma, sampai sekarang belum sadarkan diri,” ucap Raffa lemas
“Inalilahi Raffa, kamu yang sabar yah aku do'ain biar papah kamu cepat sembuh.”
“Terima kasih Al.”
“Pasti kamu cape banget hari ini, kamu istirahat saja biar besok badan kamu segar bisa nungguin papah kamu lagi. Besok insya Allah aku kesana menjenguk boleh?”
“Tentu saja boleh, Bagaimana kamu hari ini apa terjadi sesuatu?”
“Alhamdulillah Lancar Fa.”
“Alhamdulillah kalau begitu sampai ketemu besok yah Al.“
“Iya Fa,” ucap Alina mengakhiri percakapan di telepon.
Ia melihat layar ponselnya di lihat nya chat yang ia Terima dan ternyata ada satu chat yang tidak pernah ia baca dari nomor yang tidak di kenal terkesan seperti chat iseng tapi makin kesini chat ini semakin membuat Alina resah.
“Puas kamu Alina telah membuat masuk penjara lihat saja kamu pasti akan merasakan hal yang sama,” isi chat itu.
Seketika bulu kuduk Alina merinding membaca chat itu. Rentetan teror terus menghantui Alina,
Ia belum menemukan clue perihal pelakunya. Tiba-tiba suara pecahan kaca berbunyi keras Alina menghampiri sumber suara itu. Alangkah terkejutnya ia ketika mendapati jendela kacanya sudah pecah berserakan.
“Pak Edi!” teriak Alina kencang, tetapi tidak ada jawaban. Alina semakin panik.
“Pak Edi! teriak nya lagi. Ia segera menelpon ponsel Pak Edi, tetapi tidak kunjung diangkat.. Langkahnya gemetaran pikirannya kacau ia mengira telah terjadi sesuatu dengan Pak Edi.
“Alianaa,” Sosok pria tinggi besar itu memanggilnya.