Jo Wira, pemuda yang dikenal karena perburuan darahnya terhadap mereka yang bertanggung jawab atas kematian orang tuanya, kini hidup terisolasi di hutan ini, jauh dari dunia yang mengenalnya sebagai buronan internasional. Namun, kedamaian yang ia cari di tempat terpencil ini mulai goyah ketika ancaman baru datang dari kegelapan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon orpmy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ogre Dua Kepala
Ogre Bimoruk, monster peringkat A yang terkenal sebagai bos rahasia Dungeon, merupakan kombinasi sempurna antara kekuatan sihir dan fisik. Dua kepalanya bekerja secara harmonis, menciptakan serangan berlapis yang sulit diantisipasi. Di dalam permainan Paradox Realm, para pemain biasanya membentuk party khusus untuk menaklukkan monster mengerikan ini.
***
Cahaya ungu kehitaman mulai berpendar di telapak tangan kanan Ogre Bimoruk. Energi magis itu berputar cepat, menandakan serangan sihir yang siap diluncurkan. Mata Wira menatap tajam, instingnya langsung membaca pergerakan monster itu.
“Menghindar ke kanan!” serunya lantang.
Kinta, Malika, dan Sumba langsung bergerak sesuai perintah. Meskipun ke kiri terlihat lebih mudah, Wira tahu itu adalah perangkap berbahaya. Jika mereka melompat ke kiri, godam raksasa yang digenggam tangan kiri Ogre sudah menanti dengan ayunan mematikan.
Sinar sihir melesat dengan kecepatan tinggi, menghantam lantai dan meledakkannya menciptakan kawah lebar. Debu beterbangan, dan sebelum sempat reda, godam Bimoruk menyapu area dengan ayunan horizontal yang mengguncangkan tanah. Angin dari sapuannya begitu kuat hingga menerbangkan semua debu akibat serangan sihir sebelumnya .
Setelah berhasil menghindari dua kombo serangan Ogre, sekarang giliran Wira dan timnya melakukan serangan balasan.
“Kinra, Malika, serang kakinya! Hati-hati dengan getaran tanah akibat hentakannya. Sumba, kita akan tarik perhatiannya!” perintah Wira sambil mengatur strategi cepat.
Kinta, dengan mata yang mengibarkan api kebiruan, memanggil roh untuk menciptakan zombie Orc. Makhluk undead itu muncul dari tanah dengan geraman pelan dan langsung menuju kaki Ogre. Malika, macan kumbang gesit, menyusul dengan lompatan senyap, cakarnya siap mencabik tendon raksasa tersebut.
Wira, menunggangi Sumba, berlari berputar cepat di sekitar Ogre, menciptakan gangguan konstan. Mata kiri Bimoruk berkilat marah, godamnya terangkat tinggi, siap menghantam mereka.
“Tunggu… sekarang!” Wira berbisik.
Sumba berbelok tajam tepat sebelum godam menghantam tanah, meninggalkan retakan besar. Pada saat bersamaan, Sumba melepaskan tembakan kristal yang menghantam wajah Ogre. Namun serangan itu berhasil ditahan dengan telapak tangan kanan Ogre.
"Tck!" Wira berdecak lidah saat melihat serangan Sumba berhasil di tahan. "Kita harus menunggu momen yang tepat untuk menyerang.!” Wira memutuskan berhati-hati karena tidak tahu seberapa banyak Sumba bisa menggunakan sihirnya.
Kedua kepala Ogre meraung keras saat merasakan luka-luka di kakinya akibat sekarang Kinta, Malika dan pasukan zombie Orc. Monster itu mulai menginjak-injak tanah untuk menyingkirkan mereka. Suara remukkan tulang terdengar renyah membuat setiap kepala Ogre tertawa.
Namun tawa itu segera pudar ketika tahu yang mereka injak hanyalah pasukan zombie Orc, sementara itu Kinta dan Malika sudah mendaki tubuh Ogre lalu serangan mencakar wajah kedua kepala secara bersamaan.
Raksasa itu meraung kesakitan. Dua kepalanya tampak kehilangan koordinasi, mata mereka berputar liar mencari musuh yang telah menyerang wajahnya. Tangan kanannya berusaha merapal sihir lagi, tetapi gerakannya melambat akibat serangan bertubi-tubi yang baru saja diterima.
Melihat celah itu, Wira akhirnya menggunakan kemampuan Sumba. “Sumba, serang dengan hujan kristal! Sekarang!” serunya tegas.
Sumba meringkik lantang, sihir kristalnya segera terkumpul di udara. Puluhan serpihan kristal tajam melesat bagaikan anak panah, menghujani wajah Ogre Bimoruk tanpa ampun. Ledakan kecil terjadi di setiap titik yang terkena, memercikkan darah dan serpihan kulit tebal.
Penglihatan Bimoruk memburuk akibat serangan Sumba, kedua kepalanya terhuyung, kebingungan. Luka di lutut akibat serangan Kinta dan Malika semakin memperburuk keadaan. Raksasa itu tanpa sengaja tersandung kakinya sendiri, tubuh besarnya yang berat mulai kehilangan keseimbangan.
DUUUMM!
Tubuh Bimoruk ambruk menghantam tanah, menciptakan guncangan hebat. Debu mengepul di udara, getaran terasa hingga ke tulang. Wira tahu ini adalah momen yang tak boleh disia-siakan.
“Sudsh saatnya membuatnya bangun!” Wira berbisik pada dirinya sendiri. Ia melompat dari punggung Sumba. Angin menerpa wajahnya saat ia melesat turun, kedua tangannya erat menggenggam pickaxe yang berkilat tajam.
“**Jurus Linggis pemecah tengkorak!”
Dengan energi Ki yang melapisi senjatanya, Wira menghujamkan pickaxe-nya ke tengkorak kepala kanan Ogre.
JRAASSHH!
Suara retakan keras menggema, darah kental menyembur ke segala arah. Jeritan melengking keluar dari kepala kanan Bimoruk, matanya membelalak saat rasa sakit menembus otaknya. Namun, Wira belum selesai. Dengan gigi terkatup dan napas memburu, ia menarik pickaxe-nya dengan sekuat tenaga, membelah tengkorak itu hingga retakan menyebar luas.
Raungan terakhir mengguncang udara sebelum kepala kanan Bimoruk akhirnya terkulai lemas, nyawanya lenyap dalam sekejap.Namun, Wira tahu jika pertarungan masih belum berakhir.
Kepala kiri Bimoruk membuka matanya lebar, penuh kebencian yang membara. Dengan kepala kanan yang kini mati, seluruh kendali tubuh raksasa itu berpindah ke kepala yang tersisa.
Mata merahnya bersinar liar, napasnya memburu dengan intensitas baru.
“Berhati-hati!,” Wira memperingatkan timnya. “Ini fase kedua, dia akan mengamuk!”
Bimoruk menggeram keras, energi mengalir deras dari tubuhnya. Aura kemarahan menyelimuti seluruh area, tanah di sekitarnya retak-retak akibat tekanan besar. Dengan satu raungan penuh amarah, Ogre Bimoruk siap membalas dendam atas kematian separuh jiwanya.
***
BLAAR!
Ledakan dahsyat mengguncang tanah, gelombang kejut menghancurkan batu dan meretakkan dinding dungeon. Godam raksasa yang diayunkan Ogre Bimoruk bergerak secepat kilat, menciptakan semburan debu dan puing yang beterbangan.
Wira nyaris saja menjadi daging cincang. Namun, di detik terakhir, ia berhasil menghindar berkat teknik Samber Gledek. Energi ki melapisi jantungnya, meningkatkan aliran darah dan kecepatan reaksinya hingga ke level maksimal. Gerakannya menyambar secepat kilat, membuatnya lolos dari maut.
“Sungguh kekuatan yang mengerikan...” gumam Wira, napasnya memburu. Sisa-sisa serangan masih terasa di udara, memancarkan hawa kematian.
Rampage telah menguasai tubuh Ogre Bimoruk. Dengan kepala kiri yang mengambil alih, kecepatan dan kekuatan monster itu melonjak drastis. Setiap serangan adalah ancaman mematikan. Bahkan satu pukulan saja bisa memastikan kematian, baik bagi Wira maupun peliharaannya.
“Tapi setidaknya ini lebih baik daripada membiarkan kepala kanan tetap hidup,” Wira berujar, suaranya tentang namun sedikit menunjukkan ketegangan.
Wira memahami betul mekanisme Rampage ini. Jika kepala kanan terbunuh lebih dulu, kepala kiri mendapatkan peningkatan kecepatan, kekuatan fisik, daya tahan, dan ketahanan terhadap serangan. Ini memang berbahaya, namun masih bisa dihadapi.
Sebaliknya, jika kepala kiri yang mati lebih dulu, kepala kanan akan mendapatkan peningkatan kekuatan sihir, pengurangan cooldown skill, pengurangan biaya energi sihir, dan—yang paling menakutkan adalah terbukanya akses ke berbagai skill tingkat tinggi.
“Termasuk skill Regenerasi. Aku benar-benar benci monster yang bisa meregenerasi diri...” Wira mengingat kenangan buruk dari permainan Paradox Relm. Regenerasi bisa menyembuhkan luka parah dalam hitungan detik, memperpanjang pertarungan menjadi neraka tanpa akhir.
Tapi Rampage punya kelemahannya. Ogre yang mengamuk hanya fokus pada satu target yaitu orang yang membunuh kepala lainnya.
Itu berarti Wira akan terus dikejar sampai Ogre dapat membunuhnya.
Serangan demi serangan menghujam tanah tempat Wira berdiri. Namun, ia terus menghindar dengan cekatan. Samber Gledek masih mengalir di nadinya, membuatnya secepat bayangan. Godam raksasa hanya menghantam udara kosong, menciptakan lubang-lubang besar di tanah.
“Serangannya kuat, tapi tak ada gunanya jika tak bisa mengenai target.” ucapnya memprovokasi serangan Ogre yang tidak dapat mengenainya.
Sementara Wira menarik perhatian Ogre, ketiga peliharaannya bekerja sama melancarkan serangan. Kinta memanggil zombie Orc yang menyerang kaki raksasa itu. Malika dengan gesit mencabik-cabik pergelangan kaki, mencari titik lemah di balik kulit tebal. Sumba tetap di belakang siap mendukung dengan sihir kristalnya.
Pertarungan menjadi permainan mematikan antara serangan brutal dan kelincahan sempurna. Wira terus memimpin serangan sambil menghindari setiap ayunan maut. Waktu terasa melambat, namun ketegangan semakin memuncak.
Tiga puluh menit berlalu.
Serangan terkoordinasi akhirnya membuahkan hasil. Ogre Bimoruk mulai kehilangan keseimbangan, seluruh tubuhnya kini dipenuhi luka. Raungan terakhir menggema memenuhi dungeon.
Dengan tubuh raksasanya yang bergetar hebat, Ogre Bimoruk akhirnya tumbang.
**DUUUMM!**
Tanah berguncang sekali lagi ketika tubuh raksasa itu menghantam lantai. Debu beterbangan, namun kali ini, keheningan menyelimuti medan pertempuran.
Wira berdiri tegak, bahunya turun dengan lemas karena kelelahan. Ia menatap mayat raksasa itu dengan napas lega.
“Kita berhasil?”
"Yeah! kita berhasil!" serunya sembari mengangkat linggis di tangannya. Kinta, Malika, dan Sumba berseru keras merayakan kemenangan mereka.
"Aku tidak akan bisa melakukan ini tanpa kalian." Wira memeluk ketiga peliharaannya dengan penuh rasa sayang.
mohon berikan dukungannya