"Kamu tahu arti namaku?" Ucap Acel saat mereka duduk di pinggir pantai menikmati matahari tenggelam sore itu sembilan tahun yang lalu.
"Langit senja. Akash berarti langit yang menggambarkan keindahan langit senja." jawab Zea yang membuat Acel terkejut tak menyangka kekasihnya itu tahu arti namanya.
"Secinta itukah kamu padaku, sampai sampai kamu mencari arti namaku?"
"Hmm."
Acel tersenyum senang, menyentuh wajah lembut itu dan membelai rambut panjangnya. "Terimakasih karena sudah mencintaiku, sayang. Perjuanganku untuk membuat kamu mencintaiku tidak sia sia."
Air mata menetes dari pelupuk mata Zea kala mengingat kembali masa masa indah itu. Masa yang tidak akan pernah terulang lagi. Masa yang kini hanya menjadi kenangan yang mungkin hanya dirinya sendiri yang mengingatnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RahmaYesi.614, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengkhianat yang tak bisa dibenci
Zea kini berbaring diranjang rumah sakit diruangan VVIP. Acel sudah tidak terlhat setelah mengantarnya. Mike juga baru saja pergi untuk melakukan beberapa pekerjaan katanya.
"Hai Zea. Tidak disangka kita berjumpa lagi." sapa Queen yang datang sebagai dokter yang bertanggung jawab.
"Kamu kerja di rumah sakit ini?"
"Ya. Aku dokter bedah umum. Dan mulai hari ini sampai kamu sembuh, Acel memintaku untuk merawatmu."
"A-aku?"
"Ya, kamu," Queen tersenyum ramah. "Oh iya, maaf untuk hari itu. Aku tahu kamu cemburu saat aku datang kekamar kalian dipagi hari. Aku hanya menuruti perintah Acel. Katanya dia ingin tahu, apakah kamu akan cemburu atau tidak."
"Hah?!"
Queen tersenyum gemas melihat reaksi tak percaya dan bingung di wajah Zea. "Aku tidak mengerti seperti apa hubungan kalian. Tapi, aku pikir kamu harus tau bahwa Acel hanya mencintai satu perempuan dan perempuan itu kamu, Zea."
"Tidak. Tidak mungkin. Aku hanya pengkhianat..."
"Mungkin begitu. Tapi, Acel pernah bilang padaku bahwa ada satu pengkhianat yang tidak pernah bisa dia benci dan itu kamu, Zea." kata Queen sambil menyentuh punggung tangan Zea dengan lembut.
Zea terdiam mendengar ucapan Queen barusan. Satu sisi dia ingin mempercayainya, tapi disisi lain dia merasa Queen hanya mencoba menghiburnya.
"Kondisimu sudah baik baik saja. Sebenarnya sekarangpun sudah boleh pulang."
"Benarkah?"
"Mmm, tapi Acel bilang kamu belum boleh pulang sampai dia yang menjemput untuk pulang."
"A-apa?"
Queen menanggapi dengan tersenyum sambil mengangkat kedua bahunya sebelum akhirnya dia meninggalkan ruangan itu.
.
.
.
Dandi menghilang tanpa jejak. Tiger membantunya meninggalkan Negara ini dan terbebas dari hukuman. Sudah tiga hari berlalu, pihak kepolisian dan Acel tidak menemukan keberadaan Dandi. Acel bahkan sampai mendatangi Tiger dan mengancamnya agar memberitahu keberadaan Dandi, sayangnya Tiger tidak takut sama sekali dengan ancaman Acel karena Acel tidak punya bukti kuat untuk bisa menghancurkannya.
Dalam situasi seperti ini, Acel tidak menyerah. Dia terus mencari keberadaan Dandi dengan menggerakkan semua kemampuan yang dia punya. Beruntungnya, kondisi Boby juga sudah mulai membaik dan dia bisa membantu pencarian Dandi bersama dengan Mike.
"Sorry, Bob. Bahkan dalam kondisi seperti ini aku masih membutuhkan bantuanmu."
"Jangan khawatir Tuan muda, aku sudah baik baik saja. Tuan muda tenang saja, aku dan Mike akan segera membawa Tuan Dandi kepenjera." kata Boby penuh semangat.
Acel tersenyum senang karena bisa kembali melihat Boby yang sudah baik baik saja.
Selesai dengan urusannya, dia langsung menuju rumah sakit untuk menjemput Zea. Saat dia tiba di rumah sakit, Zea terlihat murung diam di ranjangnya. Dia menyadari kehadiran Acel, tapi sengaja seakan tidak peduli sama sekali.
"Ada apa? Kamu kecewa karena aku yang datang?" tanya Acel pelan sambil terus mendekati ranjang Zea.
"Siapa yang kamu harapkan untuk datang?"
Zea menggeleng pelan, lalu kemudian dia kembali berbaring dengan memunggungi Acel.
"Kalau kamu mau pulang, bersiaplah sekarang!"
Mendengar kalimat itu, Zea pun segera bangkit dari tempat tidur dan langsung mengambil bajunya untuk berganti di kamar mandi ruangannya itu. Sambil menunggu Zea berganti pakaian, Acel membantu mengemas beberapa baju Zea, memasukkannya kedalam tas jinjing miliknya.
Setelah beberapa menit, Zea keluar dari kamar mandi dengan sudah memakai pakaiannya tidak lagi memakai pakaian rumah sakit yang sangat membuatnya tidak nyaman itu.
"Sudah siap?"
"Mmm..."
"Ayo, pulang." ajak Acel yang langsung meraih pergelangan tangan Zea dengan lembut. Zea tentu saja agak kaget, tapi tidak mungkin dia protes, karena rasanya menyenangkan diperlakukan dengan lembut seperti ini oleh suaminya.