Dia meninggalkan kemewahan demi untuk hidup sederhana. bekerja sebagai pengantar makanan di restoran miliknya sendiri.
Dan dia juga menyembunyikan identitasnya sebagai anak dan cucu orang terkaya nomor 1 di negara ini.
Dia adalah Aleta Quenbi Elvina seorang gadis genius multitalenta.
"Ngapain kamu ngikutin aku terus?" tanya Aleta.
"Karena aku suka kamu," jawab Ars to the point.
Penasaran dengan kisah mereka? baca yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pa'tam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 4
.
.
.
"Memangnya ikan mau dipancing?" tanya Aldebaran.
"Aku serius Al," ucap Aleta, sambil memanyunkan bibirnya.
"Hehe, jangan cemberut adikku yang cantik," goda Aldebaran.
Aldebaran dengan saudaranya dan keluarganya memang hangat, tapi akan berubah dingin kalau kepada orang lain.
"Mereka semakin mendekat," kata Aleta.
Aldebaran semakin melajukan mobilnya. Aleta biasa-biasa saja saat Aldebaran mengemudi dengan kecepatan tinggi. Mobil yang mengejar mereka pun juga melaju.
"Siapa mereka Al?" tanya Aleta.
"Entah, mungkin musuh saingan bisnisku," jawab Aldebaran.
"Bagaimana kalau kita tempat sepi?" tanya Aleta.
"Cis, bisa gak jangan cerewet?" tanya Aldebaran.
"Gak bisa, aku sudah terbiasa cerewet," jawab Aleta.
Dor...dor... Dua tembakan beruntun mengenai mobil mereka. Beruntung mobil mereka didesain dengan sempurna dan anti peluru.
"Mereka bawa senjata api, Al," kata Aleta.
"Hmmm," jawab Aldebaran.
"Buka atap mobil, biar aku selesaikan mereka," ucap Aleta.
"Itu terlalu beresiko dek, bagaimana kalau mereka menembak mu?" tanya Aldebaran.
"Sudah, gak apa-apa. Kita diam didalam mobil juga beresiko," jawab Aleta enteng.
Aleta mengeluarkan kelereng dan ketapel miliknya yang selalu ia bawa didalam tasnya. Dan bersiap untuk melawan musuhnya.
"Kamu ingin membunuhnya, dek?" tanya Aldebaran.
"Aku gak peduli," jawab Aleta enteng.
"Cepat buka atap mobilnya," titah Aleta.
Tidak ada pilihan lain, Aldebaran segera membuka atap mobil tersebut. Aleta dengan keren nya berdiri lalu mengarahkan ketapel ke mobil mereka.
Duarr... Satu mobil pun meledak. Hingga mobil dibelakang panik dan menabrak pembatas jalan. Aldebaran hanya menghela nafas dengan tingkah adiknya yang satu ini.
"YEEEE...." Aleta bersorak kegirangan, seolah itu adalah permainan.
Aldebaran hanya geleng-geleng kepala melihatnya. Kemudian melajukan mobilnya.
"Masih ada yang mengejar kita," ucap Aleta.
Aldebaran melihat kekaca spion ternyata masih ada 2 mobil yang mengejar.
"Gak kapok-kapoknya tuh orang," kata Aleta.
"Sekarang kita fighting, dek," kata Aldebaran.
"Asik," jawab Aleta.
"Tidak pernah berubah," gumam Aldebaran.
Ya begitulah Aleta, asal mendengar berkelahi girangnya bukan main. Bahkan dari dahulu hingga sekarang tidak pernah berubah, hobby banget kalau berkelahi. Tapi hanya berlaku bagi mereka yang mencari masalah duluan.
"Kita bawa mereka ketempat sepi," ucap Aleta.
Aldebaran melajukan mobilnya menuju tempat mereka berkelahi nantinya. Mobil dibelakang mereka juga melaju dengan kencang.
Aldebaran memutar setir mobil lalu memarkirkan mobilnya dengan gaya keren seperti di film action. Kemudian keduanya keluar dari mobil dan berdiri disisi kiri dan kanan mobil.
"Saatnya beraksi," ucap Aldebaran dan dijawab anggukan oleh Aleta. Keduanya menunggu mobil yang mengejar mereka tadi.
Dua mobil pun berhenti dengan jarak sekitar 30 meter dari mereka. Orang yang ada didalam mobil tersebut pun keluar, ada berjumlah 8 orang dengan badan lebih besar 2 kali lipat dari badan Aldebaran. Apalagi Aleta terlihat lebih kecil bila disandingkan dengan mereka.
"Bagi dua," ucap Aleta.
"Emang makanan bagi dua?" tanya Aldebaran.
"Aku serius nih," jawab Aleta.
Aleta dan Aldebaran maju, begitu juga ke 8 orang tersebut juga maju. Mereka mengeluarkan pisau yang mereka simpan disaku celana mereka masing-masing.
"Mereka pikir kita takut," kata Aleta pelan, tapi masih didengar oleh Aldebaran. Aldebaran hanya tersenyum tipis setipis tisu.
"Serang!" perintah salah satu pemimpin mereka.
Mereka pun maju serentak menyerang Aleta dan Aldebaran. 4 lawan 1, tapi mereka tidak gentar sedikitpun.
4 orang menyerang Aleta secara serentak, dengan pisau ditangan mereka. Mereka mengibaskan pisau tersebut, tapi Aleta dengan gesit menghindar sehingga serangan mereka hanya mengenai angin.
"Kita serang lagi secara bersamaan," kata salah satu dari mereka. Mereka pun kembali menyerang Aleta.
Aleta masih belum serius, hanya menghindar dan menangkis serangan lawan.
Begitu juga dengan Aldebaran, ia diserang secara bersamaan. Tapi Aldebaran masih santai-santai saja meladeni mereka. Saat pertarungan mereka terjeda. Aleta dan Aldebaran saling pandang kemudian saling mengangguk.
Aleta bersalto dan menendang kearah lawan. Aleta yang memakai sepatu kets jadi dengan mudah melakukan pergerakan. Tapak sepatu milik Aleta mendarat sempurna diwajah salah satu dari mereka. Pria itupun terpental beberapa meter kebelakang sebelum akhirnya jatuh.
"Tinggal 3 lagi, maju kalian," ucap Aleta dengan nada dingin. ia sudah mulai serius melawan mereka.
Ketiga pria itu saling pandang, kemudian menyerang secara bersamaan. Aleta dengan senang hati meladeni mereka.
Aleta menendang salah satu dari mereka, sehingga satu orang kembali terjatuh dan langsung pingsan.
Sementara Aldebaran sudah menjatuhkan 3 orang lawannya, hanya tinggal satu lagi.
"Dek, selesaikan secepatnya," kata Aldebaran. Aleta pun mengangguk.
Tanpa menunggu lama Aleta segera menyelesaikan pertarungan tersebut.
Aleta menepuk-nepuk telapak tangannya seolah sedang membersihkan debu
"Mari pulang," ajak Aldebaran.
"Mereka?" tanya Aleta.
"Biar nanti polisi yang mengurusnya," jawab Aldebaran.
Keduanya pun pergi meninggalkan tempat tersebut, dan kembali ke rumah mereka.
Akhirnya mereka pun tiba di rumah, ternyata ada Diva dan Darmendra. keduanya ingin menjenguk cucunya. Karena Aleta jarang ke mansionnya.
"Bunda!" panggil Aleta dari depan pintu.
Semua orang yang ada disitu menoleh, Aleta segera berlari kecil menghampiri mereka.
"Ada Oma dan Opa. Sudah lama sampai?" tanya Aleta.
"Oma merindukan mu, sayang. Kamu jarang sekali ke mansion," kata Diva.
Aleta segera memeluk Diva dan Darmendra secara bergantian, kemudian mencium tangan kedua Oma dan Opanya itu.
Vera dan Jordan sudah meninggal beberapa tahun lalu, jadi di mansion terasa sepi bagi mereka.
"Kamu dipaksa Abangmu untuk pulang, sayang?" tanya Cahaya.
"Gak kok Bun, Ale memang rindu sama Bunda," jawab Aleta.
"Bohong Bun, kalau tidak disuruh pulang mana mungkin ia mau pulang," Aldebaran menjawab sambil berjalan ke ruang tamu.
"Tadinya setelah selesai bekerja, memang aku ingin pulang, loh. Tapi karena kamu yang jemput ya sekalian aja," jawab Aleta membela diri.
"Ayahmu masih dikantor, kamu menginap, kan?" tanya Cahaya.
"Iya Bun, aku menginap," jawab Aleta.
Mereka pun berbincang-bincang ringan hingga tidak terasa hari sudah sore. Diva dan Darmendra pun pamit pulang.
Aleta masuk kedalam kamarnya dan langsung kekamar mandi. Aleta berdiri dibawah shower dan menyiram tubuhnya dengan air dingin. Hanya sekejap Aleta sudah selesai mandi.
Aleta menghampiri komputer miliknya, dan menghidupkan komputer tersebut. Dengan iseng dia mengetik nama seseorang. Dan terpampang lah foto orang tersebut.
"Arshaka, seorang CEO perusahaan Ars?" batin Aleta.
"Pantas saja namanya terasa tidak asing," gumam Aleta.
"Tampan," ucapnya tanpa sadar. Kemudian mematikan komputernya karena pintu kamarnya diketuk.
"Masuk, tidak dikunci," ucap Aleta.
Pintu pun terbuka dan tampak lah seorang pria yang terlihat masih gagah dan tampan meskipun sudah berumur.
"Ayah!" Aleta langsung bangun dari duduknya dan memeluk sang ayah.
"Apa kamu betah tinggal diluar sana, sehingga jarang pulang?" tanya Ram.
Cahaya tersenyum melihat kedekatan anak dan ayah itu. Aleta memang lebih dekat dengan sang ayah.
.
.
.