Revisi
Ada beberapa hal yang dirasa kurang memuaskan, jadi diputuskan untuk merevisi bagian awal cerita.
Petugas kepolisian Sektor K menemukan mayat di sebuah villa terpencil. Di samping mayat ada sosok perempuan cantik misterius. Kasus penemuan mayat itu nyatanya hanya sebuah awal dari rentetan kejadian aneh dan membingungkan di wilayah kepolisian resort kota T.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bung Kus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Karier dan Keluarga
"Bunda mengalami depresi setelah ditinggalkan Ayah," ucap Andre sembari mengemudi, keluar dari parkiran kantor kepolisian.
Lilis yang duduk di kursi sebelah kemudi menatap Andre dengan ekspresi terkejut.
"Mungkin sebelumnya kamu sudah melihat biodataku. Disana pasti tertulis jika kedua orangtuaku berpisah. Namun kurasa tidak dijelaskan akibat dari perpisahan itu terhadap kesehatan Bunda," lanjut Andre menghela napas.
"Aku memberitahumu agar nanti tidak kaget saat melihat Bunda. Semua orang mengatakan Bunda ku gila. Yasudah aku menerima semua komentar buruk untuk keluargaku. Aku tidak ingin berdebat soal itu, tapi yang jelas aku menyayanginya. Karena dialah satu-satunya keluarga yang kumiliki. Satu-satunya alasan aku bisa hidup seperti sekarang ini."
Lilis kali ini terdiam. Dia akhirnya menyadari apa yang membuat Andre terlihat menarik di matanya. Laki-laki itu benar-benar memiliki sifat lembut dan penyayang. Berbeda dengan Lilis yang terbiasa dididik oleh Ayahnya yang keras dan ambisius. Jika Lilis memandang dunia karier adalah prioritas, maka Andre memandang keluarga adalah yang utama.
Mobil yang dikemudikan Andre masuk ke rubanah rumah sakit. Andre memilih tempat parkir di bagian ujung yang longgar. Saat mobil dimatikan, Lilis meraih lengan Andre.
"Apa sebagai seorang laki-laki kamu merasa bersalah pada Bundamu?" tanya Lilis tiba-tiba. Andre terdiam bergeming.
"Apa mungkin kamu enggan menjalin hubungan karena takut setelah melihat kegagalan orangtuamu?" desak Lilis. Andre menoleh, menatap perempuan yang terasa terlalu banyak ikut campur masalah hatinya.
"Kenapa pertanyaanmu terasa melukaiku? Sejujurnya aku merasa kesal karena memiliki Ayah seperti orang itu. Bagaimanapun dalam darahku mengalir garis keturunan seorang pengkhianat, berselingkuh, meninggalkan anak istrinya. Aku takut akan berubah menjadi laki-laki yang demikian itu. Aku takut, menyakiti seorang perempuan seperti Bunda," sahut Andre. Bola matanya tampak berair.
Lilis menggenggam punggung tangan Andre. Dia menatap bola mata Andre yang berwarna sedikit biru, dan sangat jernih. Seolah tenggelam di telaga yang menyejukkan. Perempuan itu benar-benar merasakan debaran yang berbeda saat bersama Andre. Awalnya dia memang hanya tertarik dan penasaran. Andre seolah piala yang perlu dia taklukkan. Namun kini berbeda, Lilis merasa benar-benar jatuh cinta.
"Di dunia ini kamu adalah satu-satunya Ndre. Keunikan, kepribadian, tidak ada yang menyamai. Setiap manusia spesial. Bahkan yang kembar sekalipun pasti berbeda. Jadi jangan takut berada di jalanmu. Masa lalu tidak akan menyakitimu kecuali kamu yang mengijinkannya," ucap Lilis.
Tanpa terasa, bibir keduanya bertemu. Seperti magnet yang saling tarik menarik. Mengecap kehangatan cinta dengan dada yang berdebar.
Lilis melingkarkan tangannya di leher Andre. Pikirannya kosong, perempuan itu menarik tubuh Andre agar menindihnya. Namun Andre menarik diri.
"Maaf," ucap Andre dengan napas memburu.
"Untuk apa? Aku yang mengijinkannya," balas Lilis menyunggingkan senyum.
Andre kembali duduk melepaskan rangkulan Lilis. Lilis mengusap bibirnya membersihkan bekas lipstik yang belepotan.
"Menurutku, Melati menyukaimu," ucap Lilis tiba-tiba. Andre mengernyitkan dahi. Kedua alisnya tampak menyatu.
"Perempuan itu sama sekali tidak mau membuka mulut kecuali padamu. Hasil pemeriksaan dari kejiwaan sepertinya Melati mengalami syok berat. Jadi untuk sementara disarankan biarkan dia beraktifitas senyamannya di kantor. Dia menghindar didekati petugas lain, tapi terlihat selalu menghampiri ketika bertemu denganmu," lanjut Lilis. Dari raut wajahnya perempuan itu tampak kesal.
"Mungkin karena aku orang pertama yang datang saat mayat Hendra ditemukan," sahut Andre datar.
Lilis mengatupkan mulut. Dia terlihat hendak mengatakan sesuatu tetapi akhirnya memilih membuka pintu mobil dan keluar. Lilis berkaca di spion sebentar, untuk memastikan tidak ada bekas aneh akibat kegiatan hangat yang dilakukannya secara spontan dengan Andre tadi.
Andre menyusul keluar dari mobil. Kemudian mengajak Lilis untuk ke gedung lantai dasar rumah sakit. Sedikit heran kala menyadari tiba-tiba saja Lilis berubah dingin. Andre selalu sulit mengerti soal perempuan. Dari yang awalnya menggoda, menggebu-gebu hingga secara ajaib berubah moodnya memburuk.
"Kamu akan memperkenalkanku pada Bundamu sebagai apa?" tanya Lilis tanpa menatap Andre. Mereka tengah menyusuri lorong rumah sakit yang sunyi. Suasana pagi hari yang biasa di rumah sakit umum daerah.
"Hah?" Andre mengernyit. Tentu dia terkejut dengan pertanyaan Lilis.
"Kamu menciumku dan sekarang pura-pura amnesia?" sergah Lilis dengan wajah memerah.
Untuk beberapa saat dada Andre berdebar. Dia sama sekali tidak menduga petugas perempuan yang terkenal tegas itu terlihat tersipu di hadapannya. Di mata Andre Lilis tampak manis, seperti madu murni. Namun detik berikutnya dia menepuk pipinya sendiri. Menyadarkan dari lamunan indah yang dirasa belum saatnya untuk dipikirkan sekarang.
"Maaf, aku terbawa suasana tadi." Andre menghentikan langkah. Lilis enggan menatap. Sepertinya dia merasa malu. Sudah terlalu agresif mendesak Andre. Padahal dari awal Lilis sudah terang-terangan mengatakan tertarik pada Andre. Namun kini perempuan itu merasa terjebak dengan perasaannya yang semakin nyata.
"Sejujurnya dadaku berdebar saat ini. Namun untuk sekarang aku sedang tidak ingin dan tidak bisa menjalin hubungan dengan siapapun. Bunda sakit, kasus yang kita tangani semakin rumit," ucap Andre lirih. Terdengar Lilis menghela napas panjang.
"Aku kesal kenapa perasaanku berubah seperti ini padamu. Seperti bukan diriku saja," sahut Lilis. Ekspresinya berubah tegas seperti sebelumnya. Andre tersenyum lega. Keduanya kembali melangkah. Meskipun tidak diucapkan, Andre merasa Lilis setuju untuk tidak lagi membahas soal hati saat ini.
Andre memasuki kamar perawatan Nurma. Tampak Bi Irah duduk di ranjang. Sedangkan Nurma masih terbaring dengan matanya yang terbuka. Kedatangan Andre membuat Nurma berusaha untuk duduk. Namun melihat sosok Lilis mengekor di belakang putranya, ekspresi Nurma berubah tegang.
Bi Irah berdiri, tempat duduknya digantikan oleh Andre. Sedangkan Lilis menyalami Bi Irah dengan kaku.
"Bunda sudah bangun? Andre sedang bekerja. Kata Bi Irah Bunda pengen ketemu Andre?" tanya Andre kalem. Nurma diam saja menatap Lilis.
"Tadi katanya Nyonya mau makan tapi harus disuapi Mas Andre. Bibi sudah membujuk tapi Nyonya bersikeras," sahut Bi Irah.
Nurma tetap diam, melotot ke arah Lilis. Sementara petugas perempuan itu salah tingkah. Berdiri kikuk di sebelah Bi Irah.
"Bunda ingin kenalan sama rekan kerja Andre?" tanya Andre hati-hati.
"Siapa dia? Kenapa ikut kesini?" tanya Nurma tampak kesal.
"Ah ya, namanya Lilis. Teman Andre Bunda. Teman kerja," jawab Andre. Namun Nurma malah menggeram dengan tangan terkepal.
"Tidak boleh! Kamu tidak boleh membawa perempuan kesini! Kamu sudah dijodohkan! Kamu tidak paham dengan permintaan Bunda? Kamu mau membantah?" bentak Nurma tiba-tiba.
Andre langsung menoleh mengedipkan mata memberi kode Bi Irah agar menemani Lilis keluar dari kamar perawatan. Bi Irah yang memahami maksud Andre segera menggandeng Lilis. Sedangkan Nurma terus berteriak, meracau tidak jelas.
"Jangan berani menggoda anakku perempuan sialan! Jangan ambil anakku!" bentak Nurma. Andre segera mendekap tubuh kurus Sang Bunda.
"Bunda, tenanglah. Aku ada disini, tidak kemana-mana. Aku ada untuk Bunda," bisik Andre lirih. Tubuh Nurma yang tegang perlahan melunak.
"Kamu harus nurut sama Bunda," pungkas Nurma kalem. Andre hanya mengangguk.