Revisi
Ada beberapa hal yang dirasa kurang memuaskan, jadi diputuskan untuk merevisi bagian awal cerita.
Petugas kepolisian Sektor K menemukan mayat di sebuah villa terpencil. Di samping mayat ada sosok perempuan cantik misterius. Kasus penemuan mayat itu nyatanya hanya sebuah awal dari rentetan kejadian aneh dan membingungkan di wilayah kepolisian resort kota T.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bung Kus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rumah Lilis
Kantor kepolisian sektor K malam ini terlihat lebih ramai dari biasanya. Bangunan yang tidak cukup luas itu, bahkan bisa dikatakan sempit, didatangi oleh sejumlah personil kepolisian dari kantor daerah. Mereka duduk di ruang rapat bagian dalam yang hanya berukuran tidak lebih dari 6x6 meter.
Andre termasuk petugas yang terjebak, duduk di tengah ruang rapat. Sesekali dia menoleh ke pintu luar. Berharap Tabah segera datang dan bergabung. Meski hingga selepas isyak tidak ada tanda-tanda seniornya itu sudah kembali dari rumah Mbah Tejo.
Kepala satuan reserse kriminal kepolisian daerah memasuki ruangan. Sosok laki-laki tinggi besar dengan raut wajah yang kurang ramah. Setelah berdehem, laki-laki itu menjelaskan dengan suaranya yang berat jika kasus tewasnya dua anggota kepolisian mulai hari ini diambil alih oleh kepolisian daerah. Semua hasil penyelidikan baik itu kepolisian sektor ataupun resort Kota wajib diserahkan pada tim kepolisian daerah.
Kepala satuan juga membahas soal saksi perempuan, yakni Melati yang masih mengalami gangguan ingatan akibat syok. Meski belum dipastikan hubungan kematian Hendra dengan dua anggota kepolisian, tetapi Melati juga dikatakan termasuk dalam pemantauan langsung kantor daerah. Untuk sementara waktu Melati tetap dititipkan pada kantor resort kota.
Nama Tabah dan Andre juga disebut. Andre berdiri kemudian membungkuk. Sedangkan Tabah sama sekali tidak terlihat batang hidungnya. Kepala satuan menunjukkan ekspresi tidak senang. Pada akhirnya rapat diakhiri, dan petugas dibubarkan.
Andre berjalan keluar kantor sedikit terhuyung. Rasa lelahnya menumpuk. Lilis menunggu di teras depan sendirian. Melihat wajah lelah Andre, Lilis menghampiri. Menyodorkan sebotol minuman bersoda pada laki-laki berhidung mancung itu.
"Kamu membelinya?" tanya Andre mengernyit.
"Ya iyalah, masak nyuri," balas Lilis ketus.
"Bukankah minimarket cukup jauh dari sini?" Andre penasaran. Minimarket memang sekitar 500 meter dari kantor kepolisian sektor K.
"Daripada gabut mending jalan-jalan," balas Lilis datar.
Andre terkejut membayangkan Lilis bersedia jalan kaki dengan jarak yang cukup jauh hanya untuk membelikannya air minum.
"Aku sudah tahu, kamu bakal kelelahan selepas mengikuti rapat dengan kepolisian daerah. Mereka memang seperti itu. Aura mengintimidasi kuat, meskipun kita tidak melakukan kesalahan, terasa seperti sedang diadili bukan?" ucap Lilis yang dibenarkan oleh Andre.
"Kamu sudah sering ikut rapat serupa. Jadi sudah terbiasa ya?" tanya Andre penasaran.
"Dengan diambil alihnya penyelidikan atas kematian Totok dan Priyo, sisi baiknya kita bisa fokus pada Melati dan Hendra. Bagaimanapun sebenarnya dari situlah semua kejadian ini bermula. Lalu soal Tabah, apakah dia menghubungimu?" tanya Lilis kemudian, mengabaikan pertanyaan Andre sebelumnya. Andre menghela napas kemudian menggeleng pasrah.
"Kurasa telah terjadi sesuatu. Semoga bukan hal yang buruk. Aku tidak bisa banyak bergerak sekarang. Bunda sedang di rumah sakit, konsentrasi ku terpecah. Benar-benar petugas yang kurang profesional," gerutu Andre menyalahkan diri sendiri.
"Kurasa semua manusia juga begitu. Ada beberapa hal yang bisa membuat kita merasa sangat kuat, begitupun sebaliknya tak sedikit yang bisa membuat kita rapuh," sambung Lilis menghela napas. Andre mengernyit, merasa heran perempuan itu terdengar mengeluh.
Lilis berjalan ke tempat parkir di bagian belakang bangunan kantor. Andre menyusul dan mengekor di belakangnya.
"Apa perkataanmu barusan hanya untuk menghiburku?" desak Andre penasaran. Lilis mengangkat kedua bahunya.
"Kamu terlalu banyak mendengar cerita tentang diriku yang dilebih-lebihkan. Aku sudah hafal dengan narasi yang digaungkan oleh kantor. Petugas perempuan galak, memiliki seorang ayah yang sangat berpengaruh di kota. Seolah aku ini tidak tersentuh, tidak memiliki rasa sakit. Begitukan?" Lilis menatap Andre dengan bola matanya yang tampak berair. Mereka berdua sudah berada di dalam mobil saat ini.
"Ya itu memang benar. Dan sejak pertama kali bertemu denganmu, aku merasa omongan orang-orang tidak salah," sahut Andre lugu. Dia tidak berbohong atas apa yang dikatakannya. Mata Lilis melotot.
"Sejauh ini aku merasa kamu memang tipe perempuan yang kuat. Bagaimana ya cara menjelaskannya, aura mu menakutkan. Tak jarang terasa mengintimidasiku. Jadi, aku sama sekali tidak pernah berpikir kamu memiliki sisi rapuh," jelas Andre sambil tersenyum.
"Jalankan mobilmu. Antarkan aku pulang, agar kamu mengerti bahwa perempuan ini bukanlah wonder woman," perintah Lilis.
Andre pun menurut. Menginjak pedal gas perlahan. Dalam hatinya dia membantah ucapan Lilis. Apanya yang bukan wonder woman? Saat meminta tolong mengantarkan pulang saja terasa seperti ancaman.
Mobil melaju membelah udara malam yang beku. Pikiran Andre bercabang. Memikirkan keadaan sang Bunda. Juga soal Tabah yang tidak ada kabar sama sekali. Sebuah tepukan di pipi membuat Andre terkesiap.
"Jika seorang petugas berkendara sambil melamun, bagaimana dia bisa menjadi contoh untuk masyarakat?" seru Lilis dengan telapak tangan masih menempel di pipi Andre.
"Maaf," balas Andre tersipu. Dia dapat menghirup aroma wangi lotion di tangan Lilis.
"Setelah alun-alun belok kiri gang arum dalu," ujar Lilis sembari mengarahkan telunjuknya pada jalanan. Andre mengangguk.
Mobil berbelok masuk ke dalam gang. Kemudian berhenti pada sebuah rumah sederhana di bagian ujung. Andre termenung sesaat sembari mengedarkan pandangan.
"Ini rumahku. Ayo masuk."
Lilis keluar dari mobil. Mengambil kunci di tasnya kemudian membuka pintu pagar besi bercat hitam kusam. Andre ragu-ragu menyusul di belakang. Keduanya memasuki rumah dengan pencahayaan temaram itu.
Pada teras rumah terdapat kursi rotan yang usang. Sebuah meja bulat dengan vas bunga di atasnya tampak berdebu. Lilis membuka pintu rumah sembari mempersilahkan Andre masuk.
"Apa kamu terkejut melihat tempat tinggalku? Kamu berpikir aku hidup di rumah mewah milik Ayah?" tebak Lilis dengan sorot mata tajam. Andre hanya menelan ludah. Tidak mampu menjawab pertanyaan Lilis.
Andre menyapukan pandangannya pada seluruh penjuru ruang tamu. Sofa terlihat baru, kontras dengan cat dinding yang pudar. Terdapat tumpukan komik dan buku di sebuah rak di sudut ruangan. Ada satu hal yang mengganjal di benak Andre kala memperhatikan deretan figura yang terpasang di dinding.
"Duduklah," ucap Lilis membuyarkan lamunan Andre. Perempuan itu sudah terlebih dulu duduk. Dan mengunyah permen yang tersedia di toples pada meja ruang tamu.
"Apakah ada yang menurutmu aneh? Kenapa menatap poto-poto dengan mata menyebalkan itu?" tanya Lilis penuh selidik.
"Maaf. Hanya saja-" Andre tidak melanjutkan kalimatnya.
"Kamu cukup teliti. Ciri khas seorang detektif kepolisian," sela Lilis tersenyum puas.
"Tidak ada poto ayahku disana bukan? Kalau diamati, poto waktu aku TK bersama perempuan yang tentu saja dia Ibukku. Begitupun saat lulus SD, hingga SMA. Lalu poto terakhir saat lulus akademi kepolisian aku berpose dengan gambar Ibuk. Yah Ibukku memang sudah tiada. Tapi bukan itu kan pertanyaannya? Dimana Ayahku? Dimana orang kaya yang paling berpengaruh di kota ini berada?" Lilis tersenyum penuh arti. Andre mengangguk membenarkan. Memang itulah yang ingin dia tanyakan.
lanjut bung...tetap semangat....
jngn jngn ini dukunn nya ntar lawannya Mbah Tejo.
ahh komentar ku jngn jngn mulu wkwkwkwk.
Aku curiga sama Lilis omm... bkn suudzon tapi ntahlah Lilis kek manipulatif.
hmmm,,, aq masih blm bisa terima bang Andre sama Lilis ....,,