Lihat saja, aku bersumpah, aku akan membuatnya memohon untuk menikah dengan ku kurang dari 100 hari ini.
Luna mengucapkan sumpah di depan sahabatnya, Vera yang hanya menganga menatap ke arahnya, merasa sumpahnya itu konyol dan takkan pernah terjadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RatihShinbe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32
Abel berangkat ke kantor sendiri, setelah mendapat pesan dari Luna bahwa dia pergi lebih awal untuk merapikan mejanya.
Tentu saja dia merasa Luna menghindarinya karena tindakannya semalam. Sesekali dia memejamkan mata kemudian menghela.
Arul menatapnya dari kaca spion.
"Anda sedang tidak sehat Pak? " tanya Arul cemas.
"Tidak bukan itu" jawab Abel.
Tapi kemudian dia bertanya pada Arul.
"Apa Luna pernah bicara tentang orang yang dia suka? " tanya Abel berpikir mungkin Arul tahu sesuatu.
Mata Arul membulat, cukup kaget dengan pertanyaan Abel. Mengingat mereka setiap hari. bersama, bahkan pergi ke luar negri pun bersama.
'Kenapa tiba-tiba dia menanyakan orang yang Luna sukai? ' tanya hati Arul.
"Tidak Pak, nona Luna selalu sibuk bersama anda, saya rasa dia tidak punya waktu untuk menyukai orang lain" jawab Arul.
Abel menatapnya.
"Orang lain? " Abel berpikir.
Arul merasa salah bicara, dia berpikir mereka sebenarnya punya hubungan spesial, tapi tak menunjukkan nya saja di hadapan orang lain.
"Maaf Pak, saya pikir, bapak dan nona Luna... " Arul hendak menjelaskan.
Abel mengerti apa yang hendak dia katakan.
"Apa aku terlihat cocok dengannya? Maksudku, kami terpaut usia 7 tahun, apa aku tidak terlihat sangat tua untuknya? " tanya Abel tak percaya diri.
"Tidak Pak, anda bahkan tidak terlihat tua. Kulit sehat dan kencang juga tanpa janggut membuat anda malah terlihat lebih muda dari saya" jawab Arul mengaguminya.
Abel tersenyum tapi kemudian terdiam lagi, bertanya-tanya apa Luna juga berpikir hal yang sama.
#
Sampai di kantor, dia tak melihat Luna di mejanya.
"Mana Luna? " tanya Abel pada yang lainnya.
"Ada masalah di bagian produksi di lantai 3 Pak, Luna kesana untuk memeriksa apa yang terjadi" jawab Naura.
"Oh ya, terimakasih" ucap Abel kemudian masuk ke ruangannya.
Dia langsung menghubungi Luna.
"Iya Pak! " jawab Luna.
Abel terdiam mendengar suara orang-orang, beberapa berteriak.
"Hentikan! "
"Hei... lerai mereka! "
"Luna.... awas! "
Brukkk....!
Abel langsung berlari ke lantai 3. Semua orang menatapnya. Langkah nya yang panjang berlari seolah tak ada yang bisa menghentikan.
Masuk ke tangga darurat dan menuruni tangga dengan cepat seolah sedang berselancar.
Sampai di ruang produksi, dia membuka pintu lebar-lebar dan melihat Luna sedang dibantu berdiri oleh yang lainnya.
"Kan aku sudah bilang jangan berkelahi, karena kalian Luna jadi kena pukul kan! " seru Mita yang menolong Luna.
Abel langsung menyambar dua aktor yang berkelahi dengan tinjunya.
Semua orang terkejut melihatnya, Luna pun menganga tak percaya dengan apa yang dia lihat.
"Pak! " ucap Luna.
Abel langsung meraih wajah Luna, tapi dia menepis dan menutupi mulutnya. Takut Abel pingsan melihat darah di sudut bibirnya.
Mita paham, dia memberikan tisu untuk menyapu darah di sudut bibirnya.
Abel langsung menarik tangan Luna keluar dari sana.
Semua orang bergunjing tentang mereka.
Abel mengajak Luna ke ruangannya, mengambil kotak obat dan hendak mengobatinya.
"Tidak usah, aku bisa sendiri" ucap Luna.
"Aku yang akan mengobati mu, jadi diam saja" ucap Abel menekan bahunya untuk tetap duduk.
Sudah tak ada darah yang keluar, Abel mengerti Luna menekan lukanya agar darahnya tak keluar dengan tisu tadi. Abel merasa Luna sangat tidak mau dia pingsan lagi.
"Maaf, karena aku selalu pingsan saat melihat darah, aku jadi merasa tidak berguna saat kau terluka" ucap Abel.
Luna menyentuh tangannya, Abel menatapnya.
"Jangan bicara seperti itu, kau sangat berarti untuk ku" ucap Luna.
Raut wajah Abel berubah saat Luna memanggilnya dengan "kau" bukan "anda" lagi.
Luna menggigit bibirnya merasa sudah salah memanggilnya.
"Maksud ku anda" Luna tertunduk.
Abel menyentuh tangannya.
"Tidak, panggil aku seperti itu saja" ucap Abel senang.
Luna tersipu malu.
Abel membubuhkan salep dengan lembut ke sudut bibirnya. Teringat bagaimana dia mengecupnya kemarin.
Tapi, situasi romantis itu buyar seketika saat Devan masuk secara tiba-tiba.
Abel langsung berdiri dan menutup kotak obatnya. Luna pun ikut berdiri dan memalingkan wajahnya ke arah lain.
"Aku dengar Luna kena pukul! " seru Devan.
Kemudian dia mendekati Luna dan memeriksa wajahnya. Abel melihat kedua tangannya menyentuh wajah Luna.
"Siapa yang melakukan ini pada mu? " tanya Devan benar-benar terlihat cemas.
Abel mengingat ucapannya tentang dirinya yang sudah memasukkan Luna dalam daftar istri keduanya. Matanya membulat dan tak mau itu terjadi. Dia mendekati dan memukul tangan Devan hingga akhirnya menariknya menjauh dari Luna.
"Jangan sentuh dia! " seru Abel.
Devan terkejut dan menatapnya.
"Kenapa? " Devan merasa Abel terlalu protektif terhadap Luna.
Luna tersipu merasa Abel cemburu pada Devan.
"Aku baru mengoleskan salep, nanti salepnya hilang karena kau sentuh" jelas Abel mencoba tetap menjaga persahabatan mereka.
"Ahhh, siapa yang melakukannya? " tanya Devan.
"Digo dan Sammy.... "
Belum selesai bicara Devan sudah emosi dan menggulung lengan bajunya.
"Waah, akan ku hajar mereka" ucap Devan menggebu seolah api membakar kepalanya.
"Tidak Pak, tidak usah. Kenapa semuanya harus diselesaikan dengan hajar menghajar! " seru Luna kesal.
Abel dan Devan terdiam.
"Tadi dia... maksud ku, Pak Abel juga langsung meninju mereka berdua di hadapan semua orang" tunjuk Luna pada Abel.
Abel tersipu karena Luna mulai selalu memanggilnya dengan bahasa aku kau dia.
"Benarkah? Bagus kalau begitu" ucap Devan.
"Terimakasih" ucap Luna.
"Untuk apa berterima kasih padanya" Abel merasa dia tak perlu melakukannya.
"Tentu saja harus berterimakasih, karena begitu cemas padaku" ucap Luna.
"Aku tahu dari Vera, dia berlari ke arah ku setelah mendengar kau kena tinju orang berkelahi" jelas Devan.
Luna terdiam. Tapi Abel masih tak suka dengannya mengingat bagaimana dia mencoba membuat Luna dekat dengan Lucas.
Luna menatap wajah Abel yang menyiratkan rasa tidak sukanya.
"Ok, aku balik ke ruangan ku ya! Kaget banget" Devan pergi sembari mengusap dadanya.
Luna mendekati Abel dan memegang tangannya. Abel hanya melirik.
"Jangan terus marah padanya, dia kan sudah minta maaf. Lagipula cuma dia yang jaga aku selama kuliah, trus baik banget nunggu aku pulang kuliah" ucap Luna mengingatkan bagaimana dia selalu menjadi sahabatnya.
Abel mengusap kepalanya.
"Kau terlalu baik, jadi dia memanfaatkan mu" ucap Abel.
Tiba-tiba Devan kembali.
"Hape gue! " serunya.
Abel langsung pergi ke kursinya, Luna berpura-pura merapikan berkas di meja.
Devan menatap mereka sembari mengambil ponselnya.
"Kenapa aku ngerasa kalian sedang berpura-pura bekerja? " ucap Devan.
"Apanya yang pura-pura? Sudah sana pergi! " seru Abel.
Devan menyeringai kemudian pergi.
Luna akhirnya mundur dan hendak pergi.
"Saya kembali ke meja saya Pak! " ucap Luna.
Abel tersenyum kemudian mengangguk.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=>>