Ailen kaget setengah mati saat menyadari tengah berbaring di ranjang bersama seorang pria asing. Dan yang lebih mengejutkan lagi, tubuh mereka tidak mengenakan PAKAIAN! Whaatt?? Apa yang terjadi? Bukankah semalam dia sedang berpesta bersama teman-temannya? Dan ... siapakah laki-laki ini? Kenapa mereka berdua bisa terjebak di atas ranjang yang sama? Oh God, ini petaka!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
~ 4
"Ailen, akhirnya aku menemukanmu juga. Pergi ke mana kau semalam?" Cecar Juria seraya menghambur ke arah Ailen yang sedang melamun di kursi taman. Dia kemudian duduk di sebelahnya. "Aku dan yang lain hampir mati ketakutan karena panik mencarimu. Kau bersembunyi di mana?"
Tak ada jawaban. Bahkan Ailen tak memberikan respon apapun ketika dicecar banyak pertanyaan oleh Juria. Pikirannya kosong. Kosong saat memikirkan kejadian ketika dirinya tersadar dari mabuk.
Rengkuhan tangan kekar yang melingkar erat di perut, hembusan napas berat yang membuat tengkuknya meremang, juga dengan kondisinya yang tak lagi memakai pakaian. Ah, satu lagi. Miliknya yang terasa sangat perih hingga sulit berjalan ... apa arti semua itu? Mimpikah? Tapi rasa sakit dan deru napas itu sangat kentara dan nyata. Ailen bingung.
"Jawab, Ailen. Jangan diam saja. Kau membuatku takut. Tahu?"
"Siapa dia?"
"Hah?"
"Kenapa kami bisa berada di atas ranjang yang sama? Siapa dia?" gumam Ailen antara sadar dan tak sadar. Otaknya oleng, bingung membedakan apakah dirinya sedang bermimpi atau tidak.
Merasa ada yang aneh, Juria segera menelisik keadaan Ailen. Mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki, tak ada satu senti pun yang terlewat. Hingga akhirnya Juria menemukan sesuatu yang aneh di diri sahabatnya ini, yaitu pakaian yang masih sama seperti tadi malam. Ya, Ailen belum bertukar pakaian. Itu artinya wanita ini ....
(Jangan bilang tadi malam saat Ailen hilang, dia telah dibungkus oleh lelaki hidung belang?? Oh Tuhan, jika dugaanku benar maka matilah aku hari ini. Ailen pasti akan membunuhku dengan cara menyuntikkan racun atau menyeretku naik ke meja operasi jika tahu kalau ada yang tidak beres dengan minumannya. Aduh, bagaimana ini? Tapi semoga saja tidak sih. Dia itukan polos-polos bodoh!)
"Ailen, kau baik-baik saja?" tanya Juria sambil menelan ludah. Dia lalu menggigit bibir saat tak sengaja melihat jejak keunguan di leher wanita ini. Juria lalu bergumam, lirih. "Aku akan benar-benar mati sekarang. Ailen benar telah dibungkus. Ya Tuhan, tolong selamatkan aku dari amukan wanita ini. Please."
"Baik-baik saja?" Ailen membeo. Setelah itu dia menoleh dan baru tersadar akan keberadaan Juria. Sontak hal ini membuat Ailen syok setengah mati. Segera dia bergerak menjauh sambil menurunkan rambut melilit leher. "K-kau! Sejak kapan kau di sini? Seingatku tadi aku hanya sendirian. Kapan kau datang?"
"Em belum lama kok. Mungkin sekitar tiga atau empat menit yang lalu," jawab Juria.
"Benarkah?"
"Ah, lupakan hal itu dulu. Sekarang cepat jawab aku. Kau di mana semalam? Kenapa tiba-tiba hilang? Tahu tidak! Aku dan teman-teman yang lain hampir saja melaporkan berita kehilanganmu ke kantor polisi. Kau ke mana? Cepat jelaskan!"
(Matilah! Aku harus menjawab apa sekarang? Kalau Juria tahu aku telah melakukan hubungan one night stand dengan pria asing, dia pasti akan langsung membully-ku habis-habisan)
Juria menatap seksama pada Ailen yang malah gelisah seperti orang ketakutan. Sebenarnya dia juga takut, tapi berusaha disembunyikan untuk mengamankan diri. Terkesan jahat memang, tapi menurut Juria ini perlu dilakukan mengingat ada pepatah yang mengatakan agar tidak menyinggung orang pendiam. Biasanya reaksi orang tersebut akan sangat mengerikan. Jadi untuk sementara dia akan menginterogasi Ailen terlebih dahulu untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi tadi malam.
"Oya, Juria. Kenapa kau bisa ada di sini? Tidak masuk kerja?" tanya Ailen tiba-tiba mengalihkan pembicaraan. Telah dia putuskan untuk tetap merahasiakan apa yang terjadi pada dirinya. Tak apa hilang keperawanan, toh hanya dia dan pria itu saja yang tahu. Jadi masih aman.
"Ck, kau ini bagaimana sih. Sampai tiga hari ke depan kita mendapat bonus libur dari rumah sakit. Lupa?" jawab Juria seraya berdecak pelan.
"Benarkah? Wahh, sepertinya efek alkohol belum benar-benar hilang dari tubuhku. Hehehe,"
Juria mendekatkan wajah. "Ailen, aku tahu kau sedang mengalihkan pembicaraan. Kenapa? Rahasia apa yang sedang kau coba tutupi dariku?"
Ailen langsung membuang muka saat Juria kembali mencecarnya. Apapun yang terjadi, temannya ini tidak boleh mengetahui kejadian semalam. Selain karena malu, juga karena takut dibully. Selama ini Ailen tak pernah terlibat dengan lawan jenis. Dan sekalinya terlibat, keperawanannya langsung hilang. Ailen sangat takut dirinya akan disebut sebagai wanita munafik dan j*lang yang sok jual mahal.
"Kau dibungkus dan dibawa ke hotel oleh lelaki tua berperut buncit ya?" selidik Juria sambil menyipitkan mata.
"A-APAA??!"
"Hei, kenapa kau berteriak? Jangan bilang dugaanku benar kalau semalam kau telah .... "
Plaaakkk
Geraham Juria hampir geser ke tengah saat Ailen tiba-tiba menamparnya. Alih-alih marah, dia malah semakin yakin kalau temannya ini memang benar telah dibungkus. Sambil mengusap pipinya yang sedikit kebas, Juria kembali melayangkan pertanyaan. "Kasar sekali kau jadi perempuan. Tapi reaksimu cukup menjadi jawaban kalau dugaanku memang benar. Iyakan?"
"K-kau jangan bicara sembarangan ya. Aku ... aku tidak dibungkus oleh siapa pun, apalagi manusia busuk berperut buncit. Tidak mungkin terjadi."
Tentu tidak akan terjadi karena orang yang telah merenggut keperawanannya memiliki paras yang sangat luar biasa tampan. Mengingat deru napas pria itu tiba-tiba membuat pikiran Ailen kembali blank.
"Lalu kalau tidak dibungkus kenapa kau bisa hilang?"
"Aku ... aku tersesat. Ya, aku tersesat."
"Tersesat?"
"Ya."
"Seorang dokter bisa tersesat?" Juria menyeringai. "Kau pikir aku akan percaya begitu saja? Ailen-Ailen, kau ini kenapa lucu sekali sih. Setidaknya carilah alasan yang tepat jika ingin berbohong. Haha,"
Merasa terpojok, Ailen memilih untuk beranjak dari sana. Tubuhnya begitu lelah, ingin istirahat. Meladeni ketengilan Juria sama artinya dengan dia menggali lubang kubur sendiri. Jadi lebih baik kabur saja sebelum kelakuan wanita ini semakin menjadi.
"Larilah sejauh mungkin, Ailen. Semakin kau jauh, semakin aku yakin ada sesuatu yang telah terjadi tadi malam. Juga dengan kissmark di lehermu. Ckck, aku jadi penasaran apa yang sudah orang itu lakukan pada perawan ting-ting yang gila kerja sepertimu," ujar Juria seraya mengusap dagu. Tak mau membiarkan mangsa lepas begitu saja, dia segera berlari menyusul Ailen yang terlihat aneh saat berjalan. Seperti ada sesuatu yang mengganjal di bagian bawah perutnya.
(Uhhh sialan! Apa yang dilakukan pria itu sampai aku sulit berjalan? Mana Juria ada di belakangku pula. Dia pasti menyadari cara berjalanku yang aneh. Huh!)
Sambil tersenyum tidak jelas, Juria terus memperhatikan langkah Ailen yang pelan dan terkesan hati-hati sekali. Dalam hati dia berucap, ada gunanya juga mencampurkan obat perangsang ke dalam minuman Ailen tadi malam. Karena jika ide nakal itu tak melintas di kepalanya, sampai mati pun dirinya tidak akan pernah bisa melihat kejadian lucu seperti ini.
"Apa yang sedang kau tertawakan?" tanya Ailen risih dengan cara Juria menatapnya. Dia lalu mengepalkan kedua tangan saat rasa nyeri begitu kuat mendera ketika bagian bawah sana saling bergesek. Rasanya ingin menangis, tapi takut ketahuan.
"Sebenarnya kau itu tersesat di mana sih. Kok begitu pulang langsung sulit berjalan. Biasanya yang seperti ini adalah pengantin yang baru pecah perawan. Jadi penasaran aku," tanya Juria dengan santai memancing Ailen agar bicara. Rasa takut akan ketahuan tak lagi mendominasi pikiran. Satu yang Juria inginkan, mengetahui dengan siapa Ailen bermalam.
"Buang rasa penasaranmu jauh-jauh. Cara berjalanku jadi seperti ini karena tadi pagi aku jatuh di kamar mandi saat ingin muntah. Puas?!" jawab Ailen sambil menahan dongkol.
"Benarkah? Kok aku tidak percaya ya?"
"Terserah mau percaya atau tidak. Itu bukan urusanku."
"Masa?" Juria membungkuk kemudian berbisik di samping telinga Ailen. "Yakin kau tersesat dan jatuh di kamar mandi? Bukan karena dibungkus oleh seorang pria kemudian bercinta sampai pagi?"
Ailen berhenti melangkah. Dia lalu menatap sengit ke arah Juria. Apakah memotong lidah manusia termasuk tindak kejahatan? Oh Tuhan, tebakan wanita nakal ini tidak ada yang meleset. Hiksss.
***