NovelToon NovelToon
Istri Dari Ketua Geng Motor

Istri Dari Ketua Geng Motor

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikah Kontrak / Cinta Paksa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:16.6k
Nilai: 5
Nama Author: Laura Putri Lestari

Air mata terus mengalir dari sepasang bola mata abu-abu yang redup itu. Di dalam kamar sempit yang terasa semakin menyesakkan, Aria meringkuk, meratapi nasib yang menjeratnya dalam belenggu takdir yang tak pernah diinginkannya. Aria, gadis polos nan culun, begitu pendiam dan penurut. Orang tuanya memaksanya untuk menikah dengan anak dari bos ayahnya, sebagai jalan keluar dari kejahatan sang ayah yang telah menggelapkan uang perusahaan. Aria tidak berani menolak, tidak berani melawan. Ia hanya bisa mengangguk, menerima nasib pahit yang seolah tak ada ujungnya.

Tanpa pernah ia duga, calon suaminya adalah Bagastya Adimanta Pratama, lelaki yang namanya selalu dibicarakan di sekolah. Bagastya, si ketua geng motor paling ditakuti se-Jakarta, pemimpin SSH yang tak kenal ampun. Wajahnya tampan, sorot matanya dingin, auranya menakutkan. Dan kini, lelaki yang dikenal kejam dan berbahaya itu akan menjadi suami dari seorang gadis culun sepertinya. Perbedaan mereka bagaikan langit dan bumi—mustahi

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Laura Putri Lestari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Club Malam

Hubungan antara Aria dan Bagastya semakin merenggang setelah pertengkaran malam itu. Meskipun mereka mencoba untuk berkomunikasi dengan baik, perasaan mereka tetap terdistorsi oleh kesalahpahaman dan rasa canggung. Bagastya masih memegang teguh rencananya untuk mengembalikan Aria ke Marco setelah MArco melunasi hutangnya, dia berniat semakin menjauhkan diri dari Aria. Dia merasa bahwa semakin dekat dengan Aria, semakin sulit baginya untuk melepaskannya nanti.

Bagastya masih terjebak dalam hubungan dengan Vanessa, pacar yang sulit ia lepaskan, meskipun sudah ada Aria di sisinya. Aria merasa semakin terjebak dalam situasi sulit ini, tidak tahu harus berbuat apa untuk menyelamatkan pernikahannya.

Hari itu, geng motor SSH mengadakan pesta di sebuah klub malam yang biasa mereka gunakan. Pesta tersebut diadakan untuk merayakan ulang tahun salah satu anggota geng. Karena besok hari Minggu, mereka semua berencana untuk minum banyak dan bersenang-senang malam ini. Bagastya, sebagai ketua geng motor itu, telah menyewa dan menyiapkan segala keperluan untuk pesta tersebut.

Malam itu, Ketika Bagastya tiba, suasana klub penuh dengan lampu neon yang berwarna-warni musik keras yang menggetarkan dinding, dan aroma alkohol yang kuat memenuhi ruangan. Para anggota geng sudah mulai berkumpul, beberapa dari mereka menari di lantai dansa sementara yang lain duduk di bar, meneguk minuman mereka dengan ceria. Vanessa and the geng, hadir dengan senyum manis dan pandangan penuh rasa percaya diri. Dia tahu betul bahwa dia masih punya tempat khusus di hati Bagastya, meskipun lelaki itu sekarang sudah menikah dengan Aria.

Bagastya berjalan memasuki klub dengan langkah mantap, auranya yang dingin namun memikat menarik perhatian banyak orang. Ia disambut dengan sorak sorai dari anggota gengnya, menunjukkan rasa hormat mereka kepada pemimpin mereka. Bagastya hanya memberikan anggukan singkat, lalu berjalan ke arah bar dan memesan minuman.

Di tengah keramaian, Yuda mendekatinya dengan cengiran lebar di wajah. "Bang, Gua kira lo gak bakal dateng. lo nggak Bawa Aria kesini ? Dari pada sia sendirian di rumah" Yuda bukan hanya salah satu angota geng saja tapi dia merupakan sepupunya, Wajar saja jika dia mengetahui tentang pernikan dirinya dengan Aria.

Bagastya hanya mengangkat bahu. "Nggak. Tempat kayak gini nggak cocok buat dia."

Yuda terkikik pelan. "Tapi dia istri lo. Lo nggak takut dia mikir yang nggak-nggak?"

Bagastya menghela napas," lo kira gua peduli, gua sama dia itu nikah cuma karena di jodohkan, jadi bukan hak dia buat ikut campur dalam urusan gua." Ucapnya datar.

Vanessa yang sedari tadi mendengar percakapan itu, segera mendekat dengan senyum khasnya. "Bagas, kamu kelihatan stres banget. Gimana kalau kita minum bareng? Kita bisa santai, seperti dulu."

Bagastya menatap Vanessa sejenak sebelum mengangguk. "Boleh. Malam ini buat bersenang-senang, kan?"

Vanessa menarik Bagastya ke bar, di mana mereka mulai memesan minuman. Sambil bercakap-cakap, mereka tertawa bersama, mengingat masa-masa lalu yang menyenangkan. Bagastya mencoba melupakan masalah rumah tangganya sejenak, tapi dalam hati kecilnya, dia tahu bahwa masalah ini tidak bisa dihindari selamanya.

Di sudut lain klub, terdapat Yuda dan Seno yang juga merupakan sepupu dari Bagastya, mereka berdua mengamati Kedua sejoli itu dengan pandangan penasaran.

"Yud, coba deh lo pikir gimana perasaan Aria, kalo dia ada di sini," ucap Seno.

Gibran mengangkat bahu. "Nggak tahu deh. Bener apa yang Bang Bagas bilang, Kak Aria gak boleh di sini. Tapi kayanya bang Bagas juga lagi puyeng mikirin ini semua. Di satu sisi dia punya istri, di sisi lain ada Vanessa sebagai pacarnya yang masih nempel terus."

Setelah beberapa waktu, Vanessa dan Bagastya keluar ke balkon untuk menghirup udara segar. Vanessa mendekatkan diri ke Bagastya, matanya memandang tajam ke arah lelaki itu.

"Bagas, kamu masih ingat nggak, dulu kita sering ke tempat kayak gini?" tanya Vanessa sambil tersenyum manis.

Bagastya mengangguk, mengenang masa-masa lalu mereka. "Iya, aku ingat. Dulu kita sering banget keluar bareng."

Vanessa tertawa kecil sebelum memandangnya lebih serius. "Bagas, aku tahu sekarang kamu udah nikah sama Aria, tapi… apa kamu bener-bener bahagia sama dia?"

Pertanyaan itu membuat Bagastya terdiam sejenak. "Gue nggak tahu, Van. kepala aku pusing mikirin ini semua."

Senyum Vanessa perlahan memudar mendengar nada bicara Bagastya yang mulai berbeda. Bagastya dulunya selalu memanggilnya dengan sebutan sayang, babe, atau lainya. tapi sekarang laki-laki itu malah memanggil namanya. Apakah sekarang Vanessa harus menyerah dan membiarkan Bagastya bahagia bersama Aria. Vanessa menggeleng kuat, dia tidak akan sanggup jika di tinggali oleh kekasihnya ini.

Vanessa menatap Bagastya lalu tersenyum tipis, dia menyentuh lengan Bagastya dengan lembut. "Aku ngerti, Bagas. Terkadang kita harus buat keputusan yang bikin kita bahagia. Kalau kamu butuh seseorang buat curhat atau pengen jauh dari masalah, aku selalu ada buat kamu."

Bagastya menatap Vanessa, hatinya dipenuhi keraguan. Sebelum dia sempat menjawab, salah satu anggota geng memanggil mereka kembali ke dalam untuk melanjutkan pesta.

"Kita masuk lagi?" tanya Bagastya, mencoba mengalihkan pikiran.

Vanessa mengangguk. "Ayo, malam ini kita bersenang-senang."

Mereka kembali ke dalam klub, namun pikiran Bagastya tetap kacau. Dia tahu masalah antara dirinya, Aria, dan Vanessa semakin rumit. Meskipun malam itu seharusnya untuk bersenang-senang, beban di hatinya semakin berat. Bagastya memutuskan untuk menyenangkan pikirannya dengan minum banyak malam ini.

Di Apartemen, Aria menunggu dengan perasaan gelisah, sesekali dia melihat ponselnya menunggu pesan dari suaminya itu. Jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam, tetapi Bagastya belum juga pulang. Pikirannya dipenuhi oleh berbagai kekhawatiran. Apa yang terjadi pada suaminya? Mengapa ia tidak mengabari sama sekali? Aria tahu Bagastya sedang dalam keadaan sulit, terutama dengan Vanessa yang masih ada di hidup mereka, tetapi ia tidak menyangka Bagastya akan sejauh ini mengabaikannya.

Saat Aria hendak kembali ke kamar, tiba-tiba terdengar suara ketukan keras di pintu apartemen. Aria cepat-cepat menuju pintu dan membukanya. Betapa terkejutnya dia saat melihat Yuda dan Soni berdiri di depan pintu, dengan Bagastya yang terhuyung-huyung di antara mereka, jelas sekali dalam keadaan mabuk berat.

"Kak Aria, tolong minggir sebentar, kami mau bawa Bang Bagas ke kamar, Sekarang dia nggak bisa jalan sendiri," ujar Yuda dengan berusaha menahan berat badan Bagastya yang dia pikul.

Aria tertegun sejenak, sebelum dengan cepat menyingkir untuk memberi mereka jalan masuk. "Ya ampun, Bagas... Kenapa dia bisa sampai seperti ini?" Aria bertanya cemas, meski dalam hatinya sudah tahu jawabannya.

Soni dan Yuda membawa Bagastya ke kamar tidur, lalu menidurkannya di atas kasur dengan hati-hati. Aria mengikuti di belakang, tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya. Bagastya menggumam tidak jelas, matanya setengah tertutup, dan tubuhnya terkulai lemas di atas kasur.

"Dia minum terlalu banyak," kata Soni, mencoba menjelaskan. "Maaf, kita nggak bisa jaga dia dengan lebih baik."

Aria hanya mengangguk, wajahnya pucat. "Terima kasih sudah mengantarnya pulang. Aku akan urus sisanya."

"Kak Aria, maaf banget, tapi kita juga nggak bisa pulang sekarang," kata Yuda dengan suara agak serak. "Kita juga minum tadi, tapi nggak separah Bang Bagas kok. Boleh nggak kita numpang nginap di sini malam ini?"

Aria menatap Yuda dan Soni sejenak sebelum mengangguk pelan. "Ya, nggak apa-apa. Tapi kalian tidur di ruang keluarga ya, gak papa? soalnya kami cuma punya satu kamar." jawabnya dengan nada yang masih cemas.

Bukanya Mendengar jawaban dari kedua adik sepupu suaminya itu. dia malah mendengar gumaman tak jelas dari Bagastya. Mendengar itu Yuda dan Soni menggaruk tengkuknya yang tidak gatal merasa malu.

"Maaf ya, Kak. Bang Bagas memang lagi banyak pikiran, makanya dia minum banyak."

Aria mengangguk pelan, meskipun hatinya berat. "Nggak apa-apa, Yuda. Aku berterimakasih banget sama kalian berdua karena sudah ngantar Bagas pulang."

"Eh tunggu sebentar," Aria berjalan ke arah kasur, dia membuka laci yang berada di bawah kasur lalu memberikan Yuda dan Soni masing masing banatl dan selimut. Aria merasa beruntung karena sofa yang berada di ruang keluarga itu besar, bahkan jika di bawa tidur untuk satu orang itu sangat muat.

Yuda dan Soni lalu mengangguk dan berjalan keluar dari kamar tidur dan menuju ruang tamu untuk beristirahat. Mereka segera menjatuhkan diri di sofa dan mencoba tidur. Aria, sementara itu, kembali ke kamar untuk merawat Bagastya. Ia mengambil ember berisi air dingin dan handuk dari dapur, lalu mulai mengelap wajah suaminya dengan lembut.

"Kenapa kamu harus seperti ini, Bagas?" bisik Aria dengan suara gemetar, air mata mulai mengalir di pipinya. "Kenapa kamu nggak cerita apa yang sebenarnya kamu rasakan?"

Setelah mengganti pakaian Bagastya dengan yang lebih nyaman, Aria duduk di samping tempat tidur, menggenggam tangan suaminya yang hangat. Perasaannya semakin campur aduk. Ia tahu hubungan mereka sedang berada di ujung tanduk, dan malam ini hanya mempertegas ketidakpastian itu.

Setelah mengelap wajah suaminya dengan kaian basa, Aria berjaan menuju sofa tempatnya tidur lalu menidurkan diri di sana. Aria menutup matanya mencoba mencapai alam mimpinya. Malam itu terasa panjang dan penuh kegelisahan bagi Ariat. Aria hanya bisa berharap bahwa ada jalan keluar dari masalah ini, meskipun ia tahu tidak akan mudah memperbaiki apa yang sudah terlanjur retak.

--

1
JoddyRizka Permana Putra
baik
Retno Harningsih
up
Neneng Dwi Nurhayati
kak buat Aria pergi jauh dari Bagas,kasian
Nabila
jangan berharap dengan orang yang gak mengerti dengan perasaanmu aria, carilah orang yg benar benar sayang kamu , bagastya pasti akan menyesal menyakiti cewek sebaik kamu
Erma Triwiyatmi
Luar biasa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!