“Jangan meremehkan seorang wanita, karena marahnya seorang wanita akan membawa kehancuran untukmu!”
~Alatha Senora Dominic~
🍁
Wanita yang kehadirannya tak diinginkan. Ia diabaikan, dikhianati bahkan hidupnya seolah tengah dipermainkan.
Satu persatu kenyataan terbuka seiring berjalanya waktu.
“Aku diam bukan berarti lemah! Berpuas dirilah kalian sebelum giliran aku yang membuat kalian diam.”
Kisah rumit keluarga dengan banyak konflik dan intrik yang mewarnai.
Simak kisah hidup seorang Alatha Senora Dominic di sini 💚
*
Mature Content.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mei-Yin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 6 Luka teramat
Mansion Dominic.
Terlihat suasana di mansion Dominic masih saja tegang walaupun Atha telah meninggalkan tempat ini.
Ben, Hana, Arabella dan Serin duduk dihadapan Axton dengan tenang, tak ada raut cemas atau rasa bersalah sama sekali.
Wajah tua Axton memerah menahan segala amarah di dada. Ia tak boleh terlampau emosi atau jantungnya akan kambuh.
“Apa yang ingin kau katakan suamiku?” tanya Arabella membuka suara.
Wanita tua yang sangat dicintai ternyata sangat kejam dan licik. Axton tak menyangka bahwa istrinya bisa berbuat seperti ini.
Axton menarik nafas panjang. “Kenapa kalian melakukan ini kepada Ala, apa salahnya?”
Ben terkekeh pelan. “Papa tanya apa kesalahannya? Papa ..., Tidak lupa ‘kan jika penyebab kematian Xander adalah karena wanita jalaang itu dan anaknya. Kedua wanita sial itulah yang membuat kami membencinya.”
“Itu sudah takdir, Ben. Bukan salah Ayumi atau Ala.”
“Tapi wanita jaalang itu yang telah menjebak Xander. Lihatlah setelah kehadirannya kita harus kehilangannya.”
“Berhenti menyebutnya jaalang! Ayumi itu istri Kakakmu.”
“Bahkan aku tidak mengakui wanita jaalang itu sebagai menantuku, Ben. Berhenti membelanya! Kedua wanita itu adalah kesialan terbesar keluarga kita.”
Arabella menatap suaminya dan menggeleng pelan. Ia masih tak mau mengakui kehadiran Atha atau mendiang Ayumi.
“Dia istri anakmu, Bella. Dan yang kau sebut sialan adalah cucumu. Ala adalah cucu kita.”
“Sampai kapanpun cucuku hanyalah Serin, bukan anak jaalang itu.”
Arabella bangkit dari tempatnya duduk dan pergi meninggalkan ruang keluarga. Axton hanya menatap kepergian sang istri dengan mata yang berkaca-kaca.
Ia mencoba menarik nafas dalam-dalam, kenapa keluarganya sendiri tega melakukan ini. Mempermainkan hidup seseorang demi ambisi untuk menyingkirkannya.
“Sudahlah ..., Percuma bicara dengan kalian!”
Axton bangkit dari tempatnya dan melangkah meninggalkan ketiga orang tersebut.
Hana menatap suaminya. “Lalu setelah ini kita harus bagaimana, Papa?”
“Apa?”
Serin menyeringai. Kemudian ia mendekat ke arah kedua orangtuanya. “Tentang Atha?”
Hana mengangguk. “Apa kau masih ingin berbagi dengan wanita itu?”
“Berbagi apa? Jeremy? Dia hanya mencintaiku,” ucap Serin penuh percaya diri. “Biarkan Jeremy menyiksa Atha hingga wanita itu enggan untuk hidup.”
“Tapi bagaimana denganmu?”
“Aku masih tetap menjadi istri pertama Jeremy dan akulah yang akan mengendalikan Jeremy untuk menyiksa Atha. Aku ingin membuatnya putus asa dan biarkan dia memilih mati daripada harus hidup.”
“Mama hanya takut suamimu berubah pikiran.”
Serin menggelengkan kepala. “Aku pastikan itu tidak akan terjadi, Ma. Hidup Jeremy hanyalah untukku, begitu juga aku. Aku mencintai Jeremy, sangat!”
Hana tersenyum lebar dengan ucapan putrinya. “Kau memang hebat!”
Hebat menghancurkan hidup seseorang dan mempermainkannya.
*
Di dalam ruang kerjanya Axton menatap sebuah potret keluarganya.
Keluarga lengkap dimana masih ada Xander dan Ayumi, orang tua kandung Atha.
Tangannya terulur membelai potret tersebut.
“Maafkan Papa yang tak bisa menjaga anakmu dengan baik.”
Air mata leleh membasahi pipi Axton. Sebagai pemimpin keluarga ia seolah gagal mendidik istri dan anaknya.
Axton mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi Atha.
Sudah tiga kali dering namun tak dijawab. Ia mencoba menghubungi pelayan setia Atha. Hanya butuh satu kali dering panggilan itu tersambung.
“Ya Tuan besar.”
“Dimana Ala, kenapa dia tidak menjawab panggilanku?”
Cukup lama Arsy terdiam, hanya helaan napas yang terdengar.
“Arsy?”
“Nona Atha ada di kamar bersama dengan Tuan Jeremy!”
“Ada apa?”
“Kami tidak jadi pergi, Tuan.”
“Kenapa?” ulang Axton dengan cemas.
“Tuan bisa bicara dengan Nona saja. Saya tidak berhak menjelaskan.”
Axton menarik nafas panjang. “Baiklah.”
Setelah itu Axton memutuskan panggilan. Perasaannya tidak tenang. Semoga tidak terjadi hal buruk pada cucunya.
Bahkan sampai saat ini Axton tidak pernah tahu apa yang telah dilakukan Jeremy pada Atha.
Andai saja Axton tahu jika Jeremy sering menyiksa cucunya mungkin saja lelaki tua itu akan mendatangi Jeremy dan langsung membawa Atha pulang.
Namun disini lagi dan lagi Atha yang harus berkorban. Ia bertahan demi seseorang yang sangat disayangi, untuk melindungi Axton dari segala jerat hukum yang ingin mengancamnya.
*
Mansion Renner.
Suasana mansion terasa tegang dan mencekam. Kemarahan Jeremy kepada Atha berimbas kepada semua pelayan.
Arsy hanya berjalan mondar mandir di depan kamarnya dengan cemas. Pasalnya ketika Atha masuk ke dalam kamar utama tak lama Jeremy juga masuk ke dalam sana.
Arsy takut Jeremy melakukan hal buruk, walaupun ia sering melihat Atha diperlakukan tak baik namun kali ini sedikit berbeda.
Ia takut keras kepala Atha membuat Jeremy murka dan entahlah, ia tak mau membayangkan apapun.
Di kamar utama Jeremy duduk diam menatap Atha yang kini berdiri di ujung balkon.
Lelaki itu hanya menatap punggung Atha dengan datar.
“Masuklah!” ucapnya dengan suara berat.
Atha yang mendengar nada perintah langsung masuk kembali ke kamar tanpa protes.
“Ada apa?” tanya Atha tanpa ekspresi apapun. Ia menatap suaminya datar, tak ada lagi kelembutan dari nada bicaranya.
Jeremy tersenyum miring mendengar ucapan istrinya. “Sudah berani melawan rupanya.” ucapnya dengan nada mengejek.
Atha menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya pelan.
“Sepertinya Faiz Jeremy Renner yang ku kenal tak terlalu suka berbasa-basi, apalagi bicara yang tidak penting. Langsung saja ke intinya!”
Kalah telak Jeremy terdiam mendengar ucapan Atha yang memang benar. Lebih aneh lagi ia tak suka dengan ucapan Atha yang seolah menantangnya.
Brak!
Jeremy menendang meja yang ada di hadapannya.
“Kau pikir siapa dirimu hah? Rupanya kau sudah mulai menjadi wanita pembangkang rupanya.”
“Karena kau bukan suami yang patut aku hormati. Kau tak lebih dari lelaki menjijikkan yang buta akan cinta.”
Plak!
“Lancang!”
Tangan Jeremy menampar pipi Atha hingga sudut bibirnya berdarah.
“Bukannya memang begitu adanya? Aku bicara kenyataan. Kau, lelaki yang menjijikan. Disini kau menikmati tubuhku dengan buas, sedangkan di tempat lain kau memuaskan istrimu yang lain. Kau tak ubahnya seperti gigolo yang menjadi piala bergilir.”
Ucapan Atha yang tajam membuat Jeremy semakin murka. Wajah tampan lelaki itu merah padam dengan rahang yang mengeras.
Bruak!
Prang!
Tangan besar Jeremy mendorong Atha hingga ia memecahkan guci yang menggores tangan dan kakinya.
Ekspresi Atha datar, ia menatap Jeremy tak kalah tajam.
Apa yang di lakukan Atha membuat Jeremy semakin tak bisa mengendalikan diri. Dengan tangan besarnya ia menyeret Atha ke arah kamar mandi.
Sedikit meringis menahan perih di tubuhnya, Atha tak lagi menangis. Baginya sia-sia saja ia menangis dan bersedih, takdir telah kejam mempermainkan hidupnya.
Terjebak bersama seorang lelaki kejam berhati iblis yang setiap waktu menyiksa hati dan batinnya. Jangan tanya bagaimana hancurnya seorang Alatha Senora Dominic, ia bagaikan raga tanpa jiwa. Hatinya membeku dengan setiap perlakuan Jeremy selama ini.
Satu tahun pernikahan mengantarkannya pada penderitaan yang tak berkesudahan.
Ia selalu berharap pada Tuhan untuk membawanya pergi, namun kenyataannya Tuhan tak membiarkan itu terjadi.
Fakta menyakitkan lainnya semakin membuat ia seolah kehilangan semangat hidup.
Bruk!
Jeremy mendorong Atha sampai kepalanya menabrak bath up.
“Argh.”
Atha memegang keningnya yang berdarah. Wajahnya terlihat sangat menyedihkan namun ia tetap membisu. Ia tak mau memohon ampun kepada lelaki ini.
Dengan kasar Jeremy mendorong tubuh Atha hingga tepat berada di bawah guyuran shower.
Air panas yang mengucur tubuhnya begitu menyakitkan dan perih ketika melewati beberapa bagian tubuhnya yang tergores.
Dengan wajah bengis Jeremy hanya menatap datar pemandangan itu. Ia sedang menunggu wanita ini untuk memohon di kakinya.
Tiga puluh menit kemudian.
Atha masih setia diam dengan kebisuannya, ia memejamkan mata menahan rasa sakitnya sendiri. Air yang membasahi tubuhnya sedikit menyamarkan tetesan cairan bening yang lolos dari matanya.
Ia tak lagi bisa menahannya lagi. Tubuh Atha terlalu lemah.
Sedangkan Jeremy masih menatap Atha datar. Ia masih menunggu untuk sebuah permohonan.
“Masih mau bertahan?” tanyanya dengan nada mengejek.
Atha tak menanggapi. Ia hanya sedikit melirik melalui ekor matanya.
“Aku berharap Tuhan mengambil nyawaku untuk saat ini.”
Setelah mengucapkan itu Atha memejamkan mata dengan bayangan dua orang paruh baya yang mengulurkan tangan ke arahnya.
Bruk!
🍁
Bersambung...