NovelToon NovelToon
Keluarga Untuk Safina

Keluarga Untuk Safina

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Menikah Karena Anak / Ibu Tiri / Istri ideal
Popularitas:4.5k
Nilai: 5
Nama Author: Windersone

Secara kebetulan aku bertemu dengan keluarga kecil itu, hadir sebagai seorang istri terutama ibu pengganti untuk anak pria itu yang berstatus duda saat menikahiku.

Sungguh berat ujiannya menghadapi mereka, bukan hanya satu, tapi empat. Namun, karena anak bungsunya yang paling menempel padaku, membuatku terpaksa bersabar. Mungkinkah aku akan mendapatkan cintanya mereka semua? Termasuk Ayah mereka?

Kami menikah tanpa cinta, hanya karena Delia, anak bungsu pria itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Windersone, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tersebar

🌻🌻🌻

Sulit mencari gadis itu yang tidak tahu entah di mana. Brian dan aku berjalan di tepi jalan tanpa tujuan dengan mata mencari-cari sampai baru sadar sudah satu kilometer kami berjalan dari rumah. Sejenak kami berhenti sambil berpikir, di mana gadis itu? Seorang bocah laki-laki pengamen usia sepuluh tahun menghampiri kami, bernyanyi sambil memainkan ukulelenya dengan tangan menyodorkan plastik untuk kami isi. Brian mengeluarkan uang dari saku celananya dan memasukkannya ke plastik tersebut. Selain tampan dan seorang polisi, Brian orang yang dermawan. 

Terlintas sebuah ide di benakku. Mengingat bocah itu mengamen di pinggir jalan dan pastinya sudah menelusuri jalan, besar kemungkinan bocah itu bisa melihat Shani. Foto Shani aku tunjukkan, bertanya kepada mengenai keberadaan gadis itu yang mungkin dilihatnya. 

“Tidak salah tadi dia di jembatan,” kata coba laki-laki itu sambil mengarahkan jari telunjuk ke arah jembatan yang jaraknya sekitar seratus meter dari posisi kami. 

“Terima kasih,” ucapku dan melanjutkan perjalanan menuju jembatan dengan Brian mengikutiku. 

Benar saja, Shani di sana dan gadis itu sedang berdiri di samping jembatan dengan pandangan mengarah ke bawah, di mana air mengalir deras. Brian menahanku yang hendak memanggil gadis itu. 

“Jika kamu memanggilnya, dia bisa saja bertindak gegabah seperti ikan yang dikagetkan,” jelas Brian. 

Kami melangkah pelan dengan kompak menghampiri Shani dengan langkah suara yang kami jaga. 

“Kamu sedang apa di sini?” tanyaku setelah berdiri di samping Shani yang menangis terisak-isak. 

“Semua gara-gara kamu. Semua orang sudah tahu masalah itu. Mereka akan mengejekku, mereka akan mengolok-olokku,” ucap Shani dengan suara tinggi, marah kepadaku. 

“Bukannya memarahi Bu Fina, seharusnya kamu berterima kasih,” sahut Brian. 

“Pak …!” tegurku, menyuruh pria itu untuk tidak berbicara dan ikut campur dulu antara aku dan Shani. “Mengapa kamu di sini? Jika ada masalah, jangan begini, jangan sampai membuat orang-orang di rumah bersedih. Kamu bisa membicarakannya dengan kami,” ucapku, berusaha menenangkannya. 

Gadis itu memperhatikanku dan Brian dengan sorot mata tajam, lalu berlari kecil meninggalkan keberadaan kami, mungkin berjalan ke arah rumah. Brian dibuat menggeleng dengan sikap tidak sopan gadis itu terhadapku dan aku mengumbar senyuman, it's okay, ini bukan masalah besar.

Kami berdua kembali berjalan menuju rumah. Badanya,  langkah kami lebih santai, tidak secepat tadi yang kucar-kacir mencari gadis itu karena aku yakin Shani pasti kembali ke rumah dengan selamat. Selama perjalanan, Brian menceritakan komunikasi yang terjadi antara polisi dan kedua orang tua siswi yang membully Shani, memberitahuku lebih jelas mengenai masalah itu.

“Lalu, video itu?” tanyaku, berhenti berjalan di depan gerbang rumah.

“Mungkin saja salah satu dari siswi itu yang menguploadnya.” Brian mengungkapkan dugaannya, yang aku rasa juga begitu.

Sejenak suasana jadi hening, kami sama-sama bergelut dengan pikiran masing-masing. Dalam keheningan tersebut, sesuatu terasa menjalar di kakiku. Ulat bulu berukuran besar telah menaiki kakiku dan itu membuatku terperanjat kaget, sontak langsung mendekati Brian dengan kedua tanganku menggenggam erat baju sisi bagian kanan dan kirinya dari depan. Pria itu aku minta untuk menanggalkan binatang kecil berbulu itu dengan perasaan diburu oleh rasa geli. Sungguh, aku terlihat lemah saat itu. Brian sampai tertawa ringan melihat tingkahku yang heboh sendiri.

“Tunggu,” tahan Brian dan aku diam.

Pria itu merundukkan tubuh dan menjentik ulat bulu itu dari punggung kakiku dengan santai.

“Lihat! Aku sudah bilang kalau dia bukan wanita baik-baik,” ucap Shani yang tiba-tiba sudah berada di depan gerbang bagian dalam bersama seluruh anggota keluarga.

Kakiku melangkah mundur beberapa langkah, menjauhkan posisi dari Brian setelah melepaskan baju pria itu yang aku genggam erat sebelumnya.

Mas Lintang menatapku dengan wajah datar, beralih menatap Brian dalam keheningan yang terasa untuk sesaat. Shani mengambil ponselnya yang ada di tanganku, memainkan ibu jarinya di layar ponsel tersebut, dan memperlihatkan sesuatu yang tidak aku tahu kepada Mas Lintang. Kembali pria itu menatapku dengan ekspresi mulai tidak nyaman untuk dilihat. Sorot matanya menyiratkan sesuatu buruk dari diriku. Situasi itu benar-benar membuatku bingung dan melirik Brian karena besarnya rasa bingung itu. Pria yang berdiri di sampingku itu pun menunjukkan ekspresi yang sama denganku. 

“Kenapa?” tanyaku, memperhatikan wajah mereka satu-persatu, yang menunjukkan ekspresi berbeda, mulai dari tatapan tajam pada ketiga anak Mas Lintang, termasuk ekspresi datar di wajah Delia dan Bu Sulis, sedangkan Mas Lintang menatapku cukup dalam, seperti menerawang sesuatu dariku. 

“Kenapa Ayah masih diam saja? Seharusnya Ayah mencarikan dia!” Shani terlihat berusaha untuk memprovokasi Mas Lintang.

“Maksud kamu apa, Shani?” tanyaku, ingin mengetahui kejelasan dari situasi yang terjadi. 

Mas Lintang hanya diam, pria itu berjalan menuju rumah tanpa memberikan penjelasan. Dari sikapnya, suamiku itu marah. Ketika Shani lengah, aku gapai gawai yang tadi diambilnya, fotoku dan Brian di kafe siang tadi terlihat di layar ponsel tersebut. Sekarang aku mengerti, kesalahpahaman sedang terjadi. 

Ponsel tersebut aku kembali ke tangan Shani dan berjalan cepat ke dalam rumah. Kesalahpahaman itu harus aku jernihkan karena aku tidak mau disebut sebagai wanita murahan. 

Kamar menjadi tujuanku setelah memasuki rumah, aku melihat Mas Lintang memasukinya. Setelah membuka pintu, aku melihat pria itu duduk di diam di tepi kasur, tampak berpikir. 

“Mas …!” panggilku sambil menghampirinya, duduk di sampingnya. “Foto yang ditunjukkan Shani tidak benar. Aku dan Pak Brian hanya membicarakan tentang masalah Shani malam itu saja. Dua temannya yang ada di sekolah sering membully gadis itu, sering memeras Shani, bahkan mereka yang menyuruh preman itu menjual Shani ke bar,” terangku dengan nada membujuk. 

Pria itu langsung menoleh ke arahku, kaget mendengar penjelasanku. 

“Pak Brian juga datang ke sini untuk memberitahu keputusan dari masalah itu. Besok kedua orang tua gadis itu akan datang untuk minta maaf kepada Shani dan kita. Lalu, preman yang mereka suruh sudah ditangkap polisi. Karena mereka anak yang masih memiliki masa depan yang panjang, setelah berunding, polisi menetapkan hukum itu dengan denda yang harus mereka bayar. Maaf karena aku mengambil keputusan sendiri,” ucapku. 

“Tidak bisa. Mereka sudah menyebar luaskan video itu. Aku juga masih memiliki masa depan yang panjang, tapi mereka sudah merusaknya. Kalian merusaknya,” sahut Shani dengan volume suara keras dari pintu kamar. 

Gadis itu menangis dan meninggalkan posisinya. Ketika ingin mengejarnya, Mas Lintang menggenggam pergelangan tanganku, menahan untuk tidak mengejarnya. Pria itu yang keluar dari kamar, mungkin berbicara bersama Shani. 

Tubuhku tidak bisa berdiam diri di kamar, apalagi setelah mendengar suara keras Shani berbicara dengan Mas Lintang. Akhirnya aku keluar kamar dan berjalan mendekati kamar gadis itu, mendengar jelas semua kata-kata yang dilontarkannya seiring dengan suara tangis yang ikut aku dengarkan. Shani mengatakan ia tidak akan sekolah mulai esok hari karena tidak siap menanggung pertanyaan dan cara semua orang memandangnya. Ketakutan dan kekhawatirannya bisa aku mengerti, apalagi mental gadis itu sejak awal sudah buruk. 

1
Darni Jambi
bagus,mendidik
Ig: Mywindersone: Terima kasih.
🥰🥰
total 1 replies
LISA
ya nih penasaran jg..koq bisa yg menculik itu mengkambinghitamkan Fina..pdhl Fina yg sudah menolong Shani..
LISA
Moga dgn kejadian itu Shani sadar dan tidak memusuhi Fina lg jg mau menerima Fina sebagai Mamanya
Darni Jambi
upnya yg rutin kak,
Darni Jambi
kok ngak up2 to mbk ditungguin, bagus critanya
LISA
Ya nih Kak
LISA
Pasti ibunya anak²
LISA
Ya Kak..Fina bijak bgt..salut deh sama Fina..istri yg pengertian
LISA
Pasti ke rmhnya Delia
LISA
Aq mampir Kak
Rina Nurvitasari
semangat terus thor
Rina Nurvitasari
mampir dulu thor semoga ceritanya menarik dan bikin penasaran...

semangat terus rhor💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!