Alvaro rela mengorbankan mimpinya untuk menjadi seorang polisi demi sang istri. Dia bekerja keras di siang dan malam untuk bisa membiayai kuliah sang istri, sehingga akhirnya sang istri diterima bekerja sebagai manager di sebuah perusahaan raksasa.
Suatu hari, istrinya tanpa sengaja menabrak seseorang hingga orang tersebut meninggal. Alvaro rela menggantikan istrinya sehingga dia yang dipenjara, mengakui kesalahan yang sama sekali bukan dia perbuat.
Tapi dengan teganya sang istri berselingkuh dan meninggalkan Alvaro yang telah banyak berkorban untuknya.
Setelah keluar dari penjara, Alvaro bekerja menjadi seorang detektif swasta, mengandalkan kemampuannya dalam mengungkapkan banyak kasus.
Alvaro tak pernah bisa melupakan bagaimana perlakuan buruk mantannya terhadap dirinya, Alvaro berjanji akan membalas semua perbuatan mantan istri dan selingkuhannya, sehingga dia memanfaatkan adik ipar sang mantan sebagai pion rencana balas dendam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DF_14, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Dan akhirnya pernikahan Alvaro dan Joana pun telah resmi digelar, sebuah pernikahan yang sangat megah dan meriah, bahkan banyak pengusaha yang turut menghadiri pernikahan mereka.
"Benarkah sekarang ini aku sudah menikah?" Joana nampak melongo, rasanya dia tak percaya dengan jalan takdirnya, harus menikah dengan seorang pria yang tak tahu asal usulnya.
Joana mencubit lengannya sendiri, berharap semua ini hanyalah mimpi, tapi ternyata pernikahan dia dan Alvaro memang nyata adanya. Karena lengannya terasa sakit.
Alvaro hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku seorang gadis yang telah resmi menjadi istrinya itu. Kemudian mereka pun menyalami kembali para tamu undangan yang hadir ke aula pesta.
Tentu saja, telah ada dua hati yang terluka saat ini. Yaitu Bianca dan Dion. Bianca merasa hatinya sangat hancur, dia semakin tersiksa karena harus berpura-pura bahagia dengan pernikahan adik iparnya itu.
Sementara Dion, dia memilih tak datang ke pesta pernikahan mantan kekasihnya itu, karena saat ini dia masih sangat emosi, sampai dia menyuntikkan sebuah obat penenang ke lengannya sendiri. Dia benar-benar membutuhkan pelampiasan untuk melampiaskan amarahnya.
"Arrrgghh!" Dion mengerang ketika menyuntikkan sebuah obat penenang pada lengannya. Matanya memerah, dikuasai penuh amarah.
Nafas Dion tersengal-sengal, seakan menahan emosi yang begitu dalam. Dion membabi-buta menghancurkan barang apa saja yang ada di atas meja kebesarannya.
Prang...
Prang...
Prang...
Sampai ruangan kerjanya berantakan dengan pecahan vas bunga dan laptop, dan dokumen penting yang berhamburan di lantai, terlihat seperti kapal pecah.
"Detektif Al, kau pikir aku tidak tahu siapa dirimu. Kamu yang telah membuat ayahku dipenjara dan kamu telah berani mengusik hidupku, bahkan kamu merebut Joana dariku. Tunggu saja balasan dariku. Dan aku akan membuat kamu tak akan bisa melihat Joana lagi." Dion mengepalkan tangannya, kemudian dia memukul-mukul dinding sampai tangannya terluka.
Bugh...
Bugh...
Bugh...
Tapi semua itu tak dapat membuat hati Dion tenang, dia benar-benar marah, ingin sekali membunuh Alvaro, tapi sayangnya dia tidak boleh gegabah, tidak boleh ada yang tau jati dirinya sebagai seorang pembunuh berantai.
Ibunya hanya menyuruh Alvaro untuk mencaritahu siapa selingkuhannya ayahnya Dion, tapi Alvaro malah menyelediki kasus korupsi yang telah dilakukan ayahnya, sehingga misteri pembunuhan itu terkuak, dan ayahnya sekarang telah terancam hukuman mati demi melindungi Dion.
Sebenci dan kecewanya Dion kepada ayahnya, yang namanya seorang anak tidak akan diam jika ada seseorang melakukan kesalahan kepada ayahnya. Setiap dia kecewa kepada ayahnya, dia memilih melampiaskan rasa benci itu ke selingkuhan sang ayah dan wanita-wanita yang menurutnya murahan. Mungkin dirinya tak bisa menyakiti keluarganya sendiri.
...****************...
Malam ini, Alvaro sedang duduk di ruang tamu bersama Joana, keduanya nampak canggung karena status mereka telah menjadi sepasang suami istri. Tidak tahu harus melakukan apa. Sehingga mereka memilih menonton film. Tidak ada obrolan apapun diantara mereka sejak dari tadi.
Joana menjadi salah tingkah ketika di film tersebut ada adegan seorang wanita sedang mandi, membuatnya malu sendiri, sehingga wajahnya nampak memerah seperti kepiting rebus.
"Al, mending ganti filmnya sama yang lain, yang ini gak seru." suruh Joana. Padahal yang mandi di film itu bukan dia, tapi tetap saja Joana merasakan malu, karena wanita tersebut terlihat begitu jelas semua lekuk tubuhnya dari atas ke bawah.
Tapi Alvaro tak mendengarkan protes dari Joana, dia terlihat datar tak bereaksi apa-apa ketika melihat adegan tersebut, pria itu malah menyeruput secangkir kopi hitam sambil menonton adegan mandi tersebut dengan tenang.
Membuat hati Joana dipenuhi sebuah tanda tanya, apakah Alvaro pria normal? Seharusnya Alvaro terlihat gelisah karena berhasrat melihat adegan tersebut. Tidak mungkin ada pria normal yang tidak berhasrat melihat seorang wanita mandi dengan keadaan te-lan-jang meski hanya ada di dalam film wanita itu.
Alvaro menyimpan kembali gelas ke atas meja. "Aku ngantuk, kamu tidur di kamar utama, aku sudah menyimpan pakaianmu disana. Aku akan tidur di kamar yang sebelahnya." ucap Alvaro. Setelah mengatakan itu, dia pun pergi menuju kamarnya.
Rumah Alvaro sangat besar dan terkesan mewah, tapi walaupun begitu, Alvaro tak mempekerjakan seorang pembantu, karena dia jarang berada di rumah, lebih banyak menghabiskan waktunya di kantor bersama Gleen dan Danu.
Joana mengerutkan keningnya, dia tak paham dengan pria itu, memang seharusnya dia senang, wanita mana yang mau disentuh oleh seorang pria yang sama sekali tidak dia cintai, apalagi dia masih merasa bersalah kepada Dion.
Tapi Joana merasa dia sedang dipermainkan oleh Alvaro, pria itu tiba-tiba melamarnya dengan alasan mencintainya, tapi ternyata sikapnya begitu datar. Tapi sekarang, setelah mereka menikah, Alvaro menginginkan mereka tidur terpisah. Pernikahan macam apa ini?
Joana membulatkan mata ketika dia menarik kesimpulan terhadap pria itu. "Apa mungkin sebenarnya dia ho-mo?"
Joana memutar otaknya, dulu saat Alvaro bersembunyi ke kamarnya, mungkin kalau pria normal saat pria itu terjatuh menindih tubuh Joana diatas kasur, kalau pria normal mungkin telah terjadi insiden yang tidak diharapkan. Bahkan tadi saat Alvaro melihat adegan wanita yang sedang mandi dalam keadaan te-lan-jang, ekspresinya datar-datar saja. Dan sekarang Alvaro meminta Joana untuk tidur di kamar terpisah, seolah pria itu tidak memiliki hasrat sama sekali.
"Astaga, sekarang aku semakin yakin, si pria cabul itu ternyata ho-mo. Karena itu dia memanfaatkan situasi dengan menikahiku, untuk menyembunyikan ketidaknormalannya itu." Joana terlihat sangat kecewa, dia merasa telah dimanfaatkan, pantas saja Alvaro tidak ingin bicara yang sejujurnya apa alasan dia menikahi Joana.
Joana berpikir lagi. "Tapi masa sih dia tidak normal? Badannya gagah begitu."
Akhirnya Joana memiliki ide. "Aku harus membuktikannya, siapa tahu beneran dia tidak normal, itu bisa dijadikan alasan untuk berpisah dengannya."
...****************...
Alvaro sebenarnya tidak mengantuk sama sekali, dia hanya ingin berjaga jarak agar tidak terlalu dekat dengan Joana.
Alvaro sedang sibuk dengan laptopnya untuk memeriksa ponsel Joana, dia sebenarnya sudah menyadap ponselnya Joana ketika dia mencium Joana di pesta anniversary pernikahan Bianca dan Dimas. Bibirnya mencium Joana, tapi tangannya sebenarnya bergerak membawa ponsel Joana yang ada di tasnya, mengotak-atik ponsel itu agar bisa terhubung ke laptop yang dia simpan di dalam mobil.
Ternyata Dion sama sekali tidak menghubungi Joana, apakah mungkin Dion tahu sedang selidiki olehnya? Hati Alvaro bertanya-tanya.
Tok...
Tok...
Tok...
Alvaro mendengar ada seseorang yang mengetuk pintu kamarnya, siapa lagi kalau bukan Joana.
Alvaro segera menutup laptopnya. Kemudian dia membuka pintu kamar, dia kaget saat melihat Joana berdiri di depan kamarnya sembari membawa koper. "Jo, kamu mau pindah kemana?"
"Ke kamar kamu lah, masa suami istri harus tidur di kamar terpisah." jawab Joana sambil tersenyum manis, tanpa permisi, gadis itu masuk ke kamar Alvaro, membuat Alvaro kebingungan.
Alvaro mengerutkan keningnya, memperhatikan Joana yang sedang memasukkan pakaiannya ke dalam lemari yang ada disana. Ada apa dengan gadis itu? Dia pikir Joana akan senang kalau mereka tidur terpisah, karena dia tahu Joana tak memiliki perasaan padanya.
Kemudian gadis itu duduk di pinggiran ranjang, menumpangkan kakinya, membuat Alvaro menelan saliva, karena pakaian Joana cukup seksi. "Apa kita harus melakukan malam pertama sekarang?" tanya Joana dengan senyuman menggoda, dia menepuk-nepuk kasur yang empuk itu.
...****************...
Malam ini Bianca nampak gelisah, dia tak bisa tidur dengan tenang, dia tak sanggup membayangkan Alvaro dan Joana sedang melakukan ritual malam pertama, sangat membuatnya tersiksa.
Bianca tidak rela jika Joana harus diperlakukan sama sepertinya ketika dia masih menjadi istrinya Alvaro. Alvaro yang selalu menomorsatukannya, Alvaro yang selalu memanjakannya, Alvaro yang selalu melakukan apa saja demi kebahagiaannya, Alvaro yang selalu membuatnya seakan menjadi ratu di dalam hidup Alvaro, dan Alvaro yang mencintainya begitu besar. Dia tidak rela jika semua itu akan dilakukan Alvaro kepada Joana.
Sementara dirinya sangat kesepian, memiliki seorang suami yang tak peduli padanya, memiliki mertua yang menuntutnya untuk segera memiliki anak. Saat ini dia hanya memiliki uang dan karir, tapi tak membuatnya bahagia.
Apalagi sekarang Alvaro bukan pria miskin lagi seperti dulu.
Bianca telah memiliki nomor ponsel Alvaro, dia meminta nomor tersebut kepada ayah mertuanya dengan alasan siapa tahu dia membutuhkan jasa dari pekerjaan Alvaro.
Bianca segera mengirim pesan kepada mantan suaminya itu, berharap Alvaro tidak pernah sekalipun menyentuh Joana.
[Al, aku ingin bertemu denganmu. Jangan bersikap berpura-pura tak mengenali aku lagi. Aku tahu kamu menikahi Joana bukan karena mencintainya, tapi ingin bertemu denganku kan? Kamu pasti merindukan aku kan?]