He'S Obsessed

...happy reading...

"Kau senang?"

Deg!

Terhenti, jantungnya berpacu kencang saat suara berat menyapanya. Ailen menoleh, dia tatap malas pria yang kini bersandar pada dinding luar kamarnya.

Tanpa memperdulikan ocehan pria itu, ailen memilih masuk ke dalam kamar. Dan sialnya, pria itu mengikutinya. Dia masuk ke dalam dan ailen memelotot tak terima.

"Apa yang kau lakukan? Keluar! Cepat keluar!" ailen tegas tegas mengusirnya, lantang dia berucap dan menunjuk pintu dengan tangannya.

Pria itu tak bereaksi, tak sedikit pun bergeser atau pun bergerak. Kian marahlah ailen, dengan lantang gadis itu kembali mengusir pria itu.

"Kau tak dengar? Cepat keluar brengsek!" ailen mengumpat.

"Kau senang bertemu dengan keluarganya?" arsen mengacuhkan, berbalik dia bertanya pada ailen yang nyalang menatapnya.

"Ya, tentu saja. Aku senang, aku bahagia bisa bertemu dengan keluarga jess. Aku senang karena pria itu tak mempermainkan ku, aku senang karena pria itu selalu membanggakan ku. Aku senang karena pria itu selalu memujiku, aku senang. Sangat senang!" tekan ailen

menjawab, dia lontarkan senyum sinisnya.

Arsen lipat bibirnya, dia mengangguk kemudian kembi mendongak. "Aku bisa lebih dari itu-"

"Ha?" ailen tertawa hambar. "Pria sepertimu? Rasanya kau bahkan tak tahu cara menghargai wanita. Bagaimana bisa dengan narsisnya kau mengatakan bisa membahagiakan ku?"

"Ya tentu saja. Aku bisa lebih dari itu. Aku bisa menjagamu, aku bisa melindungimu, aku bisa membuatmu tertawa, aku selalu merindukanmu, aku bisa membanggakan mu, aku bisa memujimu"

"Bulshit!" sela ailen cepat. Tak ingin dia mendengar ucapan pria brengsek itu lagi, rasanya begitu panas kupingnya oleh omong kosong si biadab ini.

"Aku tidak peduli, dan aku tidak perlu. Sekarang cepat keluar dari kamarku!".

"Aku tidak bisa. Kenapa kau mengusirku? Kenapa kau sebenci ini padaku ailen?" arsen meraih hampa angin di depannya. Suaranya yang berat bertanya dengan deepnya. Dia benar benar ingin tahu jawabannya.

Dan ailen mencibir, bibirnya mencebik dan dia mengumpat pelan. "Kau memang pria brengsek. Alih alih mengejarku, kenapa tidak kau urusi pacarmu? Pacar yang kau banggakan itu, jala ng sialan"

Arsen tahu pasti apa yang ailen bicarakan, tapi dia tak puas dengan jawaban gadis itu. Dia menggelang "kau pacarku, aku tidak mempunyai jala ng sialan itu. Hanya kau"

Ailen angkat satu tangannya, panas telinganya mendengar mulut biadab itu berbicara. "Sepertinya aku harus memperjelas ini. Dengar arsenio dra bastian, baik aku ataupun kau kita sudah tak ada hubungan apapun lagi. Apa perlu ku ingatkan tentang perselingkuhan mu dengan jala ng itu? Apa perlu ku ingatkan kau pada jala ng yang mengandung anakmu?" tekan ailen tegas. Menyorot kian tajam dan dia sungguh sungguh berucap. Memerah wajahnya menahan luka lama yang kembali dia korek.

"Kita sudah selesai, jangan lagi kau ganggu hidup ku. Ku ikhlas kan kau dengan jala ng itu, ku lepaskan kau dengan segala kelegaan. Ku lepaskan kau dari dendamku dan jangan kau merusaknya. Sekarang cukup kau hidup dengan hidupmu dan aku hidup dengan hidupku. Keluar!" dia menambahkan.

Andai kata dia bisa menangis, mungkin sudah dia lakukan sedari dadanya yang sudah sesak. Namun air mata itu seakan habis, tak tersisakan untuk menangisi pria brengsek ini.

Yang tak bereaksi, dengan jelas arsen dengar ucapan ailen. Pria itu menunduk, menekan pipi dalamnya dengan lidah dan dia hembuskan pelan napasnya.

"Aku merindukanmu" kata itu terucap, dengan suara yang lemah dan hampir tak terdengar. Namun dia bersungguh sungguh untuk itu.

"Aku merindukan mu ailen, aku cemburu melihat mu dengan pria itu" tutur arsen dan pria itu tak tahu diri. Haruskah ku lempar kepalanya ke dalam sumur tua?

Ailen putar bola matanya malas, ungkapan yang dulu membuat nya terayu kini sudah bisa dia injak dengan kakinya. "Keluarlah. Aku membiarkanmu disini karena kau kerabat ayahku"

Tak sabaran, ailen dorong pria itu sampai keluar kamar, sebelum dia tutup kembali dia katakan. "Kau tahu? Aku menyesali semua pertemuan kita. Aku menyesal pernah mencintaimu dan aku menyesal membuang waktu berhargaku untuk pria gila ini" tekannya dan tertutuplah kini pintu itu.

Ailen dorong tangan kanannya, bersandar pada pintu dan tubuhnya membungkuk. Dia menunduk pelan, tarik napas kemudian dia hempaskan.

Dadanya sesak, rasa sakit kembali menyerangnya. Luka yang susah payah dia tutupi, kini muncul dengan sendirinya dan semakin menyakiti. Apa yang harus ailen lakukan? Dia sudah lemas kini terduduk di depan pintu.

Tangisnya perlahan luruh, bahunya bergetar dan ailen tak mampu tahan. Isakan isakan itu kian kuat, ailen keluarkan tangisnya. Selama ini dia selalu tahan, setiap melihat pria itu rasa sakit itu timbul.

Dia pikir dia sudah melupakan luka itu sempurna, nyatanya kecacatan kecil disana mampu merobek luka yang kini makin melebar.

...****************...