Tentang keseharian seorang gadis biasa dan teman-temannya. Tentang luka.
Tentang penantian panjang, asa dan rahasia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alunara Jingga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Let's Start Our Journey
"Bah, tadi aja kaya kerasukan reog, sekarang udah macem ketularan mbak happy," celetuk Rey yang membuatku mengalihkan pandangan dari ponsel.
"Sewot bae tukang galon!" sahutku sebal.
"Tapi Teh, yang tadi siapa?" tanya Tika.
"Ho'oh, kok cakep? Kalo available, boleh dong buatku?" sambung Piga.
"Hmm?? Mohon maaf nih, Pii. Tapi dia udah ada calon istri, yang lain aja ya, ntar deh saya kenalin."
"Hahahaa, belum-belum udah tertolak." Tawa Rey terdengar nyaring. "Patah sebelum berkembang tuh. Kalian senasib, tapi lebih ngenes Ara sih, ditinggal pas lagi sayang-sayangnya. Hahaha ...." Puas sekali dia tertawa.
"A Rey nyebelin ya, Teh. Minta di usir," sahut Piga.
"Tau nih, Pak Rey mending pulang gih! Udah malem nih," usir Tika, aku dan Piga seketika tertawa bersamaan.
"Ada yang lebih ngenes, Pii."
Aku melanjutkan kegiatanku tadi, mengintip grup obrolan yang tengah aktif. Ponsel lamaku sudah kembali, sebelum pamit tadi, Mas Dwi mengembalikannya.
"Ay, Mas balik dulu ya?"
"Balik sekarang, atuh. Kalo dulu mah kelamaan."
"Ck! Iyaa, padahal ngarepnya ditahan dulu, lha malah disuruh pulang," sungutnya.
"Gausah, malah ga jadi balik yang ada! Besok aja lagi, tapi besok Aya mau ke kampus dulu, mau ketemu kaprodi bentar."
"Lho terus pulangnya kapan? Mas lho balik ke Lombok besok siang. Bareng aja sih!"
"Ngga bisa, Mas. Aya mau urus ini itu dulu. Belum pamit sama Ibuk. Tunggu aja."
"Ngga berubah pikiran kan? Aku gila beneran kalo sampe kamu ilang lagi."
"Lebay!! Ntar ada malaikat lewat yang bilang aamiin kan gila beneran. Ngga ada, ga berubah pikiran kok, tapi besok Aya emang mau ke kampus buat ketemu kaprodi, mau ngomong kalo Aya ngga bisa nerusin kontrak."
"Yaudah, besok mau dianterin?"
"Lah katanya mau pulang."
"Kan bisa disempatin, kamu ke kampus jam berapa?"
"Pagi, paling jam sepuluh, tunggu Pak Sandy selesai jam. Ngga usah, Mas. Lagian lumayan juga bolak baliknya. Ketemu di rumah Ibu aja ntar. Gih katanya mau balik, ntar di cariin bunda."
"Yaaah, pesawatnya jam 9, yaudah deh, oiya, nih ponsel kamu. Ku pikir betah banget ga pake ponsel, eh taunya ada ponsel baru. Bagus ya caranya."
"Ponsel juga baru sebulanan ini, kalo ga inget Mas Azis ngamok ya ga bakal beli."
"Heleh, yang lain terus sih yang diinget. Giliranku kapan bakal diinget terus?!" Ia manyun.
"Nyebelin betoolll. Udah sih ga usah pake cemburu sama Mas Azis. Bentar lagi juga bakal tetep ditemenin," sergahku
"See you next day, babe. I love you." Akhirnya ia beranjak.
Notifikasi dari grup di aplikasi hijau membuatku membuka ponsel lamaku, Tampak empat lelaki kurang kesibukan itu tengah bergibah, tentu topik gibahan tak lain dan tak bukan, aku. Ku baca tanpa ku balas, tawaku tak dapat ku tahan, itu mengapa Reyhan meledekku kerasukan Ms. Happy Virus.
Setelah diusir Tika, akhirnya Rey mengalah, ia pulang tanpa debat. Aku mengumpulkan dua gadis yang telah menemaniku selama hampir enam bulan ini.
"Well, saya mau balik ke Lombok," ucapku, keduanya menatapku, mencari kesungguhan.
"Serius? Jadi keputusannya balik nih, ga stay?" tanya Piga.
"Iya, Pii. Saya mutusin buat balik ke Lombok."
"Kapan?"
"Secepatnya."
"Kenapa tiba-tiba? Ada hubungannya sama orang yang datang tadi?" Tika menatapku intens, aku mengangguk.
"Udah siap sama konsekuensinya? Artinya, kalo Teh Ara balik, bakal ketemu terus sama 'dia', Teteh siap buat ngadepin?" Ah, tampak kepedulian mereka padaku.
"Jangan kabur-kaburan lagi ya ... Oiya, yang tadi siapa ya sampe bisa bikin si Teteh berubah pikiran secepat ini? Apa itu kakak sepupunya Teh Ara? Jodohin sama Piga atuh, Teh. Kayanya dia terpesona pada pandangan pertama. Ahayy," ujar Tika, Piga cuma mendelik malas.
"Duh, maaf nih pemirsa, yang tadi mah nggak single available lagi, beberapa jam sebelumnya sih iya, masih tersedia. Tika katanya kalo ketemu Mas Dwi mau di geplak, tadi nggak di toyorin sekalian? Ahahaha ... Yang tadi tuh Mas Dwi, Pii, Tik. Jadi yaaa gitulah," jawabku.
"Siapa??!" keduanya berteriak serempak, beuh, kalau jadi paduan suara cocok nih.
"Firdaus Dwi Rahadian, ya yang tadi itu orangnya. Besoklah kenalan dengan baik dan benar, ehehe," cengirku.
"Pantes yaaa, move on-nya lama, cakep sih," ujar Tika, aku tertawa.
'Bukan cakepnya, maeeee, tapi sifatnya' aku membatin.
"Jadinya pulang karena disuruh dia, Teh? Terus kelanjutannya gimana? Nggak digantung lagi?"
"Doi ngajakin nikah, ya masa saya tolak? Hahahaha ...."
"Bahagia benerrr, baguslah, semoga lancar tanpa halangan ya, Teh."
"Selamat bahagia, Teh Ara... Langgeng terus yaa sampai maut memisahkan." keduanya memelukku erat, ku aamiin-kan harapan tulus mereka.
"Aamiin, dan kalian pun semoga selalu diberikan kebahagiaan. Kalian ga apa-apa kan saya tinggalin berdua di rumah ini? Udah dibayar sampe akhir semester depan kok, biar enak kalo mau bimbingan. Ga capek bolak balik, tapi kalo mau di oper juga ga masalah, terserah kalian, enaknya gimana."
"Ga apa kok, kita juga kayanya bakal tetap stay disini. Bentar lagi kelar sih, tapi disini suasananya bikin betah. Jadi mau balik kapan? Besok atau lusa atau minggu depan?"
"Lusa, maunya sih besok, cuma pesawat yang langsung ngga ada, daripada ngemper di bandara mending nunggu sehari lagi."
"Cepet benerrr, tunggu minggu kek."
"Ga bisaa, katanya lusa ada pertemuan keluarga."
"Oooo alahhh, lamaran toh. Turut bahagia ya, Teh. Jangan ngambek-ngambekan lagi, sesekali tengokin kita kesini."
"Iyaa, makasi ya udah nemenin saya dari awal sampai sekarang, terima kasih juga udah jadi pendengar yang ga pernah bosan. Bakal sering ke sini, kok, eyangnya juga orang sini. Besok kalo acaranya udah ditentukan kapan, dateng yaa!"
"Emmmm, kalo itu kita ga janji, Teh. Tapi buat ucapan terima kasihnya, terima kasih juga udah jadi Teteh yang pengertian buat kita, udah bersedia direpotin buat ngebantuin tugas akhir kita. Semoga di lancarkan sampai akad ya." Mereka memelukku dengan erat lagi.
Sepertinya aku akan merindukan momen bersama mereka setiap harinya. Walau keduanya selalu ribut dan berdebat, mereka sebenarnya sangat akrab dan memiliki banyak kesamaan dalam hal prinsip dan pilihan. Aku selalu berharap mereka dilimpahi keberkahan dan kebahagiaan dalam hidup.
Tak terasa, malam semakin larut, Tika dan Piga sudah pamit masuk kamar masing-masing. Aku meraih ponsel yang sejak tadi ku hiraukan. Ku lihat waktu menunjukkan pukul 22.03 WIB, yang berarti 23.03 di Lombok sana, ku gulir layar ponselku dan menekan tombol panggil pada kontak yang ku beri nama sugar daddy. Tak menunggu lama, terdengar sapaan dari ujung sana.
"Assalamualaikum, ya ukhti."
"Waalaikumussalam, yaa akhii... Belom tidurkah?"
"Kalo tidur gimana mau angkat ini telpon, Juleha?! Melekat banget ya nama Juleha di kamu, cocok sih," ujarnya, mengingatkan masa SMA ku kala itu, aku bergabung dengan ekstrakulikuler teater, dan nama panggungku adalah Juleha.
"Yeeee, malah bahas itu. Eh ya, mas, besok lusa siang ada acara apa?"
"Kalo udah habis visit sih ngga ada, Insyaa Allah. Kenapa gitu?"
"Jemput ke bandara sih, aku mau pulang."
"Ooh, inget pulang juga? Ini pulang sehari doang apa gimana? Kalo cuma sehari ga usah pulang, kasi tahu aja kamu dimana."
"Dih, ngambek. Ahahaha, tapi mas, Ara pulang buat menetap."
"Ck, sok menetap, disamperin Dwi malah ilang lagi ntar. Kasian sih anak bujang orang, digantungin kaya jemuran."
"Apaan sih, lha dia yang nggantungin kok aku yang disalahin."
"Nggak mungkinlah, kamu paling yang nyari masalah baru. Tapi Ra, kemarin pas kapan gitu, ada cewek yang di boncengin. Dia punya pacar lain?"
"Ck, kudu dimandiin air kembang tuh motor, demen banget boncengin si Wena pake motor. Pacar lain? Kaya si Dwi punya pacar aja pake pacar lain."
"Emang kamu bukan? Kalo bukan ngapa mau dikembangin tu motor? Tapi kan kamu ga pernah ketemu dia beberapa bulan ini, mana mungkin tahu kabar dia."
"Malam-malam ngajak gelud ya! Aku pulang juga karena disuruh Dwi, kalo ngga, ya males juga ketemu Mas!"
"Heleh, ga dibales chat sehari aja ngamok, sok males ketemu gue! Eh, ketemu dimana? Dikasi sajen apa sampe nurut disuruh pulang?"
"Di janjiin bakal ngasi sajen buku ijo tua beserta kebahagiaan,"jawabku asal.
"Hah? Gimana? Otakku lho kok nge-lag."
"Aku diajakin ibadah, biar ga kerasukan reog lagi."
"Suka ngode emang si Jule! Ngomong yang jelas, kamu emang sering kesurupan reog, tiba-tiba ngamuk, tapi masa iya diajakin ruqyah langsung pulang?"
"Ck, aku diajakin nikah."
"Ooh, dinikahin, baguslah."
Jeda.
"Hah? Siapa yang nikahin kamu? Kok bisa? Kenal dimana?"
"Hih, capek deh! Ya Mas Dwi atuh, kan tadi lagi ngomongin dia!!" Aku berteriak frustasi, gini nih perjaka tua kalo laper.
"Wahh, akhirnyaaa, adek gue ada sedikit akhlak, gitu dong, jangan pergi gitu aja tanpa kepastian. Bagus itu, kapan?"
"Idih, dia ya yang ga jelas! Belum, kan belum ketemu keluarga. Suka ngasal emang Muhammad Azis Hendrawan ini."
"Ya maaf, saking senengnya. Terus kapan?"
"Lusa, sore katanya. Aku pulang lusa. Jangan ngomel dulu, penerbangan langsung buat besok udah penuh, aku males ya ngejogrok di hotel ato bandara buat transit!"
"Ok baby, daddy bakal jemput ke bandara. Ah, ke rumah Ibu aja kalo gini biar siap."
"Heh anak bapak Sulaiman! Liat jam, ege! Ini udah jam segini, dikira Ibu masih belum tidur?! Besok aja, acaranya lusa juga."
"Hohoo, iya juga yaa, yaudah besok aja."
"Iyalah, cie seneng, bentar lagi bakal nikah juga. Ahahaa," ledekku.
"Iya dong, tapi ntar aja kalo acara kamu udah beres, aku sih gampang."
"Halah, yaudah mas, itu aja, besok kabari Ibu ya, aku mau selesaiin dulu urusan disini, biar ga kepikiran. Assalamualaikum."
Aku mematikan sambungan telpon setelah mendengarnya menjawab salamku. Ku lihat ada panggilan tak terjawab, Wulan. Ah, Ojik rupanya, menggunakan ponsel Wulan, demi menepati janjinya dengan tiga lelaki lainnya. Tak berniat menghubungi kembali, biar besok sekalian bertemu langsung. Baru saja hendak meletakkan ponsel, benda pipih ini berbunyi, menandakan pesan masuk. Mas Dwi ternyata.
Firdaus Dwi
Schatz, aku ga nelpon ya, takut makin kangen🥺 Kamu lagi apa? Udah tidur belum?
Aku tertawa membaca deretan pesannya, ah, akupun rindu, mas. Sabar, Ara, sabar! teriak sisi lain dalam diriku.
Adara
Iya Mas, ga apa. Aya lagi nafas aja sih ini sambil balesin pesan Mas.
Firdaus Dwi
Kamu ga kangen, Ay? Mas tuh kepikiran kamu terus. Pengen aja gitu besok lusa, langsung sekalian akad.
Aku melotot, ini laki demen banget bikin berdebar.
Adara
Sabar atuh Pak Hadian, nikmatin dulu itu bujang, puasin dulu boncengan sama cewek lain pake motornya. Biar ntar kalo udah puas, bisa langsung ku cuci pake kembang.
Firdaus Dwi
Udah bosan bujang, pengen gitu ngerasain punya istri yang bisa dikekepin sepuas hati. Iya, mandiin aja, Ay. Bakar aja kalo perlu motornya.
Adara
Dasar garangan mesum!
Firdaus Dwi
Ich liebe dich ❤️ Terserah Aya mau bilang apa, mau garangan kek, buaya kek, alligator juga ga masalah. Mas Uwik sayang Aya banyak-banyak deh🥰
Adara
Lebay ih Firdaus Dwi! Gausah alay! Geli!!!
Firdaus Dwi
Yeeee, beneran loh ini. Emang Aya ga sayang sama mas? Panggil sayang kek gitu sesekali
Adara
....
Firdaus Dwi
Titik titik ya, Ay. Susah bener manggil sayang. Paling lancar manggil Jenal🤧 Ntar anak-anak kita bingung lho Ay, bapaknya Dwi apa Jenal?!
Aku terbahak, random banget kelakuan Mas Dwi malam ini.
Adara
Astagaaa... random banget calon suamik😆 Ga boleh sayang-sayang, belum waktunya! Ini juga sebenarnya ga boleh, tapi kalo ga dibales ada yang bakal ngejogrok di depan pintu sampe besok pagi.
Firdaus Dwi
Tau banget sih calon bundanya anak-anak. Ay, bulan ini yuk!
Adara
Kenapa sama bulan ini?
Firdaus Dwi
Ck, acara kita. Ga enak banget nahan-nahan. Bayangin aja kalo lagi kebelet pup terus ditahan, ga enak banget kan?!
Adara
Ya Allaaaahh, perumpamaannya jelek banget -,- Tinggal pup aja.
Firdaus Dwi
Ya makanya, tinggal iyain aja, akad aja dulu, ntar resepsi belakangan.
Adara
Masyaa Allah, kebelet nikah. Kalo masalah itu, bilang sama keluarga, mas.
Firdaus Dwi
Iya sayang, ntar mas ngomong sama bunda, walau ntar kena tabok.
Mood banget memang, Firdaus Dwi Rahadian dengan segala tingkah dan sifatnya. Ia dan segala kerecehannya yang hanya ditunjukkan padaku, malam ini, aku hilangkan segala ragu.
Adara
Bismillah ya, Mas. Let's start our journey.
Firdaus Dwi
Alhamdulillah, Our story will start soon, bae. I love you.
...___...
Ruang obrolan grup yang sempat membuat Ara tertawa seperti ketempelan kunti versi Reyhan.
...Limas Segi Lima...
Amri
Si Firdaus di mana, ya? Apa dia sudah sampai di bulan buat nyari Ara.
Fauzi Ojik
Yang jelas, dia masih di bumi, belum sampe ke bulan.
Ryan S.
Jelaslah, gimana sih, Jik. Yekali pindah alam. Astaghfirullah.
Ian
Astaghfirullah, Ryan. Sungguh terlalu. Tapi ya, gue penasaran sama Ara, tu anak ada di mana, dengan siapa, sedang berbuat apa.
Fauzi Ojik
Lo kalo mau nyanyi,tinggal nyanyi aja, Babik! Ga usah pake mukadimah panjang-panjang.
Ian
Setan emang suka sirik sama manusia😚
Fauzi Ojik
Blengcek ci Arian😘
Amri
Gue heran sama Ara, itu anak sebiji kuat banget nanggung persoalan dunia beserta isinya. Padahal badan sama kepalanya itu sekecil itu.
Fauzi Ojik
Sebenarnya dia butuh bantuan ahli ga, sih? Gue kasian, beban dia keknya berat banget. Kalo kita jadi dia, bisa sekuat itu ga ya?
Ryan S.
Hmm, dia ga pernah mau berbagi. Padahal dia punya banyak orang yang siap jadi tong sambat dia.
Ian
Bukan ga mau, dia tuh tipe orang yang emang ga bisa ceritain masalahnya ke orang lain. Dia lebih suka jadi pendengar.
Fauzi Ojik
Lo salah!
Dia cuma mau cerita ke orang-orang tertentu. Dan kita ini ga termasuk kriteria, itu kenapa kita ga pernah denger ceritanya.
Apalagi si @Amri bocor kek ember soak.
Amri
Syalan, nggak ya cetan!
Ian
Muncul lagi bahasa imutnya,
Kawaiiii
Ryan S.
Ahaha .... Biar ga kena sensor ya, Em?
Amri
Yoi, gue kan anak baek.
Ian
Bgsd
Fauzi Ojik
Bgsd itu bagus sangadd ya?
Ryan S.
Iyain, biar pencernaannya lancar.
Ian
🤣🤣🤣
Emang paling de best bapak notaris kita ini
Ryan S.
Hoiyaa, gue kan emang paling cerdas di sini😎
Amri
Iyain, biar ga kesurupan sapi.
Tapi sepi ya, udah hampir setengah tahun si Ara ga ada kabar. Biasanya dia yang paling rame, jadi kangen sama galaknya.
Fauzi Ojik
Halah, pas ada orangnya aja kek kucing sama maung.
Ryan S.
Emang kucing sama maung apa bedanya, ege?!
Fauzi Ojik
Dih ketinggalan kereta, katanya paling cerdas😏
Kucing mah kalo bunyi "meong" gitu.
Ian
Terus kalo maung?
Fauzi Ojik
"Awas kalo macem-macem, tak sambelin itu burung!"
Gitu.
Ryan S.
Awhhhhh,
Galak juga maung lu, Jik 🫂
Amri
Itu mah jagal pasar kebon roek, lu mungut di mana?!
Fauzi Ojik
Sembarangan, mungut! Gue yang dipungut.
Saat itu gue lagi tiarap buat move on.
Ryan S.
Tiarap dong🤣🤣🤣
Geblek!
Ian
Nista emang si Ojik.
Amri
Bukan temen gue.
Fauzi Ojik
Karena tertatih itu sudah biasa.
Ian
Iyain, biar cepet punya firma hukum sendiri.
Fauzi Ojik
Aamiin.
Terlope emang Mamash Ian🫶
Ian
Astaga, zyzyque 🤮
Dah ah, kan jadi melebar ke mana-mana, padahal tadi lagi bahas apa, bisa-bisanya ke sini.
Amri
Mon maaf nih, tapi gue enggak merasa melebar, ya. Keknya itu lo doang deh.
Fauzi Ojik
Bwahahaha, senjata minum tuan.
Ryan S.
Ke sana ke sini apaan sih @Ian?
Fauzi Ojik
Di sana senang, di sini senang, di mana-mana hatiku senang. Lalalalala
Ryan S.
Bentar lagi lo jadi bapak, Jik. Jan pecicilan ngapa? Di kantor juga gini?
Amri
Pasti nggak, macem kanebo kering, kaku.
Fauzi Ojik
Ya kalem lah, jan sampe ilang wibawa depen bawahan.
Ian
Wibawa tuh siapa? Kok bisa lo bawa ke kantor?
Fauzi Ojik
Ada, anak sebelah.
Amri
Pantes emaknya nyari, ternyata elu yang bawa.
Lain kali, izin dulu, Ropeah!!
Ian
Sat! Gue jadi inget lagu itu🤣
Fauzi Ojik
Siti Ropeah~~~
Orangnya buas~
Orangnya seksih~
Amri
Bungas, goblok!
Ini kalo si Adara di sini, punggung lu pasti ga selamat.
Ryan S.
Goblok🤣🤣🤣🤣
Dahlah, gue cabut, rahang gue berasa longgar lama-lama
Fauzi Ojik
Woylah, lu pada kaga inget? Sekarang si Ara ultah, wey. Gue dari tadi ngerasa ada yang kelupaan, maung gue barusan yang ngingetin. Mampus, mana belum ngucapin ke Nyai Linggi. Moga ga cosplay jadi reog sambil nari.
Ian
Astaga, iya lagi. Gue juga kek ngerasa ada yang salah. Tapi mau ngucapin ke mana, kita ga tahu kontaknya, hp nya dibawa Firdaus.
Fauzi Ojik
Gue punya, dong. Ntar gue yang telpon.
Amri
Si bangcat, kok lu ga bilang-bilang punya kontaknya?
Fauzi Ojik
Ya lu pada kaga nanya.
Ryan S.
Gue sedot juga lu punya ubun-ubun! Si bego, buru telpon konferensi!
Fauzi Ojik
Iye, sabar. Ini juga kalo dia mau jawab.
Ian
Ga mau tahu, pokoknya harus sampe dijawab, kalo nggak, gue sumpahin lu diamuk maung lu!
Sayangnya, Ara tak menggubris panggilan mereka, dan membiarkan empat laki-laki itu menjadi reog berjamaah.