NovelToon NovelToon
Fragillis Puella

Fragillis Puella

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Dyeka

Blurb

Valencia Agatha Gavriella
Gadis cantik yang hidupnya hanya tentang kesedihan dan gadis polos yang sebenarnya memiliki banyak rahasia.
Dibenci ayah dan abangnya hanya karena dianggap penyebab meninggal bundanya.
Selain di benci ayah dan abangnya, ia juga dibenci oleh kekasih nya. Devlyn Favian Smith–Manusia bastard yang mengklaim Valencia Agata Gavriella hanya untuk balas dendam atas kematian saudara kembarnya.
Sifatnya yang licik dan kejam membuat semua orang takut pada nya.
Hidupnya memang penuh air mata, tetapi bukan harus ia menyerah melainkan ia harus tetap tegar karena masih ada janji dan tugas yang ia harus lakukan.

•Penasaran gak nih?
•Rahasia apa sih yang disimpan Cia?
•Tugas apa yang dilakukan oleh Cia?
•Dan sekuat apa Cia menghadapi pacar yang Toxic dan kebencian cinta pertama dan kedua nya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dyeka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Vino Merasa Bersalah

Tania mengerutkan dahi nya bingung melihat banyaknya spam chat dan panggilan begitu ia mengaktifkan kembali handphonenya. Memang tadi setelah hampir ketahuan pak Wahyu, ia mematikan handphone nya. Nama kontak tukang nyuruh dan mak lampir tertera jelas di dalam log panggilan membuatnya penasaran, tetapi baru saja ia ingin membuka room chat nya tiba-tiba suara guru piket memasuki kelas nya terdengar.

“Selamat pagi, anak-anak,” ucap guru piket menyapa.

Riki selaku ketua kelas mengerutkan bingung ketika guru piket datang ke kelasnya.

“Maaf, ada apa ya, bu? Bukannya hari ini guru mapel tidak ada yang izin?” tanya Riki karena biasanya kalau guru mapel izin tidak bisa mengajar pasti Riki di beritahu lewat chat sebelum kegiatan belajar mengajarnya.

“Saya kesini ingin memberikan surat izin pulangnya Cia, Riki,” jawab guru piket yang di balas tatapan bertanya oleh semua murid di sini, kecuali Tania dan Zia yang sudah tahu bagaimana keadaan Cia. “Tolong kasihkan ke guru mapel hari ini, ya? kalau begitu ibu pamit dan selamat belajar,” lanjut guru piket lalu keluar begitu guru mapel jam ke 3 akan masuk ke dalam kelas.

Kegiatan belajar mengajar langsung berjalan begitu guru mapel datang. Semua murid sudah duduk tenang menulis materi yang ditulis Tania di papan tulis. Bahkan, Tania yang ingin melihat chat dari abang dan temannya menjadi lupa karena langsung di suruh menjalankan tugas nya sebagai sekretaris begitu guru mapel datang.

Semua murid bersorak gembira begitu bel istirahat berbunyi. “Baiklah anak-anak, mata pelajaran hari ini ibu akhiri dan selamat beristirahat,” ucap guru mapel mengakhiri belajar mengajar.

“Tania ayo ke kantin,” ajak Zia menarik tangan Tania yang baru saja meletakan spidol di meja guru. Zia menarik cepat tangan Tania lantaran karena Bryan dan teman-teman nya sudah menunggu mereka di depan kelas sedangkan Tania hanya pasrah saja ditarik oleh Zia.

Semua orang di koridor kelas XI menuju kantin saling berbisik kagum ketika mereka berjalan. Namun, ada sebagian juga yang mengerutkan dahi nya bingung karena Alva dan Cia nggak ada bersama mereka.

“Yang mau pesan siapa?” tanya Bryan setelah sampai di kantin.

“Jojon sama Tania ajalah,” jawab Nathan yang malas mengantri walaupun bisa saja dia bebas dari antrian.

Jojon yang mau protes langsung di tarik Tania. Jujur saja, sebenarnya Tania juga malas, tapi daripada berdebat dan menghabiskan waktu jadi ia lebih memilih mengalah.

“Mereka mau pesan apa?” tanya Jojon polos.

Tania yang baru mengambil chiki snack di rak langsung menoleh ke meja teman-teman nya. “Woi, lu pada, mau makan apa?” tanya Tania teriak yang di balas teriak juga oleh Nathan, “Samain aja.” Mereka yang di meja meringis malu melihat tingkah laku Nathan dan Tania sedangkan Jojon sudah membekap mulut Tania untuk jangan teriak.

“Ibu, Tania mau beli mie ayam sama ice lemon tea nya 7, ya?” ucap Tania, tetapi langsung diganti oleh Jojon karena mereka ada 6 bukan 7.

“Eh, 6 bu bukan 7,” ucap Jojon meralat pesanan mereka.

“Heh, kok enam? Kan kita ada tujuh,” tanya Tania belum sadar kalau Alva nggak ada dari tadi.

Menghiraukan pertanyaan Tania, Jojon langsung menarik Tania begitu pesanan mereka sudah dicatat oleh bu kantin.

Tania yang sudah sampai di meja pun mengangkat alis nya bingung. Ia baru sadar kalau abangnya nggak ikut mereka ke kantin. Tapi, kemana abangnya pergi? kalau ke UKS nggak mungkin karena Cia sudah pulang.

“Bang Alva kemana?” tanya Tania penasaran karena nggak biasanya abang nya skip makan siang.

“Rumah sakit,” jawab seseorang tiba-tiba.

“Hah?! Ngapain ke rumah sakit?” tanya Tania terkejut. Ah, iya. Dia baru ingat kalau tadi abang nya spam telepon. “Jawab, anjir! Malah gelendotan kek monkey, lu!” bentak Tania kesal ke Alexa yang sedang merangkul Devlyn.

Alexa berdecak. “Nganter temen lo ke rumah sakit!” jawab Alexa malas. “Ngapa lu? Katanya temen kok nggak tau?” ucap Alexa mengejek ketika melihat wajah Tania dan Zia terkejut.

“Rumah sakit,” gumam Tania lalu mengepalkan tangannya ketika teriakan ketakutan Cia mendengung jelas di kuping Tania, ia seperti kembali lagi di tahun itu.

Tania menatap marah ke arah Devlyn, Bryan dan Nathan. Mereka bertiga adalah penyebab trauma Cia kambuh. “Puas?! Puas kalian udah buat Cia masuk rumah sakit?!” bentak Tania sambil tangan nya menunjuk ke arah mereka bertiga. “Gua nggak tau kesalahan apa yang di buat Cia sampai kalian sebegitu benci nya ke Cia. Dan buat kak Dev, kak, lu tega melukai-” Ucapan Tania terhenti karena ada seseorang pakai topi dan masker menarik tangan nya ke arah parkiran sekolah.

“Ngapain, sih, anjing?” bentak Tania begitu ia tahu kalau yang menarik adalah teman nya.

“Lu yang ngapa in, bego? Lu mau bocorin kalau yang nolongin Devlyn waktu itu Cia?!” tanya teman nya sedikit ngegas.

Tania terdiam sadar. Sedikit saja ia keceplosan maka usaha mereka sia-sia.

Sementara itu, di kantin semuanya terpekik kaget karena Tania ditarik oleh seseorang yang nggak tau datangnya darimana. Inti Nevermind dan Zia juga terkejut, tetapi lebih dominan diam merasa bersalah karena langsung menghakimi Cia tanpa mau bertanya, apalagi mereka tadi sempat tersenyum melihat ketua nya menampar Cia.

“Gua ngerasa bersalah,” ucap Nathan yang di angguki Zia dan Jojon sedangkan Bryan dan Devlyn masih tetap acuh.

Alexa tersenyum miring sambil menatap mereka.

...🌹🌹🌹...

Di dalam ruang VVIP rumah sakit Smith Hospital sangat sunyi karena sang penghuni sedang tidur setelah tadi sempat histeris ketakutan. Sementara itu, laki-laki yang sedari tadi menunggu putri tidurnya tersenyum kecut menatap gadis kesayangan nya harus terbaring lemah lagi dengan ketakutan-ketakutan yang sudah reda. Ia kesal dengan dirinya yang nggak bisa menjaga Cia seperti janji nya dengan Davin dan tante Veni.

“Cepat sembuh, Agatha,” ucap Alva terkekeh karena memanggil lagi nama itu.

Suara paduan sepatu dengan lantai terdengar, tetapi tidak membuat Alva mengalihkan pandangan nya dari wajah Cia.

“Kali ini, kenapa lagi, Alva?” tanya Vino langsung tanpa basa basi. Tadi setelah ia selesai operasi pasien nya, asisten nya memberitahu kalau anak gadis nya masuk rumah sakit.

“Di dorong Devlyn dan di caci maki Nathan karena berita gosip Nj bilang kalau Cia kencan sama ketua osis SMA Namjoona,” jawab Alva tanpa menatap om nya. Wajah Devlyn yang hampir persis dengan Vino membuat Alva enggan menatap Vino. “Mau sampai kapan, om? kalau kita nggak kasih tahu semuanya ke Devlyn pasti kejadian ini akan terulang dan PTSD Cia akan kambuh lagi,” lanjut Alva memberi peringatan ke om nya.

“Om mau, Al. Om, mau ngasih tau semuanya ke Devlyn, tetapi Cia melarang om buat bilang. Cia ingin menyelesaikan tanpa melibatkan Devlyn karena target musuh kita itu Devlyn,” jawab Vino sendu merasa bersalah karena dendam ini hadir karena kesalahannya, tetapi Cia harus ikut merasakan dendam ini.

Keadaan kamar sunyi kembali. Alva yang menatap langit orange lewat jendela samping brankar Cia sedangkan Vino menatap anak gadis nya yang terbaring lemah dengan dua selang, satu infus kanula atau selang infus dan yang satu nya adalah nasal kanul atau alat bantu pernafasan yang diletakkan pada lubang hidung untuk mendukung kebutuhan oksigen pada pasien yang dapat bernafas spontan tapi membutuhkan dukungan oksigen tambahan.

Mata Vino terlihat berkaca-kaca, mungkin jika ia mengedipkan mata satu kali aja pasti air mata itu akan menetes. Rasa bersalah, takut, dan muak sudah menjadi satu saat ini. Rasa bersalah karena kesalahpahaman tujuh belas tahun yang lalu, ternyata menjadi boomerang untuk anak gadis yang nggak tau apa-apa, rasa takut kehilangan gadis penolong keluarga nya dan muak dengan dirinya sendiri yang nggak bisa hadapi musuh nya yang tak lain adalah sahabatnya.

“Ravino Smith!” teriak lantang seseorang bersama dengan suara bantingan pintu. “Anak gua kenapa lagi?!” lanjutnya dengan dada yang naik turun.

Vino dan Alva yang masih terkejut karena suara bantingan pintu langsung menatap malas ke arah orang tersebut. “Ravino-Ravino, sopan lo begitu sama suami?” cibir Vino kesal. Bukan karena istrinya yang memanggil nama nya, melainkan karena kedatangannya yang seperti preman, ya walaupun sebenarnya istrinya itu preman di sekolahnya dulu.

“Pingsan, tan,” jawab Alva sebelum keributan di mulai.

“Gua juga tau kalau Cia pingsan, Junaedi,” jawab Tya malas.

Vino yang mendengar nama Junaedi dari mulut istrinya pun menatap tajam. “Junaedi nama bapak gue, ya, Maemunah,” balas Vino sambil menatap tajam istrinya yang juga sedang menatapnya.

“Nama bapak lu Juna, goblok!” pekik Tya yang sama-sama kesal karena nama ibu nya di sebut.

“Heh, lo nikah sama gua udah berapa tahun? Juna emang nama panggilannya, tapi Junaedi Smith nama lengkapnya,” jawab Vino yang juga nggak kalah ngegas. Bahkan mereka lupa kalau mereka debat di rumah sakit.

Tya mengerjapkan mata nya terkejut. “Halah. Lu juga panggil nyokap gua juga, tapi gue biasa aja,” ucap Tya sinis menutupi malu nya.

Cia yang kebangun karena keributan mami papa nya hanya tersenyum. Sudah lama ia nggak lihat mami dan papa nya ribut seperti ini. Terakhir ia menyaksikan yaitu satu minggu sebelum kejadian itu yang artinya satu tahun yang lalu. Ya, meskipun mereka masih sering menemuinya ketika di bandung, tetapi nggak pernah berdua langsung pasti sendiri-sendiri karena menjaga keselamatan Devlyn.

“Kafi nggak mau nyanyi yang kaya di sound tik-tok?” tanya Cia terkekeh pelan.

Alva yang mendengar suara Cia langsung menatap Cia setelah dari tadi menatap malas om dan tante nya. “sound tik-tok?” tanya Alva bingung.

“Iya, sound tik-tok yang lagu nya gini, waduh-waduh untung saya di tengah karena kedua orang disebelah saya penuh dengan amarah,” jelas Cia menyanyikan sound tik-tok yang memang akhir-akhir ini sempat viral.

Alva terkekeh melihat tingkah Cia. Ia kira Cia akan histeris lagi setelah bangun, tapi ternyata malah tenang. “Om, tante, masih mau ribut? Cia sudah sadar,” ucap Alva yang berhasil menghentikan debat Tya dan Vino.

“Sayang, mana yang sakit?” tanya Tya dan Vino bersama.

“Mami sama papa jangan ribut terus,” jawab Cia berbeda dengan pertanyaan. Ia sebenarnya merasakan sakit di kepala dan perutnya, tetapi ia takut mereka khawatir. Ia nggak mau karena perhatian mereka berdua, Devlyn semakin membenci nya.

“Kenapa bisa pingsan, sayang?” tanya Tya lembut.

Cia tersenyum melihat mami nya khawatir. “Cia lupa sarapan,” ucap Cia nyengir.

Tya tersenyum kecut melihat putrinya sudah mulai berani berbohong. Sejak kapan pingsan karena telat makan harus opname di rumah sakit, apalagi ia juga menemukan jejak telapak tangan di pipi putrinya. “Kebiasaan kamu tuh,” jawab Tya sambil menjawil hidung Cia, ia sengaja percaya dengan ucapan Cia.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!