NovelToon NovelToon
Dewa Petaka

Dewa Petaka

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Fantasi Timur / Iblis / Epik Petualangan / Perperangan
Popularitas:8.6k
Nilai: 5
Nama Author: Arisena

Ketika yang semua orang anggap hanya omong kosong menyerbu dari utara, saat itulah riwayat Suku Gagak menemui akhirnya.

Tanduk Darah, iblis-iblis misterius yang datang entah dari mana, menebar kekacauan kepada umat manusia. Menurut legenda, hanya sang Raja Malam yang mampu menghentikan mereka. Itu terjadi lima ribu tahun silam pada Zaman Permulaan, di mana ketujuh suku Wilayah Pedalaman masih dipimpin oleh satu raja.

Namun sebelum wafat, Raja Malam pernah berkata bahwa dia akan memiliki seorang penerus.

Chen Huang, pemuda bernasib malang yang menjadi orang terakhir dari Suku Gagak setelah penyerangan Tanduk Darah, dia tahu hanya Raja Malam yang jadi harapan terakhirnya.

Apakah dia berhasil menemukan penerus Raja Malam?

Atau hidupnya akan berakhir pada keputusasaan karena ucapan terakhir Raja Malam hanya bualan belaka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arisena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode : 32 — Rencana

Semua orang berkumpul di alun-alun kota untuk memandangi sesuatu yang tertancap di ujung tombak. Beberapa ekor gagak terbang berputar-putar di sekelilingnya, demikian pula dengan lalat-lalat besar.

Di sampingnya, tertancap di badan tiang besar, sebuah kertas kuning dengan wajah yang sudah diketahui semua orang. Gambar itu dicoret dengan warna merah.

"Dia sudah mati?"

"Itu buktinya, kepalanya tertancap di ujung tombak."

Orang-orang mulai berisik seiring bertambahnya jumlah manusia yang datang. Tak lama berselang, para murid dari Sekte Pedang Kelabu pun ikut melihat. Mereka hanya mengamati beberapa saat dan tersenyum miring kemudian pergi tanpa menoleh lagi.

Jauh di luar barisan kerumunan orang itu, Chen Huang berjalan bersisian dengan nenek bongkok yang tampak rapuh. Beberapa kali si nenek terkekeh geli, Chen Huang menanggapinya dengan helaan napas.

"Yah ... sekarang aku bisa bergerak cukup bebas di wilayah ini," berkata si nenek, "benar, kan?"

"Bai Li, bagaimana si tua Xin Xia itu bisa melakukan hal ini? Kepalamu bahkan masih menempel."

Bai Li, si nenek bongkok itu terkekeh. "Hehehe, Xin Xia belum terlalu tua, mungkin baru tujuh puluh tahun, tapi dia amat berbakat. Dia mampu mengembangkan satu teknik khusus yang hampir mirip dengan teknik meniru penampilan orang milikku."

"Kalau mirip, berarti tidak sama."

"Tepat sekali," Bai Li mengangguk-angguk. "Dia bisa merubah penampilan mayat siapa pun sesuai kehendaknya. Entah kepala siapa yang ia pakai di ujung tombak itu."

"Lebih baik kita tidak tahu," balas Chen Huang lalu berbelok ke gang sempit tak jauh dari sana. "Jadi, apa selanjutnya?"

"Kau cucuku dan aku nenekmu, setidaknya selama di Kota Lembah ini, begitulah hubungan kita," Bai Li menjawab sambil berjalan perlahan mengikuti pemuda tersebut. "Kita harus bertemu Xin Xia seperti yang dikatakannya kemarin."

Mereka terus berjalan melalui gang-gang sempit sampai tiba di sebuah jembatan besar. Chen Huang dan Bai Li menuju ke kolong jembatan yang cukup gelap. Di sana, sudah menunggu Xin Xia dan pemimpin cabangnya, Guo Nan.

"Aku puas dengan ini."

Xin Xia mengangguk samar. Ketika memandangnya, Chen Huang setengah tak percaya jika lelaki itu sudah berumur tujuh puluh tahun. Padahal wajah itu masih seperti lima puluhan tahun.

Bai Li melanjutkan. "Kalau kalian harus bertempur melawan Pedang Kelabu karena kebohongan kecil ini, aku tak mau tahu."

"Kami sudah tahu risikonya," jawab Xin Xia tenang. "Kau tak perlu cemas."

"Jadi, ada perlu apa?"

Xin Xia bangun dari duduknya. "Kau sudah memberikan harta yang terlalu banyak. Tak ada satu pun pelanggan kami yang sanggup memberi sebanyak itu dalam sekali waktu, tentu saja harga diri kami akan tercemar bila mendapatkannya hanya dengan trik kecil semacam itu."

"Oh?" Bai Li tersenyum miring. "Jadi?"

"Katakan apa permintaanmu? Kami, Bulan Menangis akan melakukannya."

Bai Li tertawa bergelak saat itu juga. Dadanya yang lembek naik-turun dengan janggal. Chen Huang diam-diam melihatnya, amat jauh berbeda baik dari segi bentuk maupun ukuran dibanding dengan wujud bibi kala itu.

"Aku mendapat kehormatan besar," katanya di sisa-sisa tawanya. "Baiklah, aku terima. Aku hanya ingin satu hal. Setelah ini, pasti Sekte Pedang Kelabu akan datang kepada kalian, aku berani bertaruh, tak mungkin tidak."

Xin Xia mengangguk. "Itu sudah pasti. Mereka menjanjikan bayaran lebih untuk kepalamu."

"Nah!" Bai Li menunjuk wajah Xin Xia. "Kirim seorang perantara. Kalian harus mengatakan kepadaku apa pun yang dikatakan oleh Sekte Pedang Kelabu, tidak kurang sedikit pun. Tak hanya kali ini, tapi untuk seterusnya."

"Itu bisa diatur," tegas lelaki tua itu mantap. "Satu hal lagi sebagai tambahan, kalian bisa datang kepada kami untuk berbagai informasi dengan biaya jauh lebih murah."

"Oh, tamak sekali, kupikir tanpa biaya," wanita itu menahan tawanya, "tapi tetap saja harus kuucapkan terima kasih. Eh, soal Pedang Kelabu gratis, ya?"

Xin Xia mengangguk. "Kalau begitu, sampai jumpa lain waktu."

Sesaat kemudian, dua orang berjubah hitam itu sudah lenyap dari sana.

Bai Li kembali tertawa terbahak-bahak. "Satu pelajaran untukmu, Chen Huang. Apa pun yang mereka katakan, jangan percaya selama tanganmu tidak penuh dengan uang."

"Aku tahu," Chen Huang mengamati tempat di mana mereka berdua berdiri. "Tapi, dengan emas sebanyak itu, sepertinya tidak terlalu berlebihan kalau mereka berada di sisi kita, kan? Lagi pula, kita sudah memberi mereka uang sebanyak itu."

"Untuk sementara waktu, iya. Kita mendapat perlindungan penuh dari mereka."

"Perlindungan?"

Bai Li mengangguk. "Bulan Menangis masih punya kehormatan, dia tak akan membiarkan pelanggannya diganggu oleh siapa pun juga." Kemudian dia menunjuk ke atap salah satu bangunan. "Kaulihat pria berjubah hitam yang duduk di genteng itu? Dialah yang selalu mengikuti kita dan akan turun tangan sewaktu-waktu bila diperlukan."

Pemuda itu ikut mengamati, tapi dia berpikiran lain. "Kita diawasi."

"Terserah apa mau mereka, anggap ini sebagai keuntungan."

...----------------...

Dua hari kemudian, Guo Nan datang ke tempat mereka setelah Chen Huang berhasil menyerap semua Serat Jahe Putih. Sebuah penginapan sederhana lain di Kota Lembah tapi tidak semenyedihkan tempat pertama, itulah yang kini mereka tinggali.

"Apa kata mereka?" tanya Bai Li tanpa mengangkat pandangan dari buku yang sedang ia baca.

"Ucapan terima kasih, tentu saja," Guo Nan melaporkan. "Tapi, mereka juga mengatakan sesuatu yang lain."

Kini Bai Li melirik, merasa tertarik. "Apa itu?"

"Mereka meminta kami untuk membawakan kepala seorang bocah kira-kira enam belas tahunan, yang selalu berada di dekat Bai Li saat perang."

"Oh, perang di mana?" Bai Li mengambil sikap pura-pura tidak tahu.

"Mereka tidak bilang."

"Hmph, mereka masih punya rasa malu karena dikalahkan."

Guo Nan menelengkan kepala, tidak mengerti.

Saat itulah Chen Huang yang sejak tadi menguping dari luar, membuka pintu.

"Tentu saja dia, kan?" Bai Li menunjuk Chen Huang.

Guo Nan mengangguk. "Agaknya begitulah." Dia kembali menghadap Bai Li. "Sebenarnya, perang apa yang mereka maksud?"

Bai Li meletakkan jarinya di depan bibir. "Itu rahasia kami. Maaf saja walau kami menang, tapi kami tak akan mengatakannya lebih jauh."

Walau bagaimanapun, Bai Li masih cukup cerdas untuk tidak melibatkan Suku Langit ke dalam masalah ini lagi.

Guo Nan mengangguk paham. "Jadi, kau ingin bagaimana?"

"Apa yang diminta mereka?"

"Mereka memintaku sebagai pemimpin cabang untuk menjebak anak ini. Mereka bilang anak ini kuat sekali, dan aku setuju soal itu." Tanpa sadar, dia meraba pundaknya yang berlubang. "Mereka akan ikut membantu dalam upaya pembunuhannya."

"Tolol! Saat ingin membunuhku di sini, kenapa mereka tidak turun tangan? Hahaha, pengecut besar, mereka mungkin merasa malu karena tak sanggup membunuh pengkhianatnya sendiri."

Chen Huang mendekat ke sisi Bai Li. "Dalam wujud nenekmu, kau lebih sering tertawa."

Guo Nan, entah mengapa mengangguk. "Tak enak dipandang," celetuknya.

"Diam kalian berdua!" Bai Li menghardik. "Di mana tempat pengepungan itu?"

"Tidak jauh, di Hutan Lembah sebelah timur kota."

"Lakukan!" Bai Li menjawab tanpa berpikir. "Lakukan tanpa ragu!"

"Gila kau!" Tentu saja, Chen Huang merasa keberatan. Dia yang jadi sasaran saat ini, kenapa Bai Li yang memutuskan seenaknya. "Kau ingin menjualku?"

Namun, Bai Li acuh. "Suruh mereka menurunkan kultivator Tingkat Bintang, tapi jangan Tingkat Semesta, yakinkan mereka dengan caramu sendiri. Aku juga meminta kepada kalian untuk membuat satu kelompok yang akan berpura-pura menyerang Chen Huang, dan satu kelompok lagi yang akan berpura-pura menyelamatkannya."

Guo Nan mengendikkan bahu. "Mudah, serahkan pada kami. Rencana ini akan dilakukan tiga hari dari sekarang."

"Hei, dengarkan aku!" Chen Huang berkeras. "Jangan main-main, ini masalah nyawa!"

1
Filanina
bab ini kayak pendek.

btw, makin lambat aja. apa kamu masih online?
Arisena: emang makin dekat perang besar, makin lambat, aku juga ngerasa gitu/Sweat/
Arisena: masihlah/Proud/
total 2 replies
Tanata✨
Tak terasa sudah 10 chapter ya🤭 makin ke sini makin kerasa menarik.. beberapa sensasi tegang dan kocaknya juga cukup seimbang.

Hanya saja untuk development karakter nya aku masih merasa kurang cukup motivasi. Mungkin karena masih perkembangan awal. Akan tetapi, perlahan namun pasti keberadaan Chen Huang di Serigala, kayaknya akan semakin bisa di terima. Aku cukup merasakan bahwa dia saat ini sudah mulai banyak berinteraksi dengan tokoh lainnya.
Tanata✨
Aku cukup suka sama rangkaian kata-kata pada paragraf ini. Aku jadi mudah membayangkannya
Tanata✨
Ye ye yeeeee/Sob//Sob//Sob//Sob/
Filanina
Bro, Hutan Emasnya udah tamat minta review dong.
Filanina: error kali ya
Arisena: nanti kukirim lagi, NT emang rada rada🗿
total 5 replies
Filanina
cerdik juga chen Huang sampai ayang terpesona.
Tanata✨
Kalau Chen Huang sampai di penjara, waaah waah sih😅🤣🤣
Tanata✨
Beda dikit dengan peribahasa "nasi sudah jadi bubur"
Tanata✨
ini flashback ya? aku baru sadar🤔 Tadinya aku agak bertanya-tanya, ternyata ada gagak lain selain Chen Huang. Tahunya ini masa lalu.

Aku baca ulang dan ternyata memang ini flashback😅✌🏻
Tanata✨
gk sakit gk sembuh, map maap ya/Hey/
Tanata✨
Skalian paus atau hiu😭😭✌🏻
Tanata✨
Kompaaakkk🤣🤣🤣
Tanata✨
Lantas siapa lagi kalau bukan chen huang, mungkin saat ini beliau belum terlalu pd/Hey/
Tanata✨
Gemes sama tingkah mereka, tidak saling menjatuhkan dan saling termotivasi satu sama lain...
Tanata✨
Filosofi makna kuda laut apa ya?😅 aku masih agak heran
Tanata✨
Wkwkwk panas hayo panasss🤣🤣
Tanata✨
Pada intinya kerja keras akan membuahkan hasil ygy
Arisena: /Proud/
total 1 replies
Tanata✨
Beruntunglah karena saat ini dirimu tokoh utama, kurleb plot armornya pasti tebel lah
Arisena: yoi/Doge/
total 1 replies
Tanata✨
Awet muda/Shy/
Arisena: /Slight/
total 1 replies
Tanata✨
Ngakak plisss😭😭✌🏻
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!