"Menikahlah denganku, maka akan kutanggung semua kebutuhanmu!"
Karina Anastasya harus terjebak dengan keputusan pengacara keluarganya, gadis sebatang kara itu adalah pewaris tunggal aset keluarga yang sudah diamanatkan untuknya.
Karina harus menikah terlebih dahulu sebagai syarat agar semua warisannya jatuh kepadanya. Hingga pada suatu malam ia bertemu dengan Raditya Pandu, seorang Bartender sebuah club yang akan mengubah hidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fafafe 3, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Misi
Pagi itu, sinar matahari menembus kaca jendela kafe yang tenang, menciptakan bayangan hangat di sekitar meja tempat Karin dan Pandu duduk. Keduanya tengah membicarakan rencana mereka, membicarakan strategi untuk menjalankan misi yang rumit. Di depan mereka, kopi sudah mendingin karena tak tersentuh, menunjukkan betapa seriusnya percakapan yang terjadi di antara mereka.
Karin menyandarkan punggungnya di kursi, menatap Pandu yang duduk di seberangnya. "Jadi, hari ini kita ketemu Om Heru," ucapnya pelan tapi tegas. "Dia adalah pengacara kepercayaan keluargaku, sudah lama dia menangani semua urusan hukum dan menjaga harta peninggalan orang tuaku. Dia yang akan memutuskan apakah pernikahan kita cukup meyakinkan untuk memenuhi syarat wasiat."
Pandu mengangguk, menatap Karin dengan serius. "Aku sudah siap. Aku akan bermain sesuai peran yang kau minta."
Karin menghela napas, terlihat sedikit ragu. "Dengar, Pandu, Om Heru itu sangat cerdas. Dia bisa mencium kebohongan dari jauh. Kita harus benar-benar terlihat meyakinkan, seperti pasangan suami istri yang sungguhan."
Pandu mengangguk lagi, kali ini dengan sedikit senyum di sudut bibirnya. "Jadi, kita harus punya cerita latar belakang yang solid, ya? Bagaimana kita bertemu, bagaimana kita saling jatuh cinta, dan semua detail kecilnya."
Karin menatapnya sejenak, lalu mengangguk. "Iya. Aku sudah menyiapkan semua. Kita akan bilang bahwa kita bertemu di sebuah acara amal yang aku hadiri beberapa bulan lalu, dan sejak itu hubungan kita berkembang. Kau harus ingat detail-detail ini. Om Heru akan bertanya banyak hal."
Pandu menyandarkan tubuhnya, menyilangkan tangannya di dada. "Baik, aku paham. Acara amal, hubungan berkembang, lalu menikah secara diam-diam. Berapa lama kita sudah menikah dalam cerita ini?"
"Tiga bulan," jawab Karin cepat. "Cukup lama untuk terlihat serius, tapi tidak terlalu lama sehingga Om Heru curiga kenapa dia baru mendengar soal ini sekarang."
Pandu tertawa kecil, mencoba meredakan ketegangan yang dirasakannya. "Kau benar-benar sudah memikirkan semuanya, ya."
Karin memutar cangkir kopinya dengan pelan, tatapannya masih serius. "Aku tidak punya pilihan lain. Kalau Om Heru tidak percaya, aku bisa kehilangan semuanya. Dan itu bukan hanya soal uang. Itu soal hidupku. Orang tuaku sudah bekerja keras untuk meninggalkan semua ini, dan aku tidak akan membiarkannya jatuh ke tangan orang lain."
Pandu melihat sisi lain dari Karin yang belum pernah ia lihat sebelumnya—seorang perempuan yang tegas, penuh perhitungan, namun juga penuh tekanan dari keadaan. "Kau tak perlu khawatir. Aku akan melakukan bagianku. Kita akan berhasil meyakinkan Om Heru."
Karin mengangguk sekali lagi, lalu berdiri. "Baiklah, kita harus berangkat sekarang. Om Heru sudah menunggu di kantornya."
Pandu mengikutinya berdiri, membenahi jaketnya. "Baik, 'istri tersayang', mari kita temui pengacara hebatmu."
Karin tersenyum samar, merasakan sedikit kekuatan dari keyakinan Pandu. Tapi dalam hati, dia tahu, ini hanya awal dari misi panjang dan berbahaya yang mereka hadapi.
Karin dan Pandu berjalan keluar dari kafe, keduanya berusaha menyesuaikan peran yang akan mereka mainkan di depan Om Heru. Di parkiran, Karin membuka pintu mobilnya dan masuk ke dalam, diikuti oleh Pandu yang duduk di sampingnya. Jalanan kota yang padat semakin menambah rasa gugup yang mulai merayap dalam diri Karin, namun dia berusaha tidak memperlihatkannya.
Di dalam mobil, suasana sejenak hening sebelum Pandu memecahnya. "Kau terlihat sedikit tegang," ucapnya sambil melirik Karin. "Kau yakin siap menghadapi ini?"
Karin menatap lurus ke depan, tangannya mencengkeram setir sedikit lebih kuat dari biasanya. "Aku tidak punya pilihan selain siap, Pandu. Om Heru tahu segalanya tentang keluargaku. Kalau dia merasa ada yang janggal, semua ini bisa berantakan."
Pandu mengangguk sambil menatap jalanan. "Oke, ceritakan lagi soal Om Heru. Apa yang harus aku tahu tentang dia, selain fakta bahwa dia sangat cerdas?"
Karin menarik napas dalam, berusaha mengendalikan kegelisahannya. "Dia bukan hanya pengacara, tapi juga seperti mentor bagi ayahku. Mereka sahabat lama. Setelah orang tuaku meninggal, dia yang mengurus segala urusan hukum dan memastikan aku dilindungi. Dia juga yang memegang kendali penuh atas harta warisan sampai aku ... menikah."
Pandu mengangguk mengerti. "Jadi, ini bukan cuma soal meyakinkan pengacara. Kita harus meyakinkan orang yang benar-benar peduli padamu dan tahu banyak tentang keluargamu."
"Benar," Karin membalas, menyalakan lampu sein untuk berbelok. "Dan itu sebabnya kita tidak bisa melakukan kesalahan."
Mobil Karin melaju melewati gedung-gedung tinggi sebelum akhirnya berhenti di depan sebuah kantor hukum besar dengan plakat nama 'Heru & Partners'. Pandu menatap gedung tersebut, sedikit kagum, lalu memandang Karin yang menghela napas pelan sebelum akhirnya berkata, "Ini dia."
Keduanya turun dari mobil dan melangkah masuk ke dalam gedung. Di lobi, seorang resepsionis menyambut mereka dengan senyum profesional. "Selamat pagi, Miss Karin. Om Heru sudah menunggu di ruangannya."
Karin mengangguk singkat, mencoba tersenyum tenang meski dalam hati sedikit berdebar. Pandu berjalan di sampingnya, menjaga sikap agar terlihat percaya diri. Mereka menaiki lift dan berhenti di lantai atas, di mana pintu kantor pribadi Om Heru berada. Karin mengetuk pintu kayu besar itu perlahan, sebelum mendengar suara berat dari dalam ruangan yang mempersilakan mereka masuk.
Om Heru duduk di balik meja kerjanya, mengenakan setelan jas rapi, kacamata di atas hidung, sambil melihat beberapa dokumen. Ketika Karin dan Pandu masuk, ia mengangkat pandangannya dan tersenyum kecil.
"Karin," sapa Om Heru hangat, akan tetapi ada ketajaman dalam matanya yang tak bisa diabaikan. "Sudah lama kita tidak bertemu."
Karin tersenyum sopan, berusaha menguasai diri. "Iya, Om Heru. Terima kasih sudah mau meluangkan waktu. Saya tahu Om sangat sibuk."
Om Heru mengangguk kecil, lalu pandangannya beralih ke Pandu. "Dan ini ... suamimu, ya?" Nada suaranya terdengar penasaran, tapi juga sedikit skeptis.
Pandu mengulurkan tangan dengan senyum ramah. "Pandu, Om. Senang bertemu dengan Anda."
Om Heru menerima uluran tangan itu, tapi tidak melepaskan tatapan tajamnya dari Pandu. "Senang bertemu denganmu juga, Pandu. Aku harap kau mengerti pentingnya pertemuan ini."
Karin menyela sebelum suasana menjadi terlalu tegang. "Om, Pandu dan aku sangat serius tentang hubungan ini. Kami sudah menikah tiga bulan yang lalu. Kami hanya ingin memastikan semua berjalan sesuai keinginan orang tua saya."
Om Heru masih memandang Pandu, seolah berusaha menilai setiap gerak-geriknya. "Tiga bulan, ya? Kenapa aku baru mendengar kabar ini sekarang?"
Pandu segera menanggapi, suaranya tenang namun penuh keyakinan. "Kami ingin menjaga privasi, Om. Kami ingin memastikan bahwa pernikahan ini didasarkan pada cinta dan komitmen, bukan urusan bisnis atau warisan. Tapi sekarang, kami siap untuk terbuka dan melibatkan keluarga serta orang-orang terdekat."
Om Heru menyipitkan mata, tidak sepenuhnya yakin, tapi tak segera mengomentari lebih lanjut. "Begitu. Baiklah, kalau begitu, mari kita bahas beberapa hal. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi jika kalian ingin pernikahan ini memenuhi syarat dalam wasiat orang tuamu, Karin."
Karin mengangguk cepat. "Tentu, Om. Kami siap mengikuti semua persyaratan."
Om Heru menyandarkan diri di kursinya, melihat kedua orang di depannya dengan tatapan yang tajam. "Aku harap kalian paham, ini bukan hanya soal formalitas. Aku akan memastikan bahwa ini bukan sekadar pernikahan kontrak atau tipu muslihat. Aku mengenal keluargamu dengan baik, Karin, dan aku ingin memastikan kau mendapatkan apa yang seharusnya menjadi hakmu. Tapi dengan cara yang benar."
Pandu menahan napas sejenak, tahu bahwa ini adalah ujian yang sebenarnya. Kini semua tergantung pada mereka, apakah mereka bisa meyakinkan Om Heru atau tidak.