Harap bijak dalam membaca.
kesamaan nama keadaan atau apapun tidak berkaitan dalam kehidupan nyata hanya imajinasi penulis saja.
Seorang wanita muda kembali ke tanah kelahirannya setelah memilih pergi akibat insiden kecelakaan yang menimpanya dan merenggut nyawa sang Kakek.
Setelah tiba ia malah terlibat cinta yang rumit dengan sang Manager yang sudah seperti Pria Kutub baginya. Belum lagi sang Uncle dan mantan kekasih yang terus mengusik kehidupan asmaranya.
Lalu di mana hati Alice akan berlabuh? Dapatkah Alice menemukan pelaku pembunuh sang kakek..
Yuk ikutin kisahnya...
jangan Lupa Like Vote Komentar maupun Follow terimakasih..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kanian June, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 32
Betapa terkejutnya Bi Mirah, namun ia hanya menyimpan semuanya.
Ia juga takut kemungkinan buruk terjadi jika membocorkan pada orang lain. Mengingat dia hanya seorang kecil dibanding Nyonya Berlian. ( Kutipan Bab 31)
"Bi.. Bi Mirah. Bi!" Panggil Moza menggoyangkan tubuh seseorang di sampingnya.
Panggilan kesekian ia lontarkan namun tidak mendapatkan respon apapun. Mang Asep yang duduk di kursi kemudi ikut bangun melihat Bi Mirah dari balik spion dalam mobil.
Akhirnya terbesit ide di kepala mang Asep, dia lantas membunyikan klakson mobil berulang kali.
Menurutnya tak apa karena keadaan jalan juga begitu sepi.
"Astaghfirullah! Mang Asep ana apa sih!" Spontan ia memukul sandaran kursi kemudi di depannya. Ia juga berteriak kepada seseorang tersebut.
"Ya habisnya kamu juga bi, di panggil Non Moza dari tadi gak nyahut-nyahut sih!" Jawab mang Asep dengan cengiran yang terpantul dari kaca spion.
Moza hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah kedua orang tua di hadapannya. Ia memang tidak terlalu akrab dengan Mang Asep, Bi Mirah maupun para Asisten Rumah Tangga lainnya yang bekerja di rumah Oma.
Selain Moza yang sibuk dengan pekerjaannya bolak balik keluar kota, keluarga Moza juga punya rumah sendiri yang letaknya tidak satu kawasan dengan Rumah sang Oma.
"Maafkan bibi ya non, tadi tidak dengar." Ungkap Bi Mirah yang beralih duduk menghadap Nona mudanya.
"Iya bi tidak apa, Moza hanya ingin meminta maaf mewakili mama. Mungkin ada perkataan atau tingkah mama yang menyakiti kalian. Maafkan ya Bi, mang? Tolong jangan di masukkan ke hati ya?" Pinta Moza dengan tulus.
Keduanya pun saling pandang sebelum akhirnya mengangguk haru atas niat tulus Moza.
Mereka tahu jika Moza tidak seperti namanya, bahkan berbanding terbalik. Mengingat bagaimana perangai yang dimiliki oleh Moza begitu lembut.
Ia bahkan tidak pernah berkata kasar atau bahkan berbuat onar sejak kecil. Ia lebih banyak diam.
Mungkin sifat itu ia dapatkan dari sang ayah, sama halnya Tuan Marvel juga memiliki pribadi seperti Moza.
Tidak suka mengikuti masalah orang, bahkan dia juga begitu ramah dengan para Asisten Rumah Tangga Nyonya Rochelle ketika berkunjung.
Beda dengan Nyonya Berlian yang dalan hatinya dipenuhi dengan iri dengki. Dia tidak suka di samakan dengan seseorang yang menurutnya tidak selevel dengannya.
Kadang dia juga suka marah-marah gak jelas kalau tidak ada Tuan Marvel ataupun Non Moza.
Itu seperti yang diceritakan oleh Asisten Rumah Tangga yang bekerja di Rumah Nyonya Berlian.
***
Berlian masih termenung melihat wajah pucat sang mama yang terbaring. Entah kenapa rasa benci begitu besar di hatinya.
Ia begitu membenci Alice dan keluarganya termasuk juga William. Namun perasaan itu hanya ia perlihatkan di belakang orang yang ia sayangi.
"Bangun ma, Berlian disini." Ucapnya pelan membelai suri sang mama
Beberapa saat ia termenung sampai seseorang datang mengejutkan nya dari belakang.
"Ma, bagaimana keadaan Oma dan William?" Tuturnya lembut membelai punggung sang istri
"Pah! Mama" tangisnya yang ia tahan tiba-tiba pecah di dekapan sang Suami.
Marvel hanya dapat membawanya dalam pelukan, mencoba menguatkan istrinya.
Sebelum datang Marvel terlebih dahulu menghubungi Moza. Setelah di beri penjelasan oleh Moza mengenai Oma dan William akhirnya Marvel langsung menyusul ke Rumah Sakit setelah perjalanan dinas dari luar kota.
Marvel juga menyarankan agar Moza tinggal di rumah saja, mengingat besok ada jadwal shooting.
Moza hanya pasrah mengingat ia juga harus bekerja karena masih terikat kontrak dengan manajemen nya.
Marvel akhirnya membawa Berlian ke Ruang tamu kamar tersebut, agar tidak menggangu Oma beristirahat.
Berlian menjelaskan apa yang terjadi dengan Oma hingga tiba-tiba ia bisa pingsan.
Marvel hanya mendengar dengan mengaggukkan kepalanya. Sesekali ia membenarkan perkataan Berlian yang kelewat salah menurutnya.
"Ma, tapi ini bukan salah William ataupun Alice. Ini musibah ma, wajar saja seorang ibu akan pingsan mendengar kabar tentang anaknya. Kalau soal Alice mungkin dia menggantikan pekerjaan William, makanya belum kesini." Jelasnya menasihati pikiran buruk sang istri
"Tapi pah, apa sepenting itu di bandingkan nyawa seseorang. Kalau soal harta saja dia cepat sekali datangnya, giliran beginian saja kabur." Protesnya masih tidak terima
Mereka masih terus terlibat perdebatan yang panjang, namun Marvel tetap menasihati istrinya untuk berfikir dingin.
Diluar pintu ada seseorang yang ingin masuk namun belum sempat membuka handle pintu ia mendengar dua orang sedang mengobrol.
Alice hanya mendengar dari balik pintu tentang perdebatan bibi dan pamannya. Ia sebenarnya sudah berdiri sejak tadi, namun ia urungkan untuk masuk.
"Al, apa sebaiknya kita masuk nanti saja?" Tawar Steven yang ikut mendengar perkataan mereka, bukan sengaja menguping. Volume Berliana terlalu tinggi untuk sekedar mengobrol.
"Ah tidak, mari lanjutkan." Ucap Alice sambil mengusap wajahnya yang basah.
CEKLEK
Pintu akhirnya terbuka, saat yang sama dua insan yang sedang duduk di sofa menghentikan adu argumen mereka.
"Al! Kapan kamu datang?" Sapa Marvel terlihat sedikit gugup manakala Alice tiba-tiba datang, ia sungkan jika Alice mendengar pembicaraan mereka barusan.
"Ini dia anak gak tau diri! Dari mana kamu baru jam segini baru datang?" Teriaknya pada Alice yang selangkah masuk ke dalam ruangan.
Alice hanya diam tidak menanggapi sedikitpun, pandangannya lurus ke pintu kamar di depannya.
"Ma, jangan gitu Alice baru datang. Biarkan dia melihat Oma dulu. Jangan teriak-teriak kasihan kalo Oma dengar!" Bujuk Marvel merangkul bahu istrinya yang berkacak pinggang.
"Maaf Om, saya baru tahu kejadiannya tadi sekitar jam tujuh." Tutur Alice sopan kepada Marvel
"Iya Alice silahkan di kamar itu Oma sedang istirahat." Tunjuk Marvel ke sebuah kamar di ujung ruangan.
"Halah pah, ngapain masih baik-baik sama dia. Sudah tau Uncle kesayangannya sekarat begitupun Oma yang belum sadarkan diri. Dia malah enak-enak keluyuran sama laki-laki. Heh! Emang kalo buah jatuhnya gak jauh dari pohon. Cih!" Decih Berlian dengan lancangnya.
"Maaf Tuan dan Nyonya saya ikut bicara, perkenalkan saya Steven bagian Manager di perusahaan Tuan William. Sebelum kejadian Tuan William berpesan agar saya menggantikan beliau meeting di sore hari. Beliau juga menyarankan untuk mengajak Nona Alice untuk ikut serta. Satu lagi beliau berpesan agar tidak memberi tau Nona Alice jika sedang sakit. Dan baru setelah meeting selesai Peter dan Mang Asep memberikan kabar." Jelas Steven menatap Marvel dan Berlian secara bergantian. Hatinya yang di penuhi rasa panas mengingat perkataan Berlian yang begitu menusuk membuat keberanian dirinya untuk angkat bicara.
'ada ya orang yang begitu jahat.' batinnya melihat ekspresi wajah Berlian yang begitu angkuh.
Alice hanya melirik Steven yang sudah berdiri di sampingnya, dilihatnya dia sangat amat berbeda jika sedang seperti ini.
Namun ia merasa tidak enak membiarkan Steven tau tentang keluarganya yang sebenarnya tidak baik-baik saja.
Saat mereka sedang bersama di luar Berliana menunjukkan sikap manisnya.
Namun berbanding terbalik saat dia tidak dalam jangkauan Oma, Berlian akan menunjukkan sikap sebenarnya.