Raya Lituhayu (25) kecewa karena sang kekasih menikahi sekretaris pribadinya yang sudah hamil duluan. Bayu Agung Gunawan (27), menyimpan cinta untuk tetangga yang berprofesi sebagai pengacara dengan status janda.
Orangtua Raya dan Bayu berniat menjodohkan mereka untuk semakin mendekatkan dua keluarga. Tentu saja ditolak, apalagi hubungan mereka layaknya Tom and Jerry. Satu insiden membuat mereka akhirnya menerima pernikahan tersebut.
Kehidupan rumah tangga yang penuh drama dan canda, menimbulkan cinta. Namun, semua berantakan ketika kerjasama dua keluarga besar terpuruk. Bunda Bayu terluka dan Papi Raya harus mendekam di penjara. Hubungan Raya dan Bayu semakin renggang dan berujung perpisahan. Tidak mudah bagi Raya menjalani hidup setelah keterpurukan keluarga bahkan dalam kondisi hamil.
“Benci dan rindu itu batasnya tipis, sekarang kamu benci bentaran juga rindu sampai bucin. Ayolah, jangan jadikan kebencian ini mendarah sampai anak cucu kita."
===
Jangan menumpuk bab 😘😘😘🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30 ~ Rindu
Akhirnya Bayu kembali merasakan istirahat di ranjang kamar apartemen. Kemarin-kemarin ia bermalam di rumah sakit, hanya pulang untuk mengambil ganti atau ada perlengkapan yang harus dibawa. Mendadak tubuhnya tidak baik, Mario memintanya untuk istirahat . Apalagi besok sidang perdana kasus kecelakaan sang bunda.
Meski lelah, tapi mata sulit terpejam. Ranjang dan kamar itu mengingatkannya pada … Raya. Apalagi barang-barang miliknya masih ada. Ada rasa bersalah karena belum juga menemui perempuan yang masih berstatus sebagai istri. Dia tidak bertanggung jawab dengan mengabaikan dan melalaikannya.
“Sepertinya gue harus konsul masalah pernikahan ini. Nggak bisa seterusnya begini terus,” guma Bayu lalu membuka ponsel dan membaca pesan dari Mada dan Erlan yang selalu memberikan semangat dan doa tentang masalah yang dihadapi keluarganya. Sudah lama juga mereka tidak kumpul bareng, meski kedua sahabatnya itu datang menjenguk ke rumah sakit.
Esok hari, Bayu langsung menuju pengadilan. Mario pun akan ikut hadir, Erika ada dokter dan perawat yang menjaga secara intensif. Mirna saja yang sedang hamil besar, memaksa hadir di pengadilan. Sempat melihat kedatangan Raya dan Rama. Sengaja menghindar, meski dari jauh mereka sudah saling melihat.
Sudah berada di ruang sidang, Bayu dan keluar duduk di deretan kursi depan. Menatap sekeliling mencari keberadaan keluarga musuhnya. Pandangannya tertuju pada Raya yang duduk agak belakang, dengan wajah menunduk. Ada rasa bersalah karena mengabaikannya, tapi emosi merajai hatinya.
“Bayu,” tegur Mirna yang juga menatap ke arah pandangan sang adik. “Fokus pada Bunda.”
“Hm.”
Persidangan dimulai, saat Pras dihadirkan dan duduk di samping kuasa hukumnya. Air mata Raya tidak sanggup dibendung, Rama yang paham langsung menggenggam jemarinya.
“Sabar,” bisik Rama dan Raya hanya mengangguk pelan.
Sidang berikutnya dijadwalkan minggu depan, Rama mengajak Raya menemui Pras sebelum dibawa kembali ke rutan.
“Bayu, ayo,” ajak Mirna karena Bayu terlihat menatap seseorang.
“Duluan mbak.”
“Jangan macam-macam kamu.”
“Ck, aku perlu konsultasi dengan seseorang.” Mirna menatap ke arah pandangan Bayu dan hanya bisa menghela pelan. “Kalau sudah beres, langsung ke rumah sakit atau ke kantor. Kasihan Ayah.”
“Hm.” Bayu gegas menghampiri seseorang. “Mbak Yuli,” sapa Bayu.
Yuli menoleh. “Hei, Bayu.” Mereka bersalaman dan saling sapa. Tidak aneh bertemu dengan wanita itu di pengadilan karena profesinya pengacara.
“Maaf Mbak, ada waktu karena saya mau konsultasi.”
“Hm, bisa-bisa. Kebetulan saya baru selesai sidang.” Yuli pamit pada rekannya dan ikut bersama Bayu mencari tempat bicara terdekat dari lokasinya sekarang.
Tidak ada basa-basi, Bayu langsung menyampaikan kondisi rumah tangganya termasuk kebencian pada ayah mertua yang sudah menyebabkan Ibunya celaka.
“Aku malah nggak tahu kamu sudah menikah.” Yuli melepas kaca matanya lalu menyandarkan punggungnya. “Sebagai pengacara saya akan sarankan kamu untuk berdamai dulu, tapi dengan kasus orangtua kalian sepertinya agak sulit dan kalau aku lihat kamu memilih … menyerah.”
Bayu mengangguk pelan.
“Saya ingin fokus dengan kesehatan, Bunda.”
“Intinya, kamu ingin bercerai?” tanya Yuli.
Bayu terdiam. Meski dalam hatinya dilema, tapi tidak sanggup menjawab pertanyaan Yuli.
“Saran aku, sabar dulu. Toh kamu fokus pada kesehatan Ibu Erika, nggak akan langsung mau nikah lagi. Mana tahu nanti ada hidayah kalian bisa bersama kembali. Aku melihat keraguan di mata kamu,” tutur Yuli. “Jujur salah satu kasus yang aku hindari adalah perceraian.”
Bayu masih berbincang dengan Yuli saat ponselnya berdering. Panggilan dari Mirna yang diduga sudah tiba di rumah sakit.
“Sebentar mbak,” ujar Bayu pada Yuli. “Halo, Mbak,” sapa Bayu saat menjawab panggilan telepon.
“Bay, Bunda merespon. Dia mulai sadar, kamu cepat kemari.”
“Hah, oke aku langsung ke sana.”
Yuli seakan mengerti langsung mempersilahkan Bayu pergi.
Sedangkan di tempat berbeda. Raya dan Rama masih menikmati kebersamaan mereka bersama Pras sebelum pria itu kembali dibawa ke rumah tahanan. Seakan tidak mau lepas dari rangkulan sang Papi, Raya bermanja di sana seperti saat masih remaja.
“Ray, lepas ih. Nggak malu kamu?”
“Nggak, sirik aja,” sahut Raya karena teguran Rama. “Pih, minggu depan aku bawakan makanan kesukaan papi ya. Hasil karya aku dan Bibi.”
“Jangan repot-repot, seharusnya kamu tidak perlu datang. Lihat wajah kamu pucat begini, ujar Pras mengusap pipi Raya.
“Aku nggak pa-pa, Pih.”
“Rama sudah cerita kondisi kamu. Sabar ya dan maafkan Papi. Semua keputusan kamu, Papi dan Rama akan mendukung. Jangan takut, kamu tidak sendirian.”
Raya tidak sanggup menjawab atau merespon ucapan Pras. Hanya bisa terisak dalam pelukan pria itu.
“Semoga semua cepat selesai, maaf kalian harus ikut dalam cobaan ini. Papi jadi rindu mami, rindu sekali.”
\=\=\=\=\=\=
Sambil tunggu update, mampir yuk ke karya rekan author
double up dong Thor 🙏