(Identitas Tersembunyi) Inarah yang biasa di sapa Nara sudah dari dulu tak mengikuti jejak sang kakak dan sang adik yang masuk pondok pesantren, Nara memilih sekolah di SMA milik sang kakek.
Tak ada yang tau bahwa Nara adalah cucu dari pemilik SMA karena Nara memang tak menyombongkan diri, bahkan Nara yang penampilannya seperti anak pesantren justru menjadi hinaan oleh teman-teman sekolahnya dan jadi korban bullying.
Tapi itu hanya sesaat, ketika Nara sudah lelah berpura-pura menjadi lemah kini taring yang selama ini di sembunyikannya pun keluar juga bahkan membuat para bullying jadi ketakutan.
Ikuti ceritanya Nara?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hafizoh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Pagi ini Nara memutuskan berangkat lebih pagi dari biasanya, dengan di bantu Mang Udin Nara meletakkan hasil tugas kelompoknya di kursi belakang, bersamanya yang duduk di kursi belakang juga.
Maket rumah lantai dua itu tampak sempurna jadi Nara meminta Mang Udin untuk mengemudi mobil pelan-pelan saja, agar tak merusak hasil tugas kelompoknya bersama teman-teman.
Setengah jam akhirnya mobil tiba di depan gerbang sekolah, tampak sekolah masih sepi terlihat dari parkiran yang belum ada isinya, Nara memutuskan menunggu teman-teman kelompoknya di gazebo samping gerbang.
"Beni" panggil Nara saat Beni datang bersamaan dengan yang lain
"Beni aja ni yang di sapa, kita gak?" kata Adi sembari memanyunkan bibirnya seperti anak gadis tengah merajuk
"Biasa juga Erika" kata Erika
"Maaf-maaf, aku ulang saja. Beni Adi Erika, bantu aku bawa hasil tugas kelompok kita" kata Nara sembari terkekeh
"Ya elah, kita kira mau ngapain" kata Adi
"Kalian duluan saja, biar gue yang bawanya" kata Beni langsung mengambil hasil tugas kelompok mereka dengan hati-hati
Keempatnya telah sampai di kelas mereka, saat keempatnya sibuk berbincang untuk membahas tentang belajar bersama di rumah Nara, Putri dan kelompoknya datang dengan nada marah-marah.
"Loe, Din. Bukannya bantuin malah sibuk main HP" bentak Raden
"Hah, kok gue aja. Putri juga main HP, bahkan joget-joget jadi kenapa cuma gue yang di bentak"
"Kalian berdua sama saja" sahut Dandi dengan wajah emosi
"Ada apa?" tanya Beni dengan simpati
"Apa? Mau ikut campur, mau mengolok kami" bentak Putri tak terima Beni bersimpati
"Hancur semua tugas kita, gara-gara kalian berdua bukannya bantu malah bikin hancur" gerutu Raden pada Putri dan Dinda
Putri dan Dinda hanya diam cemberut, hari ini mereka tidak membawa tugas yang di beri Guru seni budaya kemarin. Semua sudah mengumpulkan tugas, hanya kelompok Putri dan Dinda yang tak mengumpulkan tugas.
Kelompok Nara mendapatkan nilai paling tinggi, semua mata menatap tak suka ke arah Nara, mungkin mereka pikir Nara mendapatkan nilai paling tinggi karena Nara cucu pemilik sekolah ini jadi guru pilih kasih.
"Ini murni Ibu nilai sendiri, tidak ada pilih kasih jadi jangan iri. Karena kelompok Nara memang pantas mendapatkan nilai paling tinggi, tugas mereka sangat bagus" jelas Guru seni budaya itu
Bel istirahat berbunyi, Nara dan Erika pergi ke perpustakaan. Di sana Nara dan Erika mengumpulkan rangkuman yang penting untuk belajar buat ulangan nanti, Erika mencari buku Nara yang merangkum.
Setelah mendapatkan apa yang di cari, Nara dan Erika memutuskan kembali ke kelas mereka. Suasana di kelas sangat ramai, karena para murid sudah mulai tidak belajar soalnya ulangan tinggal menunggu hari.
"Nanti siang kita belajar di rumah Nara, kan?" tanya Beni menghampiri Nara dan Erika yang tengah sibuk merangkum buku
"Jadi donk, Ben. Tiga hari lagi kan kita udah ulangan" sahut Erika
"Sekarang belajar di kelas aja, ya. Biar bisa makan, kalau di perpustakaan nanti kena tegur" kata Beni
"Loe mau belajar apa mau makan?" tanya Adi
"Dua-duanya, hehehe"
"Kalian bawa nasi seperti aku suruh kemarin kan?" tanya Nara sembari membuka tasnya
"Bawa donk, Nara" seru Erika Adi dan Beni
Nara membuka bekalnya yang berukuran sangat besar, karena Nara bukan hanya membawa makanan untuknya saja tapi lauk dan beberapa kue buat teman-temannya, itu semua saran dari uminya.
Nara dan teman-temannya akhirnya makan bersama-sama setelah Nara membagikan lauk daging lada hitam, perkedel dan makanan lainnya masakan uminya yang menurut Nara paling the best.
Hoek....Hoek....
Saat Nara dan teman-temannya tengah makan, Putri bersuara seperti orang yang ingin muntah. Beni dan Adi menghentikan makannya, tampak Beni dan Adi jadi kehilangan selera makan.
"Gak usah gitu juga kali, Put. Ini makanan, tolong di hargai sedikit" tegur Beni
Namun Putri seperti tak menghiraukan Beni, Putri kembali mual. Putri berlari ke depan kelas dan memuntahkan semua isi perutnya, Beni pikir Putri sedang bersandiwara ternyata tidak sama sekali.
"Loe kenapa, Put?" tanya Dinda sembari memijit pundak Putri
"Kasih minum, nih" ujar Beni menyodorkan air mineral botol yang masih bersegel
"Pasti gara-gara makanan murah itu kan, Lo jadi jijik" kata Dinda sinis
Putri masih bergeming dan sibuk membersihkan mulutnya, untungnya Nara dan teman-temannya sudah paham dengan sifat Putri dan Dinda, jadi tak menghiraukan hinaan dari Dinda.
Meski semua murid sudah tau Nara cucu pemilik sekolah ini, tapi Putri dan Dinda masih menganggap Nara adalah orang miskin yang hanya kebetulan jadi cucu pemilik sekolah ini.
Makanya sering kali keduanya masih sering menghina Nara, Nara tak peduli selagi Putri dan Dinda tidak bermain fisik seperti Selina dan dua temannya, kalau sudah bermain fisik tentu Nara akan bertindak pada keduanya.
"Loe bau banget sih, Din" kata Putri mendorong Dinda kasar
"Loe kok gue sih, ini juga loe yang beliin parfum terbaik dan termahal di MALL. Kok loe bilang parfum gue bau, gue kira loe jijik sama makanan Nara" kata Dinda memilih menjauh
"Itu azab buat orang yang suka menghina orang" kata Erika berbisik
Putri tak mendengar perkataan Erika, jika mendengar mungkin akan ada perang lagi. Dinda yang duduk bersama Putri keheranan melihat Putri makan lagi, ini untuk ketiga kalinya Putri makan.
Bahkan akhir-akhir ini Putri juga semakin suka marah-marah tak jelas dan lebih sensitif, namun Nara dan teman-temannya sudah tak heran melihat kelakuan Putri yang menurut mereka memang aneh.
"Apa loe lihat-lihat" bentak Putri pada Nara dan teman-temannya
Putri memetik buah jambu yang pohonnya ada di belakang sekolah dan kebetulan dekat jendela tempat duduknya, aneh sekali padahal Putri biasanya sangat jijik terhadap sesuatu.
Jangankan mengambil jambu yang belum di cuci, makan pun Putri pilih-pilih harus di tempat yang higienis dan bersih, karena hidup Putri sudah terbiasa dari kecil di manja dan penuh dengan kemewahan.
Brak....
"Kok di buang sih, Din?" protes Putri
"Itu jorok tau, gimana kalau ada ulat bulunya. Loe mau gatal-gatal, kenapa sih loe itu kelaparan meluluh?" bentak Dinda
"Bukan urusan loe"
Putri ikut membentak Dinda bahkan Dinda di dorong sampai hampir terjengkang ke belakang, apalagi posisi Dinda duduk menyamping bulan bersandar di kursi untung saja Beni menahan tubuh Dinda.
"Aneh banget tuh orang, kesambet jin kali" celetuk Erika yang dari tadi keheranan dan memperhatikan Putri