Naya wanita cantik yang berumur 27 tahun mendapati dirinya terbangun didunia novel sebagai pemeran tambah yang berakhir tragis. Naya merasuk kedalam tubuh Reka remaja cantik yang berusia 18 tahun. Reka memiliki keluarga yang sangat amat menyayanginya, mereka rela melakukan apapun demi kebahagiaan Reka. Meskipun memiki keluarga yang sangat amat mencintainya sayangnya kisah percintaan Reka tidak berjalan dengan baik. Tunangannya Gazef lebih memilih pemeran utama wanita dan meninggalkan Reka. Reka yang merupakan pemeran tambahan akhirnya menjadi batu pijak untuk kebehagian Gazef dan Rosa, Reka harus mati demi kebahagiaan pemeran utama dalam novel.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @hartati_tati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Di kantin sekolah, Reka, Felly, dan Arga duduk bersama di sebuah meja di sudut ruangan. Wajah mereka terlihat serius, mencerminkan diskusi penting yang sedang mereka lakukan. Hiruk-pikuk siswa lain di sekitar mereka tampak tidak mengganggu ketiganya, yang tampak terisolasi dalam percakapan mereka sendiri.
"Jadi, ada satu orang yang ingat tentang keinginanmu untuk memutuskan pertunangan dengan Gazef?" tanya Arga, matanya tajam menatap Reka.
"Ya, aku merasa sangat heran. Bagaimana bisa Kael mengingat hal itu?" ucap Reka mengangguk, kebingungan jelas tergambar di wajahnya
"Biasanya, hal seperti itu seharusnya terhapus dari ingatan semua orang, kan? Ini sangat aneh," kata Felly, yang duduk di sebelah Reka, menambahkan.
Reka mengetuk-ngetukkan jarinya di meja, matanya menerawang kosong, mencoba mencari jawaban di tengah kebingungannya.
"Felly tidak lagi terpengaruh seperti orang-orang lainnya karena dia berkenalan dengan Arga," Reka berkata dengan suara pelan, seolah berbicara kepada dirinya sendiri. "Dan Arga tidak terpengaruh karena seharusnya karakter Arga tidak ada dalam cerita... Karena aku menolong Arga, mungkin hal itu yang menjadi pemicunya... Tapi bagaimana dengan Kael?"
Felly mengangguk, merasa kebingungan yang sama. "Ini benar-benar sangat membingungkan," katanya dengan nada frustrasi.
"Mungkin ada sesuatu tentang Kael yang membuatnya berbeda. Mungkin dia memiliki koneksi khusus dengan cerita ini, atau mungkin ada faktor lain yang belum kita ketahui," kata Arga, yang duduk di seberang mereka, mencoba memikirkan kemungkinan lain.
Reka menggigit bibirnya, masih merenung. "Kita perlu lebih banyak informasi. Kita harus mencari tahu lebih banyak tentang Kael dan melihat apakah ada petunjuk yang bisa menjelaskan kenapa dia bisa ingat," ujarnya.
"Tapi bagaimana kita bisa mendapatkan informasi itu? Kita tidak bisa langsung bertanya pada Kael tanpa membuatnya curiga," kata Felly mengangguk setuju.
"Reka," panggil Felly, suaranya terdengar serius.
"Ya, kenapa?" jawab Reka, menatap sahabatnya dengan penuh perhatian.
"Sejak kejadian di kafe waktu itu, aku bertanya-tanya tentang satu hal. Bagaimana bisa kamu tahu bahwa kita tinggal di dalam dunia novel?" tanya Felly, matanya mencari-cari jawaban di wajah Reka.
Reka terdiam, terkejut dengan pertanyaan Felly. Dia menarik napas dalam, mencoba menenangkan pikirannya sebelum menjawab. "Huff... Hahh... Apa kamu ingin tahu alasannya?" katanya, suaranya sedikit bergetar.
"Ya, kenapa tidak?" jawab Felly, matanya penuh rasa ingin tahu.
Reka menghela napas panjang sebelum akhirnya berkata, "Aku bukan Reka yang asli. Namaku Naya."
Saat Reka menyebutkan nama aslinya, seketika seluruh kantin membeku. Semua orang di sekitar mereka berhenti bergerak, hanya Reka, Felly, dan Arga yang masih bisa bergerak.
"Apa maksudmu?" kata Felly, suaranya penuh dengan kebingungan dan keterkejutan.
Reka menatap sahabatnya dengan serius. "Aku berasal dari dunia lain, dunia yang nyata. Aku entah bagaimana masuk ke dalam tubuh Reka dan menyadari bahwa aku hidup di dalam cerita novel ini. Aku mencoba menyesuaikan diri dan mencari cara untuk mengubah akhir cerita yang tragis."
Arga yang mendengarkan dengan seksama, kini ikut bertanya. "Jadi, kamu sebenarnya bukan bagian dari dunia ini?"
"Benar," jawab Reka, atau lebih tepatnya Naya. "Aku tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi, tapi aku harus menemukan cara untuk bertahan hidup di dunia ini dan mengubah nasibku. Itu sebabnya aku tahu tentang dunia novel ini."
Felly dan Arga terdiam, mencerna informasi yang baru saja mereka dengar. Keduanya tampak terkejut, tetapi ada juga rasa penasaran yang mendalam di wajah mereka.
"Apa kita bisa mengubah akhir cerita ini?" tanya Felly, suaranya penuh harapan.
Reka mengepalkan tangannya kuat, seolah ingin menyalurkan seluruh kekuatannya ke dalam tekad yang ia miliki. "Harus... Aku harus bisa mengubah akhir tragisku... Aku tidak ingin mati demi kebahagiaan Gazef dan Rosa," katanya dengan suara tegas.
"Mati? Apa maksudnya itu, apa dalam cerita aslinya Reka mati?" tanya Felly dengan wajah terkejut.
Reka mengangguk pelan, ekspresi wajahnya berubah sedih. "Ya... Dalam cerita aslinya, karena Reka terlalu mencintai Gazef, dia rela berkorban demi kebahagiaan Gazef dan Rosa... Tapi aku tidak mau melakukan hal itu."
Felly yang awalnya terlihat kebingungan, seketika berubah sangat marah. Wajahnya memerah, dan matanya menyala dengan kemarahan. "Brengsek! Aku tidak akan membiarkan sahabatku mati demi kebahagiaan para cecunguk bajingan itu," kata Felly dengan nada penuh amarah.
Arga menatap Felly dengan kagum dan setuju, kemudian beralih kepada Reka. "Kita tidak akan membiarkan itu terjadi. Kita harus mencari cara untuk mengubah cerita ini dan memastikan kamu selamat."
Felly mengangguk tegas. "Kita akan menemukan cara, Reka. Kita akan mengubah cerita ini, tidak peduli apa yang harus kita hadapi," ujarnya.
Reka, Felly, dan Arga terkejut saat melihat kepala seorang murid tiba-tiba bergerak, menoleh ke arah mereka dengan tatapan kosong yang menyeramkan.
"Dasar makhluk rendahan," suara murid itu terdengar dingin dan penuh kebencian, "lancang sekali kamu mengubah alur kehidupan yang aku buat. Karena kamu, pengaruhku pada dunia ini berkurang. Jika kamu tidak mengikuti alurnya, maka aku akan mempercepat kematianmu."
Felly dan Arga membeku, terkejut mendengar perkataan murid itu. Mereka tidak bisa memahami apa yang sedang terjadi. Namun, Reka, dengan senyum sinis di wajahnya, tampak lebih tenang.
"Sepertinya aku mengerti satu hal di sini," kata Reka dengan suara tenang, menatap murid yang berbicara dengan intens.
Sebelum Felly dan Arga sempat memahami apa yang terjadi, suasana di kantin kembali seperti semula. Orang-orang yang sebelumnya membeku mulai bergerak dan bercakap-cakap lagi, seolah tidak ada yang terjadi.
Reka menghela napas panjang dan menoleh ke Felly dan Arga yang masih terlihat kebingungan. "Kita baru saja berhadapan dengan penulis cerita ini," katanya dengan tenang. "Dia marah karena kita mengubah alur cerita yang dia buat."
"Penulis cerita?" tanya Arga, masih mencoba memahami apa yang baru saja terjadi.
"Ya," jawab Reka. "Penulis yang menciptakan dunia ini. Tapi sekarang kita tahu satu hal: kita bisa mempengaruhi cerita ini lebih dari yang dia perkirakan. Kita harus lebih berhati-hati, tapi juga lebih berani."
Felly mengepalkan tangannya, matanya berapi-api dengan determinasi. "Kita tidak akan membiarkan dia mengendalikan hidup kita. Kita akan melawan dan mengubah cerita ini."
"Kita harus tetap bersama dan melindungi satu sama lain. Kita bisa melakukannya," kata Arga mengangguk setuju.
Mereka tahu bahwa penulis cerita ini akan melakukan apa saja untuk menjaga alur yang telah ditetapkan, tetapi mereka juga tahu bahwa mereka memiliki kekuatan untuk melawan dan mengubah nasib mereka.
Bel berbunyi dengan nyaring, menandakan jam istirahat telah berakhir. Suara itu menggema di seluruh kantin, memecah kebisingan obrolan para siswa yang sedang menikmati waktu luang mereka.
Reka, Felly, dan Arga saling menatap sejenak, menyadari bahwa waktu untuk merenung dan berdiskusi sudah habis. Mereka bangkit dari tempat duduk mereka dengan perasaan campur aduk—kekhawatiran, tekad, dan rasa penasaran masih menghantui pikiran mereka.
"Kita lanjutkan nanti," kata Reka dengan suara rendah, mencoba menyemangati dirinya sendiri dan sahabat-sahabatnya.
Felly mengangguk, masih dengan api kemarahan yang membara di matanya. "Ya, kita akan melanjutkan ini nanti."
Arga menepuk bahu Reka dengan lembut, memberikan dukungan yang terasa hangat. "Kita akan menyelesaikan ini bersama-sama," katanya dengan penuh keyakinan.
Mereka bertiga kemudian berjalan menuju kelas masing-masing, bergabung dengan arus siswa yang juga bergerak menuju ruang kelas. Meskipun suasana di sekitar mereka tampak normal, mereka tahu bahwa ada sesuatu yang jauh lebih besar sedang terjadi di balik layar. Dan mereka bertekad untuk tidak membiarkan nasib mereka ditentukan oleh orang lain.
smngt Thor
semungil itu😭😭😭😭