Psikopat Gila Jatuh Cinta

...\=\=\=\=\=\=\=\= • Next Story • \=\=\=\=\=\=\=\=...

Barra dan Arlleta makan malam bersama di meja makan. Barra sejujurnya ia ingin sekali Arlleta menjadi miliknya tapi setelah mendengar perkataan Arlleta tapi entah kenapa Barra merasa Arlleta tidak menyukai dirinya.

Barra terus saja memandangi Arlleta yang sedang makan dengan lahap. Barra benar-benar dibuat pusing harus bagaimana, ia ingin mengatakan kalau ia menyukai Arlleta tapi ia tidak punya keberanian untuk hal itu.

Bagian Barra tindakannya salama ini sudah cukup membuktikan bagaimana perasaannya selama ini. Pada akhirnya Barra membuka suara setelah menyelesaikan makan malamnya.

"Arlleta bisakah kita bicara sebentar di tepi kolam" Ucap Barra begitu lembut.

"Tentu saja bisa, aku akan kesana nanti setelah aku menyelesaikan ini" Ucap Arlleta, yang ia maksud setelah ia membantu bibi Adelia membersihkan bekas makan malam mereka.

Barra yang duluan menuju kolam renang. Ia menghubungi Wildan dan bertanya pada sahabatnya itu.

"Ada apa menelepon ku malam-malam begini?" Tanya Wildan sedikit kaget.

"Kau pernah menyukai seseorang bukan, apakah mereka membutuhkan pengakuan seorang untuk mengatakan rasa sayang!" Tanya Barra tiba-tiba.

"Wait...Wait... Kenapa bertanya begitu apakah ini berhubungan dengan Arlleta?" Tanya balik Wildan.

"Katakan saja, aku tidak punya waktu banyak untuk menjelaskan hal itu!" Pinta Barra pada Wildan.

"Kau tahu jawabannya, gadis baik-baik membutuhkan sebuah pengakuan dan sebuah komitmen untuk menjalin hubungan" Jawab Wildan.

"Baiklah akan ku coba" Ucap Barra langsung mematikan sambungan telepon itu.

Barra menunggu kedatangan Arlleta dengan perasaan gugup entah bagaimana ia akan memulainya tapi yang jelas ia harus menyiapkan mentalnya dan sedikit keberanian. Sebab berhadapan dengan Arlleta berbeda dengan ia berhadapan dengan para mangsanya.

Barra berlaku di luar kebiasaannya, ia mempraktekkan bagaimana cara untuk berkata-kata nantinya di depan Arlleta. Saat melihat belum juga kedatangan Arlleta Barra malah di buat semakin gugup.

"Begini amat kalau mau tembak cewek perasaan dulu nggak kayak gini deh" Gumam pelan Barra sambil mengacak rambutnya.

Sementara Barra sibuk dengan urusan percintaan yang entah bagaimana akhirnya di tempat berbeda seorang pria baru saja mendapatkan informasi jika sang ayah sudah ada di tanah air.

Dengan perasaan rumit Michael Nicolas mempersiapkan dirinya untuk menemui sang ayah yang kini sudah berada di salah satu hotel yang ada di ibu kota.

Michael Nicolas sangat membenci keadaannya saat ini. Ia di tekan oleh sang ayah tapi ia tidak bisa juga mengikuti kata hatinya. Michael selama ini bertahan hanya karena ayahnya lah satu-satunya keluarga yang ia miliki.

Dengan mengendarai mobilnya Michael Nicolas melajukan mobilnya menuju ke sebuah hotel dimana ia dan sang ayah sudah berjanji untuk bertemu.

Berhenti di depan lobi hotel Michael masuk kedalam menuju lantai paling atas gedung hotel dimana restoran pada hotel itu berada. Saat masuk kedalam restoran itu Michael dapat melihat Ibu sambungnya saat ini yang tidak lain adalah wanita yang kini di nikahi ayahnya hanya karena harta dan kekuasaan.

"Selamat datang tuan reservasi atas nama siapa?" ucap pelayan restoran yang menyambut kedatangan Michael.

"Reservasi atas nama nyonya Anne Wales" Jawab Michael.

Pelayan restoran itu langsung mengarahkan dimana meja yang kini sudah duduk ayahnya dan ibu sambungnya yaitu nyonya Anne berada.

"Hei boy, akhirnya datang juga jagoan ayah" Ucap Markus Nicolas merentangkan kedua tangannya.

"Bagaimana kabar ayah?" Jawab Michael memeluk tubuh sang Ayah.

"Ayahmu baik boy, lalu bagaimana dengan misi mu?" Tanya Markus menatap tajam sang anak.

"Sudah berjalan setengahnya ayah" Ucap Santai Michael.

"Duduklah nak, kita akan mulai makan malamnya" Ucap nyonya Anne pada Michael.

"Baik mom" Ucap singkat Michael.

Bersama nyonya Anne sebenarnya Michael hanya merasa sebagai orang asing dalam rumah besarnya di Amerika. Nyonya Anne jarang berada di rumah ia menghabiskan waktunya di luar, dan begitu juga ayahnya Markus sibuk pergi bersama teman-teman, sesekali ia akan mendampingi nyonya Anne dalam urusan perusahaan, itu pun jika pertemuan penting.

Michael hanya tersenyum kecut melihat Ayahnya dan nyonya Anne, mereka tampak seperti keluarga harmonis padahal Michael tahu pasti bagaimana sikap dan perilaku ayahnya di luar sana. Sementara sang istri banting tulang mengurusi perusahaan.

Terkadang Michael merasa kasian pada sosok ibu sambungnya walaupun tidak begitu dekat, tapi nyonya Anne memperlakukan dirinya dengan layak.

"Ayah dengar dari bawahan ayah kau masuk di sekolah yang sama dengan anak sialan itu apakah benar? " Tanya Markus.

"Hmmm.. Agar mudah untuk menangkap harimau yang besar kita harus masuk dalam kandangnya terlebih dahulu bukan begitu ayah" sahut Michael.

"Jagoan ayah sangat cerdik" Ungkap Markus dengan seringai puasnya.

'Maafkan aku ayah, Barra bukanlah lawanku tapi lawanmu' Ucap Michael dalam hatinya.

Michael bersama ayah dan ibu sambungnya menyantap hidangan makan malam mereka dengan tenang tanpa ada yang membuka suara. Hingga saat selesai makan ayah Michael memberitahukan kepada Michael bahwa nyonya Anne akan menjadikan Michael sebagai CEO di perusahaan yang ada di tanah air.

"Bagaimana mungkin aku mampu mom" Ungkap Michael yang langsung dapat tatapan tidak suka dari sang ayah.

"Kau harus belajar banyak Mic, bagaimana pun perusahaan yang ada di Indonesia ini kau yang kelola biarkan mommy mu yang mengurus urusan yang ada di Amerika" Terang Markus.

"Baiklah aku akan berusaha" Ucap Michael dengan pasrah.

"Kalau begitu persiapkan dirimu nak, kita akan meresmikan kantor kita dalam tiga hari kedepan!" Ucap nyonya Anne.

"Baiklah mom aku ikut saja" Ucap Michael dengan malas.

...****************...

...****************...

...****************...