Ini kisah cinta Sinaga, pria beristri yang jatuh cinta pada wanita yang mengandung anaknya. Mereka bukan kekasih, bukan musuh. Mereka hanya orang asing yang terjebak oleh keadaan. Karena satu malam, Moza hamil. Bagaimana Moza menjalani hidupnya? Apa Naga tahu, bahwa wanita asing itu mengandung benih yang tak sengaja ia tanam.
Follow akun Instagram Sept
Sept_September2020
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sept, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
WAR
18+ Istri Gelap #32
Oleh Sept
Hari yang cerah, sama seperti suasana hati Naga pagi ini. Wajahnya bersemangat, menikmati sarapan dengan lahap. Moza yang masak sendiri, asisten baru di rumah itu hanya dapat jatah beresin rumah.
Kenyang sehabis menyantap hidangan buatan sang istri. Kini Naga sudah bersiap ke kantor. Tentunya tanpa pulang ke rumah utama, di mana ada Sierra di sana.
"Besok Sendy sudah bisa ke sekolah, antar jemput sama pengawal ya."
"Aku sendiri saja."
Naga mengeleng, "Tidak!"
"Kamu boleh ikut, tapi tetap bawa pengawal bersama kalian."
"Ini berlebihan," keluh Moza.
Naga masih was-was karena ia merasa Moza masih belum aman. Madam masih berkeliaran di luar sana. Belum lagi Sierra, istrinya itu juga cukup bahaya.
"Untuk keselamatan kalian, aku memang harus ekstra lebih hati-hati, Moza!"
Tidak mau berdebat pagi-pagi, mending energi disimpan untuk nanti malam. Naga pun menyudahi pembicaraan mereka.
"Sendy, Papa kerja dulu! Besok sudah bisa sekolah ... seneng, kan?" Naga berjongkok dan mencium pipi Sendy bergantian. Putrinya itu betul-betul mengemaskan.
"Asikkkk!" Sendy memeluk papanya dengan rasa sayang. Sosok Papa yang baru ia miliki itu memberikan banyak kegembiraan bagi Sendy.
Melihat putrinya ceria, Moza juga sama bahagianya dengan Sendy.
Cup
Moza terkejut, saat Naga bangkit malah langsung mencium pipinya juga.
"Biar nggak ngiri!" celetuk Naga.
Moza langsung mengantupkan bibir, pipinya jadi panas. Malu. Masa iya, dia iri sama putrinya sendiri? Ada-ada saja suaminya itu. Paling juga modus.
Puas membuat pipi Moza merona, Naga pun berangkat ke kantor. Tiba di sana, Mateo memanggil namanya.
"Keterlaluan! Semalam aku sampai menelpon berkali-kali."
"Ah ... Maaf, ada urusan mendesak."
"Apa sesuatu terjadi pada Sierra?"
"Bukan ... tidak seperti itu. Ayo masuk, ruanganmu sudah siap. Tapi, sekretarisnya belum ada. Kamu rekrut sendiri saja."
Mateo nampak kecewa, padahal ia ngator juga tujuannya mau cuci mata. Kelamaan jadi duda, sepertinya dia jadi gatal.
Saat masuk lift, kebetulan sudah ada gadis cantik pakai rok mini di atas lutut. Mata Mateo yang semula layu langsung terbuka lebar. Apalagi aroma parfum wanita tersebut, benar-benar membuat jiwa kelaki-lakiannya meronta.
Ketika lift sudah sampai pada lantai lantai yang sudah dituju, Mateo hampir tidak mau diajak keluar. Kalau bukan Naga menyeretnya, pasti ia masih mengikuti gadis itu dan menggodanya.
"Menikah saja! Jangan main-main." cibir Naga yang tak habis pikir dengan tingkah temannya.
"Carikan! Carikan untukku!"
"Cih ... kamu tinggal pilih. Beres!"
"Percuma ... tidak ada pas di hati, mereka hanya cocok untuk main-main."
Tanpa terasa mereka sudah tiba di depan ruangan Naga. Mereka pun masuk dan melanjutkan bincang unfaedah tersebut.
"Yang pas itu seperti apa?" sambung Naga yang kini sudah duduk.
"Sebelas duabelas seperti Sierra. High class, tidak mata duitan, setia!"
Naga langsung menelan ludah. Sierra memang tidak mata duitan, duitnya sudah banyak, sudah kaya sebelum dilahirkan. Keluarga Sierra kaya tujuh turunan. Wanita itu lahir dengan sendok emas. Uang baginya bukan apa-apa.
Setia? Memang, istrinya itu sangat setia. Andai ada sedikit rasa untuk Sierra di hatinya. Sayang, hati Naga terlanjur bertaut pada Moza. Wanita dengan asal usul tidak jelas, Masa lalu gelap dan bukan wanita istimewa. Tapi sangat berarti bagi Naga.
"Bagaimana? Ada nggak kenalan wanita yang single?"
"Cari sendiri!"
"Kalau aku sendiri yang cari, pasti dapatnya wanita malam!" Mateo terkekeh, sedangkan wajah Naga menegang. Raut wajah itu mulai mengeras.
Ya, Moza adalah wanita malam. Dulu, dulu sekali. Tapi sekarang, ketika mendengar kata wanita malam, membuat Naga merasa tak nyaman.
"Ah, sudah ... bahas yang lain."
"Oke ... oke, BTW satu lagi, aku masih penasaran. Mengapa kamu masih belum punya anak?"
"Ada, aku sudah memiliki putri. Cantik seperti ibunya!" jawab Naga spontan.
Mateo yang barusan minum air, hampir tersedak. Matanya membulat sempurna. Pria itu tak menyangka Sierra sudah memiliki anak.
"Oh ... Bolehlah kapan-kapan kenalin ke aku."
"Tidak!" jawab Naga singkat. Untuk saat ini, Moza dan Sendy masih disembunyikan dari khayalak ramai.
Mateo langsung menekuk muka. Ia mencibir pada temannya. Padahal ia hanya ingin tahu putri Naga tersebut. Mateo salah paham, dikira yang dibicarakan oleh Naga adalah putrinya dengan Sierra, padahal bukan.
"Baiklah, kirim CV ke emailku. Data diri karyawan berkompeten di sini. Aku mau pilih satu buat jadi sekretarisku."
"Cari sendiri saja!" cetus Naga galak.
"Malas, aku ingin yang sudah berpengalaman di sini."
"Tunggu, biar diurus sekretarisku!"
"Thanks!" Mateo pun pergi meninggalkan ruang kerja Naga. Pria itu masuk ke dalam ruangannya sendiri, meja baru, kantor baru.
Ketika Naga sedang fokus dengan pekerjaan, sibuk memikirkan cara menstabilkan Sanrio Group. Sore harinya, terlihat Madam Antony sudah berada di depan rumah Moza.
Wanita itu sedang mengintai bersama anak buahnya. Tidak sulit bagi seorang Madam mengendus keberadaan Moza. Kaki tangannya ada di mana-mana. Selama ini ia kehilangan jejak Moza lantaran wanita itu bersembunyi di pelosok.
Ketika Moza pindah ke kota besar, sangat mudah bagi Madam menangkap anak emasnya itu.
"Kumpulkan dua mobil lagi, sepertinya jumlah kita tidak cukup!" seru Madam pada pria plontos bertato di sampingnya.
"Baik, Madam!"
Setengah jam kemudian, ketika langit mulai gelap. Komplotan Madam mulai berdatangan.
Sementara Naga, pria itu masih ada di jalan. Ia dalam perjalanan pulang. Ini adalah jam sibuk, karena jam pulang kerja. Otomatis jalanan macet di mana-mana.
"Lama sekali, Pak!" protes Naga pada sopir pribadinya.
Mungkin memiliki ikatan batin, Naga terlihat duduk dengan cemas. Merasakan firasat yang kurang bagus.
"Tolong ambil jalan tikus!" serunya pada sopir.
"Baik, Tuan!"
Mobil itu pun mencari cela, agar bisa keluar dari kemacetan. Menjadi sopir pribadi Naga harus cerdik, karena ia tak membayar murah. Kini dapat dilihat, betapa mahirnya sang sopir membawa mobil hingga bisa lepas dari kemacetan parah.
"Tuan!" panggil sopir pribadi Naga saat melihat banyak mobil di depan rumah tuannya.
Naga yang tidak memperhatikan, karena menatap layar ponsel sembari melirik merangkaknya harga saham. Ia pun menoleh, "Ada apa?" Matanya terbelalak ketika melihat pemandangan di luar rumahnya.
Seketika itu, ia langsung bangkit. Membuka dashboard. Meraih senjata miliknya yang lama tersimpan rapi di dalam sana. Hidungnya kembang kempis, menahan amarah. Nafasnya sudah memburu. Naga sudah bersiap untuk menembak. Bersambung.