NovelToon NovelToon
Pria Pilihan Sang Perawat

Pria Pilihan Sang Perawat

Status: tamat
Genre:Romantis / Komedi / Tamat / Nikahkontrak / Cintamanis
Popularitas:476.1k
Nilai: 4.9
Nama Author: SHIRLI

Cantik, cerdas dan mandiri. Itulah gambaran seorang Amara, gadis yang telah menjadi yatim piatu sejak kecil. Amara yang seorang perawat harus dihadapkan pada seorang pria tempramental dan gangguan kejiwaan akibat kecelakaan yang menimpanya.

Sanggupkah Amara menghadapi pria itu? Bagaimanakah cara Amara merawatnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SHIRLI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tertidur pulas

Amara memekik menahan sakit. Sementara tangannya bergerak refleks memegangi belakang kepalanya. Benturan itu sangat kuat hingga menyebabkan rasa sakit yang teramat. Tubuhnya merosot dan terduduk di lantai. Rasa pusing pun mendera dan pandangannya seperti berkabut dan nyaris menggelap. Namun ia tak ingin pingsan dan tersungkur begitu saja, Amara pun mengerjap-ngerjap dan berusaha menguasai diri.

Di saat yang bersamaan, tiba-tiba terdengar erangan dari mulut Dimas. Dengan tangan yang menangkup kepalanya, Dimas terlihat sangat kesakitan hingga membungkuk dan kemudian tumbang berguling di lantai.

Dimas yang limbung itu tentu saja menimbulkan kepanikan Amara. Gadis yang masih kesakitan itu mencoba bangkit dari posisinya bersimpuh. Mengabaikan rasa sakit, ia pun merangkak mendekati Dimas yang berjarak tak jauh dari darinya.

"Mas Dimas," lirih Amara mencoba menahan tangan Dimas yang dengan kuat menekan kepalanya.

"Lepas!" Dimas menepis tangan Amara dengan keras. Wajah putih itu memerah padam. Giginya menggemertak menahan sakit. Dimas meringis sambil meremas kepalanya. "Lo nggak tau Mara, kepala gue sakit banget! Gue nggak tahan Mara, gue nggak tahan! Rasanya lebih baik gue mati dari pada setiap hari harus merasakan sakit seperti ini!"

"Mas Dimas jangan bicara seperti itu!" sentak Amara cepat untuk menghentikan racauan Dimas yang mulai tak karuan.

"Lo nggak ngerasain apa yang gue rasain, Mara! Karena rasa sakit ini, gue nggak bisa tidur tenang! Tubuh gue bisa tiba-tiba kejang kalau gue telat minum obat. Dan hidup gue tergantung sama obat-obatan yang lo kasih! Gue ingin lepas dari ini semua Amara! Gue ingin pergi!" Dengan derai air mata, teriakan Dimas menggema memenuhi kamar kedap suara itu.

Tubuh Dimas menegang akibat sakit yang tak tertahankan. Lelaki itu meringkuk untuk menekan rasa nyeri. Seandainya saja rambutnya itu bisa ia genggam, Dimas pasti sudah menjambaknya habis-habisan.

"Mas Dimas tahan sebentar. Aku akan mengambil obat pereda nyeri di kamar." Amara bangkit. Namun tarikan Dimas terpaksa menghentikan kakinya yang hendak melangkah.

Sambil memejamkan mata lelaki itu menggeleng lemah. "Gue capek minum obat, Mara. Gue lelah. Gue nggak mau minum obat lagi. Gue pasrah."

Untuk beberapa saat Amara hanya bisa tertegun Dimas penuh iba. Lelaki itu terlihat sangat menderita sampai-sampai berpikir mati adalah satu-satunya jalan untuk mengakhiri penderita.

Merasa tak tega, Amara pun duduk bersimpuh di lantai dan memangku kepala Dimas pada pahanya.

"Mas Dimas bisa denger aku?" Amara menepuk pelan pipi Dimas yang tengah terpejam hingga lelaki itu membuka mata. Ia tersenyum lembut melihat lelaki itu masih merespon perkataannya. "Istighfar, Mas. Tobat lah. Kau berdosa telah mengatakan itu. Percayalah kau akan sembuh. Aku akan tetap di sini sampai kau sembuh meski sikapmu selalu buruk terhadapku." Jari lembut Amara bergerak memijit kepala Dimas dengan sangat hati-hati.

"Pergi lo! Tinggalin gue, biarin gue mati disini." Tangan Dimas masih berusaha mendorong Amara, namun tubuhnya yang kini melemah tak mendukung usahanya. Hingga tak ada pilihan selain pasrah menerima keberadaan Amara tanpa bisa memberontak.

Rupanya pijatan lembut dari tangan Amara ternyata memberikan sensasi nyaman bagi Dimas. Entah mantra apa yang Amara lantunkan, hingga lambat laun memudarkan rasa sakit itu. Kepala yang semula bagai dipukul bertubi-tubi, kini seolah musnah tiada lagi.

Entah obatnya yang memang bereaksi atau sentuhan tangan Amara yang membuatnya seperti ini. Namun yang pasti, kenyamanan yang ia rasakan membuat mata Dimas perlahan mulai terpejam.

Seolah tak ingin melepaskan rasa nyaman itu, Dimas pun berbalik dan melingkarkan tangannya pada pinggang Amara begitu erat tak mempedulikan Amara yang memberontak.

* * *

Dimas mengerjap saat dirinya mulai terbangun dan membuka mata. Keterkejutan menyergap saat dirinya merasakan kehangatan lain dari sesuatu yang ia rengkuh. Bukanlah bantal guling yang berada di pelukannya saat ini. Melainkan sesosok tubuh dengan pakaian putih yang tengah tertidur pulas dengan posisi duduk bersandar pada dinding.

Terperanjat, Dimas pun segera melepaskan pelukan serta mengangkat kepalanya dari pangkuan Amara. Duduk bersila di hadapan gadis itu, Dimas mencoba mengingat-ingat sesuatu yang terjadi tadi hingga membuat mereka tertidur dalam posisi seperti itu. Bahkan hanya beralaskan lantai yang terasa dingin.

Dimas menggeleng dan tertawa kecil saat ia mulai mengingat semuanya. Ia yang tak memberi kesempatan pada Amara untuk melepaskan diri, hingga akhirnya gadis berjilbab ini ikut terlelap bersamanya.

Entah berapa lama ia telah memerangkap tubuh gadis ini hingga wajah lelah itu nampak kentara meski Amara dalam kondisi tertidur pulas. Dimas mencoba menyingkap sedikit ujung lengan pakaian Amara, berniat untuk menilik jam tangan yang terpasang di pergelangan gadis itu.

Namun usaha Dimas tampaknya mengusik tidur Amara hingga gadis itu terperanjat kaget begitu melihat Dimas ada di hadapannya.

Beringsut mundur, Amara menatap takut pada Dimas yang tengah memperhatikannya. "Mas Dimas ngapain di sini!" sungutnya panik.

"Hah?" Dimas berdecih. "Nggak salah Lo nanya gitu? Harusnya gue yang nanya, ngapain di sini? Ini kamar gue, tau!" Sengaja meninggikan suaranya, Dimas memasang wajah kesal saat membentak Amara.

Amara mengedarkan pandangan ke seluruh sudut ruangan. Gadis itu mendadak menundukkan kepala sambil menggigit bibir bawah. Ia tertegun malu, tak berani membalas tatapan Dimas yang tengah tersenyum meremehkan.

"Lo mau manfaatin gue yang lagi nggak sadar, kan? Gue tau tadi lo peluk-peluk gue. Ngaku lo!" tuduh Dimas sembari menuding Amara dengan telunjuknya.

Amara menggeleng cepat. "Bukan Mas, bukan begitu! Bukan saya yang peluk Mas Dimas tapi--,"

"Mau nuduh gue, lo!" potong Dimas sebelum Amara menyelesaikan ucapannya.

Amara hanya diam sembari menggigit bibir bawahnya. Berusaha menahan diri, pikiran logisnya kembali meneriakkan alarm peringatan. Menjelaskan hingga mulut berbusa tak akan pernah mengubah pandangan Dimas terhadapnya. Ia merasa waras, jadi untuk apa beradu mulut dengan orang gila. Percuma.

"Buruan siapin makan! Gue lapar." Dimas membuang muka setelah menatap Amara seperti muak. Seolah ingin menunjukkan seberapa besar kebenciannya pada gadis itu.

Entah benci karena apa Amara sendiri pun tak tahu. Namun ia mencoba memahami dan menerima karena ini memang resiko dari pekerjaannya. Jika memang sebelumnya Dimas adalah lelaki yang baik, mungkin karena tekanan batin lah yang membuatnya seperti ini.

Berusaha bangun dan berdiri, Amara mengabaikan rasa sakit yang semakin terasa di kepalanya. Ia bisa memperkirakan kepalanya kini sudah memar dan lebam. Andaikan saja tadi ia sempat mengoleskan salep serta mengkonsumsi obat pereda nyeri, mungkin sekarang tak akan sesakit ini.

Dimas mengikuti langkah Amara dengan pandangannya hingga sosok gadis itu menghilang di balik pintu. Seringai puas pun muncul di bibirnya saat mengingat mimik ketakutan Amara yang lucu dan menggemaskan.

"Lucu. Siapa yang salah, siapa pula yang ketakutan. Amara, Amara." Dimas tergelak sembari bangkit dari duduknya.

Melangkah dengan pelan menuju ranjang, ia pun tersenyum senang saat merasakan kepalanya yang baik-baik saja seolah tak terjadi apa-apa sebelumnya. Membaringkan tubuhnya di sana, Dimas menatap langit-langit kamar dengan angan-angan yang melayang.

Bersambung

1
Sumarni Tina
akhirnya Dimas ketahuan
Sumarni Tina
Luar biasa
Enjelika h
Lumayan
Sulistiawati Kimnyo
semangat lg kakak....
Via
kebanyakan dram jd bosen bacanya
Via
huhhh TOLOL si Amara goblok anjing gitu aj mau ngalah setan😤😤😤😏😏😏
Firda Fami
dah tinggalin aja tuh si Dimas biar mati sekalian 👿
beybi T.Halim
gak asek .., karakter wanitanya seharusnya keren.,barbar dan gak gampang ditindas.,biasanya anak yatim-piatu itu punya sifat yg keren😊
Fa Rel
amara bodoh mending minta cerai biarin dimas nyesel seumur idup
Fa Rel
rasain lu dimas emang enak di.bhongin biar amara ma juan aja lah dripada.ma.dimas g tau trima kasih
Zahra Cantik
masa udah tamat thor 😔😔
kasih bonus dong 😘😘😘
Nina Latief
Lanjut thooorrr...nanggung nih
Bagus X
tamat ?
😨😨
Bagus X
wah wah wah,,tanda tanda wereng coklat ini😌
Bagus X
💖💞👄
Bagus X
eeelahdalah,,,
Bagus X
wadaw,,dalem bngeeeet
Bagus X
😁😁😁😁😁😁😁😁 sa ae mu Thor idenyaaa
Bagus X
ooohhhh,,,so swiiiitttt 😜
Bagus X
ya'ampun othooor,,,benar benar tega dehhh🤦
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!