Cole Han, gangster paling ditakuti di Shanghai, dikenal dingin dan tak tersentuh oleh pesona wanita mana pun. Namun, semua berubah saat matanya tertuju pada Lillian Mei, gadis polos yang tak pernah bersinggungan dengan dunia kelam sepertinya.
Malam kelam itu menghancurkan hidup Lillian. Ia terjebak dalam trauma dan mimpi buruk yang terus menghantuinya, sementara Cole justru tak bisa melepaskan bayangan gadis yang untuk pertama kalinya membangkitkan hasratnya.
Tak peduli pada luka yang ia tinggalkan, Cole Han memaksa Lillian masuk ke dalam kehidupannya—menjadi istrinya, tak peduli apakah gadis itu mau atau tidak.
Akankah Lillian selamanya terjebak dalam genggaman pria berbahaya itu, atau justru menemukan cara untuk menaklukkan hati sang gangster yang tak tersentuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
Lillian meninggalkan studio dengan langkah cepat, napasnya masih sedikit terengah karena lelah. Di luar, lampu jalan memantulkan bayangan mobil yang diparkir, Saat ia berjalan menuju pintu mobil, sebuah tangan besar tiba-tiba mencengkeram pergelangan tangannya dan menariknya ke dalam pelukan yang kuat.
Cole menutupinya dari belakang, tubuhnya hangat dan keras seperti batu. Lillian menjerit, suaranya terbelah oleh kaget.
"Aahh!" jerit Lillian, suaranya memantul di antara mobil-mobil yang sepi.
Cole melepaskan sedikit pelukannya namun tetap menahan bahu Lillian, wajahnya dekat, dahinya berkeringat. Matanya menatapnya dengan intensitas yang membuat udara di antara mereka bergetar. "Apakah merindukanku?" tanyanya, langkah bibirnya mendekat seolah ingin mencium.
Lillian menunduk, menarik napas panjang dan menghindari ciumannya."Kenapa kau bisa tiba-tiba muncul di sini?" suaranya gemetar, tetapi tegas.
Cole menghela napas, suaranya lembut namun ada ancaman samar di ujung kata-katanya. "Sudah beberapa hari tidak bertemu, aku merindukanmu. Setelah masalah ini selesai, kita akan menikah."
Lillian melepaskan diri sedikit, matanya menyapu wajah Cole mencari kebenaran. Di dalam dadanya ada pertanyaan yang menuntut jawaban. "Beritahu aku, di mana mereka? Apakah kau menyiksa mereka?" tanyanya.
Cole menunduk, seolah menimbang apakah harus berkata jujur. "Kalau aku menjawab iya, apakah kau akan membenciku?" balasnya, suaranya serak.
"Walaupun aku tidak suka dengan mereka, tapi tidak perlu menggunakan kekerasan apalagi sampai menyiksa," jawab Lillian.
"Aku tidak suka mereka menyakitimu. Siapa pun yang berani melakukan itu padamu, aku tidak akan ragu membuat mereka menderita," ujar Cole.
"Cole, aku tidak suka caramu. Di mana mereka?" tanya Lillian.
Sekali lagi Cole memandangnya, matanya lembab tapi tegas. "Mereka masih hidup," katanya akhirnya,"Karena wanita itu ... yang melahirkanmu ... jadinya aku lepaskan dia. Tenang saja, mereka tidak mati. Aku hanya ingin memberi mereka pelajaran, agar kelak tidak berani lagi."
"Rekaman itu sudah tersebar. Apa kau pikir polisi akan diam saja? Mereka pasti akan mengusut sampai tuntas," kata Lillian dengan nada tegas.
Cole menatapnya singkat, ekspresinya datar. "Biarkan saja. Walau ada rekaman, mereka tidak bisa membuktikan kalau pria di dalamnya adalah aku," jawabnya tenang, lalu tangannya terangkat, menahan dagu Lillian dan mencium bibirnya tanpa peringatan.
Lillian terkejut, matanya membesar. Ia segera berusaha melepaskan diri, tapi genggaman Cole cukup kuat. Ia mendorong dadanya, namun Cole masih menahannya. Dalam upaya melawan, Lillian akhirnya menepis wajah Cole dan mundur beberapa langkah.
"Apakah kau tidak sadar kita ada di mana," ucap Lillian.
"Aku sedang mencium calon istriku, apa salahnya," jawab Cole dengan senyum."mari kita pergi makan!" ajak Cole.
Mansion keluarga Mei.
Anthony duduk di ruang tamu yang tenang, hanya suara lembut dari jam dinding yang terdengar di antara lembaran koran yang ia baca. Lucy datang membawa secangkir teh hangat dan meletakkannya di meja di depannya. Aroma teh melati memenuhi ruangan.
"Lillian baru saja menghubungiku. Katanya, dia pergi makan bersama Cole," ucap Lucy sambil duduk di samping suaminya.
Anthony menurunkan korannya perlahan, lalu menarik napas panjang. Guratan khawatir tampak jelas di wajahnya.
"Ada apa?" tanya Lucy pelan, menatap suaminya yang tampak gelisah.
"Lucy," ujar Anthony sambil menatap kosong ke arah jendela, "menurutmu, apakah Cole tidak akan menyakiti putri kita? Aku percaya kalau pria di rekaman itu adalah dia."
Lucy menghela napas, berusaha tetap tenang. "Cole sudah banyak membantu kita, Anthony. Aku tidak melihat alasan dia akan menyakiti Lillian."
Anthony menggeleng pelan, wajahnya tegang. "Bagaimana kalau suatu saat dia bosan dan mengenal wanita lain? Apakah dia masih akan melindungi Lillian seperti sekarang?"
Lucy menatap cangkirnya, berpikir sejenak sebelum menjawab. "Hubungan mereka sudah sejauh ini. Kita juga tidak bisa lagi melarang mereka. Lillian bukan anak kecil, dia tahu apa yang dia pilih."
"Cole adalah seorang gangster, kejam dan dingin. Bahkan tidak berperasaan. Kita tidak akan tahu isi hatinya. Demi mendapatkah putri kita, dia rela melakukan apa saja. Kalau saja dia sudah bosan dengan hubunhan ini. Bagaimana nasib anak kita," jawab Anthony.
sekarang ini will itu dendam sama cole karena telah di usir dari rumahnya bersama ibunya.
lilian, jangan terpancing oleh foto maupun video itu. lebih baik kau tanyakan langsung sama cole. aku yakin cole itu benar benar cinta kamu bukan cuma mempermainkan kamu saja.
ayo lilian, kamu harus kuat