Ini adalah perjalanan cinta kedua putri kembar Ezar dan Zara.
Arsila Marwah Ezara, si tomboy itu akhirnya berhasil bekerja di sebuah perusahan raksasa yang bermarkas di London, Inggris, HG Corp.
Hari pertama nya bekerja adalah hari tersial sepanjang sejarah hidupnya, namun hari yang menurutnya sial itu, ternyata hari di mana Allah mempertemukan nya dengan takdir cintanya.
Aluna Safa Ezara , si gadis kalem nan menawan akhirnya berhasil menyelesaikan sekolah kedokteran dan sekarang mengabdikan diri untuk masyarakat seperti kedua orang tuanya dan keluarga besar Brawijaya yang memang 90% berprofesi sebagai seorang dokter.
Bagaimana kisah Safa sampai akhirnya berhasil menemukan cinta sejatinya?
Karya kali ini masih berputar di kehidupan kedokteran, walau tidak banyak, karena pada dasarnya, keluarga Brawijaya memang bergelut dengan profesi mulia itu.
Untuk reader yang mulai bosan dengan dunia medis, boleh di skip.🥰🥰
love you all
farala
💗💗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon farala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 31 : Cinta Arga
Arga duduk menikmati sarapan pagi pertamanya buatan tangan sang istri. Setiap suapan, terbitlah senyum lebar dari bibirnya.
" Masakannya enak juga." Gumamnya.
Beberapa menit kemudian, makanan di atas meja ludes dan berpindah ke lambungnya.
" Terima kasih untuk sarapannya." Ujar Arga sembari membersihkan meja makan dan membawa piring dan gelas bekas makannya ke kitchen sink.
Kebingungan mulai melanda. Dia berencana membersihkan piring piring itu tapi tidak tau bagaimana caranya. Seumur hidup, ini adalah pengalaman pertamanya.
Mencuci piring? Oh,,dia sama sekali tidak pernah melakukannya.
Karena itu, peran Rowan sangat di butuhkan di sini.
" Kau di mana?" Tanya Arga begitu panggilannya tersambung dengan Rowan.
" Saya sudah di depan , tuan."
" Bagus, aku butuh bantuan mu."
Rowan pun segera masuk sesuai perintah Arga dan kini berdiri di samping tuan mudanya itu.
" Apa kau tau bagaimana cara membersihkan ini?" Arga menunjuk ke tumpukan piring dan gelas yang tidak seberapa banyak.
Tawa Rowan hampir saja meledak.
Ternyata bantuan yang di maksud bosnya itu adalah tutorial cara mencuci piring.
" Hmm...begini tuan."
Rowan mulai melakukan tugasnya sebagai tutor yang baik untuk Arga.
" Ternyata semudah itu, sini, berikan padaku."
" Tapi tuan, anda yakin?"
" Kau meremehkan ku?"
" Tidak, tuan."
Rowan pun menyerahkan piring di tangannya dan membiarkan Arga mencucinya.
Lucunya, piring itu baru saja berpindah ke tangan Arga tapi sudah jatuh berhamburan di lantai, pecah...
" Astaga.."
Rowan tidak bisa lagi menahan tawanya.
" Bagaimana ini Rowan?" Arga panik hanya perkara piring.
" Tinggal bersihkan saja , beres tuan. "
" Kau yakin Safa tidak akan marah?"
" Ini hanya piring, tuan. Tidak akan mungkin nona muda marah hanya karena hal sepele seperti ini."
Arga menghela nafas.
" Baiklah, mari kita bereskan. Setelah ini, aku akan mengunjungi Barra."
" Baik, tuan."
*
*
Arga membunyikan bel apartemen Barra. Dua jam lalu, dia baru saja tiba dari Indonesia.
Barra muncul dari balik pintu.
" Masuk, paman."
Arga melangkah masuk dan mendudukkan tubuhnya di sofa tunggal.
" Bagaimana pernikahan mu?" Tanya Barra sembari membawakan segelas kopi untuk Arga.
" Aku belum pernah bertemu dengan nya sejak haru pernikahan ku."
" APA....bisakah itu di sebut pernikahan?" Barra kaget.
" Ya, ekspresi mu sangat mencerminkan asumsi orang orang di luar sana , aku sangat maklum. Tapi kau tau sendiri kan, bagaimana kesibukan ku? Aku baru ada waktu, tapi istri ku harus pergi bekerja. "
Barra menghela nafas.
" Bawa saja Safa ke London, kan beres."
" Jangan memanggil namanya seperti itu. Dia tante mu!" Arga memperingati.
" Iya ..iya..."
" Tidak semudah itu, Barra. Kami belum saling mengenal lebih jauh. Pernikahan ini dadakan. Aku tidak punya persiapan. "
Barra tertawa.
" Persiapan apa yang paman maksud? Hotel HG di Belgia yang menjadi mahar pernikahan mu, begitu? Ini bukan soal siap tidak siap, paman. Hatcher hotel di Belgia adalah hotel rintisan pertamamu, dan hotel itu menghasilkan ratusan juta euro perbulannya , dan paman masih mengatakan tidak punya persiapan ? " ( Setara dengan triliunan rupiah).
Arga tersenyum simpul.
Melihat ekspresi bahagia Arga, pertanyaan yang sempat tertampung di benak Barra mencuat ke permukaan.
" Paman, aku ingin tanya."
" Apa?"
" Hari itu, tepat saat kita datang ke tempat acara, kenapa paman harus mengatur nafas dan hati paman? Apa ada sesuatu yang tidak aku ketahui?" Tanyanya dengan kening mengernyit.
Arga meraih cangkir kopi buatan Barra, menyesap pelan pelan sembari menghirup aroma khasnya lalu kembali menyimpan cangkir tersebut di atas meja.
" Kau ingat saat kita bertemu di mount Elizabeth beberapa bulan lalu?"
Barra nampak berpikir, kemudian mengangguk pelan tanda jika dia mengingat nya.
" Aku jatuh cinta saat dia tidak sengaja menabrak ku."
" What? Jatuh cinta macam apa itu? "
Arga tertawa.
" Menurut mu, itu aneh?"
" Kalau di katakan aneh sih , tidak juga. Hanya saja kisah paman itu, sedikit berbeda dengan kisah cinta pada umumnya."
" Ya, katakan lah begitu. Entah, tapi begitu menatap matanya, jantungku langsung berdegup sangat kencang."
" Hebat, aku salut padamu, paman. Cintamu jatuh pada orang yang tepat. Padahal, dulu ku pikir paman akan menikahi bule bule seksi yang puluhan bahkan ratusan yang selalu datang dan mengelilingi mu hampir setiap hari."
" Awalnya aku juga merasa sedikit aneh dengan tubuhku, kenapa aku tidak tergoda sama sekali melihat wanita wanita itu. Akhirnya, ku putuskan berkonsultasi ke dokter andrologi , dan dokter mengatakan kalau aku sangat sehat dalam hal seksualitas."
Barra kembali menatap Arga. " Tapi paman, andaikata tidak ada keajaiban di hari itu, apa yang akan paman lakukan jika Safa tidak menikah dengan mu?"
Arga menghela nafas panjang.
" Entahlah, tapi jika aku menuruti kata hati ku, kemungkinan besar yang akan terjadi adalah, aku akan menculiknya dan membawanya pergi . Terserah lelaki uzur itu mau mencoret ku dari daftar keluarga, aku sudah tidak peduli."
Barra menggeleng." Paman nekat juga."
" Ya, begitulah."
" Aku percaya, aku sangat tau bagaimana sepak terjangmu . "
Arga tersenyum.
" Tapi, kenapa aku merasa kalau ini sudah di atur?" Tanyanya curiga mengingat mulusnya jalan yang di lalui Arga untuk mendapatkan cintanya.
" Kalau yang kau katakan itu benar, ucapan terima kasih saja ku rasa tidak cukup. Siapa pun itu, aku akan memberikan yang setimpal padanya."
" Kalau opa Alden yang melakukannya?"
" Hah, tidak mungkin, dia tidak pernah peduli padaku . Kalaupun memang si tua itu yang melakukannya, Aku tidak perlu memberinya bayaran, itu kan memang tugasnya."
Bara menggeleng. " Kalian ini ayah dan anak tapi ibarat Tom and Jerry, tidak pernah akur."
" Sudahlah , ada urusan apa kau ke sini? "
" Ada yang harus aku selesaikan di HG."
" Ara, tidak ikut?"
" Sepertinya, paman mulai akrab dengan nya."
Arga mendelik. " Kau cemburu?"
" Hei..dia bukan seleraku." Kilahnya.
Arga tertawa renyah." Jangan sepertiku, kalau kau menyukainya, lebih baik bicarakan langsung. Kalau di ambil orang, kau baru tau rasa."
Barra terdiam.
" Aku pergi, sampaikan terima kasih ku pada Ara."
" Dia tidak ikut. Terima kasih untuk apa?"
" Rahasia."
*
*
Mount Elizabeth
Matahari hampir terbenam dan Safa masih bergelut dengan pasiennya.
Di jam jam genting menjelang pulang , ada ada saja yang menghambat nya.
Seperti sore ini, Safa kedatangan pasien pre eklamsia. Tekanan darah pasien nya itu sangat tinggi di usia kandungan nya yang menginjak tiga puluh tujuh minggu.
Dengan penuh pertimbangan dan diskusi alot, akhirnya Safa harus masuk kembali ke kamar operasi setelah mengantongi persetujuan dari suami pasien.
Jam sudah menunjuk di angka delapan, dan Safa baru bisa bernafas lega.
Dengan wajah sayu kelelahan, dia menggendong tas ranselnya keluar dari gedung departemen obgyn menuju lobby rumah sakit.
Ponsel yang sejak pagi tidak pernah dia pegang, baru sempat dia buka saat perjalanan ke luar gedung departemen obgyn.
Tidak begitu banyak panggilan, hanya ada sebuah chat yang masuk dan membuatnya tersenyum.
" Pulang jam berapa?"
Safa mengamati dengan seksama pesan tersebut. Biasanya hanya Marwah yang akan menanyakan pertanyaan itu, tapi kali ini, pertanyaan itu berasal dari orang yang berbeda.
Safa ingin membalas, tapi di lihatnya pesan itu di kirim jam lima sore, berarti sekitar tiga jam lalu. Jadilah dia mengurungkan niatnya.
Di lobby, ternyata banyak sekali orang yang menunggu jemputan. Di luar sedang hujan, mereka lebih baik menunggu dari pada basah kuyup .
Beberapa orang yang tidak suka dengan Safa mulai menggunjing.
" Kasian ya, di hari pernikahan di tinggal. Malu tau...apa kata orang?" Kata seorang wanita yang merupakan senior Safa di departemen obgyn.
" Kalau dia jadi aku, aku tidak akan kembali ke sini. Tapi ya, begitulah, tidak tahu malu, sudah di campakkan masih juga mengharap." Jawab residen tahun kedua yang memang tidak menyukai kehadiran Safa.
Safa hanya diam, dia tau jika saat ini dia sedang di bully, tapi jika masih dalam batas kewajaran, Safa tidak ambil pusing, selagi mereka tidak menggunakan kekerasan, Safa fine fine saja.
" Cantik sih, tapi sayang tidak laku..." Lanjut mereka sembari tertawa.
Telinga Safa mulai kepanasan. Sejak tadi, hanya dia yang menjadi topik pembahasan. Karena itu, dia mulai melangkah keluar, kehujanan tidak apa dari pada terus tinggal dan membuat hatinya terluka.
Namun, baru beberapa langkah, Arga datang entah dari mana merangkul pundaknya.
Safa sempat terkejut, dan hampir saja menolak tangan Arga, untungnya dia tersadar jika pria itu berhak atas dirinya.
" Ayo, di sini dingin."
Safa tersenyum manis seperti tidak ada yang terjadi. Di situlah hati Arga seakan tersayat.
Rowan sudah menunggu tepat di depan lobby, begitu melihat bos dan istrinya mendekat, Rowan langsung membukakan pintu.
Puluhan pasang mata menyaksikan kejadian indah itu. Ada yang masih sibuk menjelek jelekkan Safa, tapi ada juga yang memujinya.
Mesin kendaraan belum berbunyi , dan biasanya di kesempatan itu, Rowan akan bertanya ke mana Arga akan pergi.
" Kita ke mansion , Rowan." Ujarnya datar.
" Baik tuan."
...****************...
jangan od pengen deh......langkaaaa
daripada ada gangguan lagi
harus antisipasi za gaaa
kak maaf mau tanya itu kalimat " mengencerkan " emang di buat plesetan atau emang sengaja begitu, kalo emang sengaja nanti aku ikut mengencerkan suasana hati mas Arga yg kepala nya udah nyut²an itu 🤣🤣🤣
pak dewan mau belah duren jadi dipending dulu ni gara" ponakan ma adek tersayang masing"......
bara marwah yang sama-sama heboh pake acara kompak lagi ganggu penganten mau bulan madu😂
semangat ya Arga...
tapi arga gercep banget loohhh, selamat menunggu hari besok