Wanita Cantik Tuan Muda Dingin

...[Beri like dan komen]...

Pemuda yang bernama Andis Ratmajaya sekaligus Adik kandung dari Mira Arelia. Berumur 15 tahun bersekolah di Kota ini karena kebaikan dari Raka sendiri. Ia yang dulu cacat kini dapat berjalan kembali dengan kedua kakinya, biaya pengobatannya hanya Raka sendiri yang membayarnya.

Raka terkenal akan kesuksesannya di mana perusahaannya telah tersebar luas di penjuru kota lainnya. Itulah mengapa dari pendiri lainnya menginginkan putri mereka ingin menikahi Pria yang berhati dingin itu.

Andis yang tak sengaja memikirkan temannya yang bernama Laura Ariska mendengar sekilas teriakan gadis itu.

"Laura?" Andis menoleh, namun tak ada siapa pun di belakangnya kecuali bangku kosong milik toko itu.

"Barusan aku mendengar suaranya apa mungkin aku salah dengar tadi?"

Dengan wajah tampan yang terlihat menyedihkan ia kembali berjalan, ia menuju ke sebuah Rumah Sakit. Ia masuk dan mencari ruangan di mana gadis yang ia sukai di rawat.

Andis menyusuri setiap ruang rawat dan kebetulan ia bertemu dengan Dokter Kevin. Kevin yang tau bahwa cowok di depannya adalah teman Laura sekaligus Erika. Dan diantara mereka bertiga terjalin sebuah cinta segitiga yang rumit. Perasaan anak muda memang sulit dipahami.

"Dokter?" Andis langsung menunduk melihat Kevin keluar dari ruangan Laura.

"Andis. Kamu yang sabar ya, selalu berdoa untuk kesembuhannya." Kevin menepuk bahu Andis lalu berjalan menuju ruangan miliknya.

Andis hanya terdiam melangkah maju memasuki ruang rawat Laura. Seketika tatapannya tertuju pada gadis berambut pendek memiliki wajah cantik dan bisa dibilang mempunyai kecantikan yang sama dengan Laura, dia adalah Erika.

"Erika?"

"Andis kamu bolos lagi?"

"Itu bukan urusanmu!"

"Apa yang kamu lakukan di sini, sudah puas setelah melihat kondisi Laura menderita seperti ini." Ia melangkah mendekati Erika.

"Andis, apa maksudmu? Aku datang kemari untuk menjenguknya, kenapa kamu selalu saja menyebalkan. Ha!" bentak Erika tak terima, ia bagaikan orang jahat di mata cowok itu.

"Jenguk? Benarkah?" Dengan nada marah Andis mengangkat paksa tangan kanan Erika membuatnya kesakitan.

"Aw ... Andis kamu menyakitiku!"

"Sakit! Terus bagaimana Laura yang terbaring di sana, apa dia tak merasakan sakit!" Andis semakin memperkuat cengkeramannya.

...Plakk!...

Tamparan mengenai wajahnya, Erika tak habis pikir persahabatan mereka hancur seketika.

"Aku mengaku salah, tapi semua ini karena aku juga menyukaimu." Belum selesai berbicara, Erika berlari keluar meninggalkan ruangan itu. Mata andis terbelalak terkejut ia menerima tamparan dari gadis itu.

"Aaargghhh!"

Dengan rasa kesal bercampur penyesalan, Andis berdiri di samping gadis yang sudah lama terbaring di tempat tidur.

"Laura ... kamu pasti menderita sekarang melihat kami bertengkar."

"kamu harus tau dulu aku juga punya perempuan yang kusayang dia selalu saja menjaga dan melindungiku, dia adalah kakakku yang sudah meninggalkanku dan Ibu, jadi sekarang ku mohon bangun lah demi orang-orang yang menyayangimu."

Andis menggenggam tangan yang terasa dingin. Menunduk memohon agar dia cepat sadar dari komanya.

Erika menangis diluar merenungi hubungan persahabatannya yang hancur, Erika pun berdiri berjalan meninggalkan Rumah Sakit serta kepedihan di hatinya. Walau ia berasal dari keluarga bangsawan namun ternyata ia tak bisa mendapat cowok yang ia sukai.

****

Di kantor, terlihat Sovia berjalan gemeteran, di tangannya terdapat sebuah surat pengunduran dirinya, berjalan menuju ke ruangan sekretaris Intan. Langkah demi langkah ia membuka pintu di depannya, tangannya perlahan mendorong pintu lalu berjalan masuk ke dalam. Intan yang melihatnya masuk tanpa suara, ia heran dengan kedatangannya.

"Ada apa?"

"Hehe ... itu--itu kedatanganku mau mengundurkan diri." Sovia langsung menunduk memberikan surat itu.

Alis kanan Intan terangkat mendengar perkataan wanita yang selama ini membuatnya jengkel.

"Kenapa? Apa perusahaan ini tidak membuatmu nyaman?" Intan penasaran dengan Sovia yang tiba tiba memberinya surat pengunduran.

"Bu-bukan begitu." Sovia terbata-bata dengan tingkah bodohnya.

"Lalu apa? Kamu harus tau kalau keluar dari perusahaan ini kamu harus membayar denda atas kontrak sebelumnya. Dan di kontrak itu kamu bekerja di perusahaan ini selama lima tahun jika belum waktunya kamu harus membayar harga 1 Milyar." jelas Intan duduk bersilang tangan bersandar pada kursinya.

Mata Sovia melotot setelah mendengar jumlah yang begitu banyak.

"Sa-satu Milyar?" Sovia menelan ludahnya tak mampu membayangi jumlah itu.

"Haha sungguh mudah menipu wanita ini, memang tak pantas bersaing denganku."

Intan tersenyum picik melihat Sovia panik di hadapannya.

"Bagaimana ini, semakin aku menjauh malah semakin susah untuk menghindarinya."

...Ringg ... Ringg ......

Suara ponsel milik Intan terdengar, ia segera mengangkat panggilan itu lalu mengakhirinya dengan anggukan.

"Baik, Presdir." Intan menutup panggilan lalu menatap Sovia yang dari tadi terdiam.

"Untuk meminta kepastian lebih baik kamu ke ruangan Presdir saja, tapi jika dia mengiyakannya ya sudah terima saja." Intan dengan senyum liciknya memberikan tatapan merasa senang jika Sovia keluar dari perusahaan ini.

"Ke ruangan Presdir?" Sovia bertanya memastikan.

"Tentu saja, pergilah!" ujar Intan.

Sovia pun berjalan menuju ke ruangan Presdir dengan rasa cemas dan was-was jika Presdir Raka malah akan memarahinya bila ia mengundurkan diri. Dia sudah bertekad untuk lebih baik menghindarinya dan mencari pekerjaan yang lain.

...***...

...Apa yang akan terjadi pada Sovia?...

...Apakah Laura mungkin adalah Putri?...

...Halo Readers...

...Jangan lupa...

...Like...

...Komen...

...Dan...

...Vote...

...Terima kasih...