NovelToon NovelToon
Level UP Milenial

Level UP Milenial

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Teen School/College / Mengubah Takdir / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Naik Kelas / Dunia Masa Depan
Popularitas:4.4k
Nilai: 5
Nama Author: Ahmad Rifa'i

Level Up Milenial mengisahkan Arka, seorang guru muda berusia 25 tahun yang ditugaskan mengajar di SMA Harapan Nusantara, sekolah dengan reputasi terburuk di kota, dijuluki SMA Gila karena kelakuan para muridnya yang konyol dan tak terduga. Dengan hanya satu kelas terakhir yang tersisa, 3A, dan rencana penutupan sekolah dalam waktu setahun, Arka menghadapi tantangan besar.

Namun, di balik kekacauan, Arka menemukan potensi tersembunyi para muridnya. Ia menciptakan program kreatif bernama Level Up Milenial, yang memberi murid kebebasan untuk berkembang sesuai minat mereka. Dari kekonyolan lahir kreativitas, dari kegilaan tumbuh harapan.

Sebuah kisah lucu, hangat, dan inspiratif tentang dunia pendidikan, generasi muda, dan bagaimana seorang guru bisa mengubah masa depan dengan pendekatan yang tak biasa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahmad Rifa'i, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Lamaran Yang Mengejutkan

Setelah melalui banyak momen kebersamaan, Pak Arkan merasa waktunya telah tiba. Di sela kesibukan dan kekonyolan para siswa yang semakin akrab menjelang ujian nasional, Arkan menyimpan satu rencana besar dalam hatinya: melamar Ibu Arin.

Pada suatu sore yang teduh, setelah sesi belajar bersama yang penuh tawa dan motivasi, Arkan mengajak Arin berjalan di taman belakang sekolah yang sunyi dan damai. Angin meniup pelan, dan langit mulai berwarna jingga.

"Arin," ucap Arkan pelan sambil menatap matanya. "Aku ingin serius denganmu. Aku ingin membawamu ke jenjang yang lebih tinggi. Arin, maukah kamu menikah denganku?"

Arin menunduk pelan, wajahnya memerah, namun senyumnya tak bisa disembunyikan.

"Arkan... Aku juga mencintaimu. Dan ya... Aku mau," jawabnya lirih.

Namun, setelah menerima lamaran itu, Arin tampak gelisah. Ia menatap Arkan dalam-dalam.

"Tapi... ada satu hal yang harus kamu tahu..." katanya pelan.

Arkan terdiam. Arin melanjutkan, "Aku adalah anak dari Bupati Nusantara... Pak Yunus."

Arkan terpaku. Mulutnya terbuka sedikit, tetapi tak ada kata yang keluar.

"Ayahku ingin aku menikah dengan anak dari kepala dinas pendidikan. Tapi... aku tidak mencintainya, Ark. Aku mencintaimu. Aku tidak peduli siapa kamu. Yang aku tahu, kamu pria terbaik yang pernah aku temui. Cara kamu mendidik siswa, cara kamu memperjuangkan kami semua... aku jatuh cinta karena itu."

Arkan terdiam lama, mencoba mencerna semuanya. Ia merasa kecil, tidak pantas. Tapi ketika ia menatap Arin, ia melihat ketulusan dan keberanian.

"Aku tidak akan mundur. Jika cinta kita tulus, aku akan menghadapi semua itu, Rin. Kita akan hadapi bersama."

Malam itu, bintang-bintang bersinar terang. Arkan dan Arin menggenggam tangan, menatap masa depan yang menantang. Dan tanpa mereka tahu, dari balik semak-semak, beberapa siswa mengintip sambil menahan tawa dan teriakan heboh mereka sendiri. Reza bahkan sudah menyiapkan kamera.

"Wah, ini bisa jadi konten spesial! Judulnya: Cinta Seorang Guru dan Anak Bupati!" bisik Reza sambil tertawa.

Tentu saja, aksi konyol mereka segera membuat lamaran yang romantis itu berubah menjadi adegan penuh kekacauan, ketika Jaka tiba-tiba bersin keras dan semua penyusup terciduk oleh Arkan.

"Keluar dari situ, kalian semua!" teriak Arkan, menahan tawa.

"Maaf, Pak! Tapi ini sejarah sekolah!" sahut Toni sambil kabur.

Meski begitu, malam itu menjadi kenangan manis bagi Arkan dan Arin. Cinta mereka telah menerima ujian pertama, dan mereka siap melangkah lebih jauh lagi, apapun rintangan yang menanti.

...----------------...

Hari yang mendebarkan pun tiba. Pak Arkan berdiri di depan gerbang besar rumah pribadi Pak Yunus, Bupati Nusantara, sekaligus ayah dari Arin. Dengan mengenakan kemeja terbaiknya, rambut yang disisir rapi, dan wajah penuh tekad, ia melangkah masuk. Jantungnya berdetak tak karuan.

Sambutan dari penjaga rumah cukup hangat, dan tak lama, ia dipersilakan masuk ke ruang tamu besar bernuansa klasik Jawa yang megah. Di sana, duduk Pak Yunus dengan sorot mata tajam namun penuh wibawa. Di sampingnya, duduk Arin yang tampak gugup tapi tersenyum memberi semangat.

"Silakan duduk, Pak Arkan," ujar Pak Yunus dengan suara berat.

"Terima kasih, Pak," jawab Arkan sambil duduk tegak.

Setelah beberapa saat pembicaraan basa-basi, akhirnya Pak Yunus menyampaikan maksud pertemuan itu.

"Jadi, kamu berniat melamar anak saya, Arin?"

"Iya, Pak. Saya serius mencintainya, dan saya ingin membangun masa depan bersamanya."

Pak Yunus menatap tajam. "Arkan, kau hanyalah seorang guru muda di sekolah yang hampir ditutup. Apa yang membuatmu yakin bisa membahagiakan anakku?"

Arkan tidak langsung menjawab. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu berkata, "Saya tidak punya banyak harta, Pak. Tapi saya punya dedikasi, kerja keras, dan cinta yang tulus. Saya tidak menjanjikan kemewahan, tapi saya berjanji akan berjuang sepenuh hati demi masa depan kami."

Pak Yunus menyipitkan mata, lalu berdiri dan berjalan ke jendela. Setelah hening beberapa detik, ia berkata, "Kau tahu, aku dulu juga bukan siapa-siapa. Tapi aku berani mengambil tanggung jawab. Dan aku ingin menilai apakah kau punya kualitas itu."

Kemudian, Pak Yunus memberikan tantangan:

"Besok, kau ikut aku keliling kabupaten. Aku ingin melihat langsung bagaimana kau bersikap di tengah masyarakat. Aku ingin tahu, apakah kau bisa menginspirasi seperti yang diceritakan Arin dan para siswa."

Arkan mengangguk mantap. "Saya siap, Pak."

Keesokan harinya, Arkan menemani Pak Yunus dalam kegiatan inspeksi mendadak ke beberapa desa. Ia menyapa warga dengan ramah, ikut menyalurkan bantuan, bahkan membantu mengajar anak-anak di pelosok yang kekurangan guru. Pak Yunus mengamati semuanya dengan seksama.

Di akhir hari, Pak Yunus mengajak Arkan duduk di bawah pohon rindang.

"Kau bukan hanya guru, Arkan. Kau adalah pemimpin. Seseorang yang tahu cara menyentuh hati orang lain dengan ketulusan."

Arkan menunduk haru.

"Kau punya restuku. Jaga Arin baik-baik."

Tangis haru pun pecah dari Arin yang sedari tadi diam-diam mengikuti mereka. Ia memeluk ayahnya, kemudian berlari memeluk Arkan.

...----------------...

Pagi itu, suasana sekolah tampak biasa saja. Namun, hati Arkan masih hangat oleh kejadian malam sebelumnya, pertemuannya dengan Pak Yunus, Bupati Nusantara sekaligus ayah dari Arin, wanita yang kini mengisi hatinya.

Di sela-sela jam istirahat, Arkan berjalan menuju ruang guru dan melihat Pak Darman sedang duduk santai menikmati teh hangat sambil membaca koran. Dengan langkah ringan namun penuh maksud, Arkan menghampiri.

"Pak Darman, boleh ngobrol sebentar?" tanya Arkan sambil menarik kursi di sampingnya.

"Wah, gaya bicaramu serius sekali. Tumben, Ark! Ada apa ini?" sahut Pak Darman sambil melipat korannya dan menaruhnya di meja.

Arkan menarik napas dalam-dalam. "Semalam saya ke rumah Pak Yunus. Bupati Nusantara."

Pak Darman mengangkat alis. "Lho, ada urusan dinas?"

Arkan menggeleng. "Bukan, Pak... Ternyata, Arin itu anaknya Pak Yunus."

Pak Darman hampir menyemburkan tehnya. "APAAA?!" teriaknya spontan. "Itu Arin, yang tiap hari bareng kamu itu?!"

Arkan mengangguk pelan. Pak Darman memegang kepalanya lalu tertawa tergelak. "Ya ampun, dunia ini kecil sekali. Kamu pacaran sama anak bupati, Arkan?!"

"Iya, Pak... dan... saya berniat melamarnya. Tapi awalnya saya merasa tak pantas. Tapi Pak Yunus memberi tantangan, dan setelah bicara panjang, akhirnya beliau merestui kami."

Pak Darman berdiri dan memukul bahu Arkan pelan. "Waduh, kamu luar biasa, Nak Arkan. Dari guru honorer jadi calon menantu bupati. Gila sih hidup kamu!"

Mereka berdua tertawa. Lalu, Pak Darman menatap Arkan dengan lebih serius, meski ekspresi wajahnya masih menyimpan kekonyolan khasnya.

"Tapi Arkan, dengar baik-baik ya. Setelah menikah, tantangan akan lebih besar. Kamu bukan hanya suami Arin, tapi juga panutan anak-anak ini. Jangan sampai cinta bikin kamu lupa tujuan awalmu mengabdi di sekolah ini."

Arkan mengangguk dalam. "Saya paham, Pak. Justru karena cinta ini, saya merasa lebih kuat untuk berjuang. Bersama Arin, saya ingin membangun pendidikan yang lebih baik."

Pak Darman menepuk pundaknya dan berkata, "Kalau begitu, aku restui juga. Tapi satu syarat!"

"Apa itu, Pak?"

"Waktu resepsi nanti, saya wajib jadi MC, dan harus ada pesta konyol ala anak-anak SMA Harapan Nusantara. Hahaha!"

Arkan tertawa lepas. "Siap, Pak Darman! Tanpa pesta konyol, rasanya bukan kami namanya."

1
Ahmad Rifa'i
menceritakan semangat dalam menggapai cita-cita walau di balut dengan kekurangan.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!