Plak!
" Percuma aku menikahi mu, tapi sampai sekarang kamu belum juga memiliki anak. Kamu sibuk dengan anak orang lain itu!"
" Itu pekerjaanku, Mas. Kamu tahu aku ini baby sitter. Memang mengurus anak orang lain adalah pekerjaanku."
Lagi dan lagi, Raina mendapatkan cap lima jari dari Rusman di pipinya. Dan yang dibahas adalah hal yang sama yakni kenapa dia tak kunjung bisa hamil padahal pernikahan mereka sudah berjalan 3 tahun lamanya.
Raina Puspita, usianya 25 tahun sekarang. Dia menikah dengan Rusman Pambudi, pria yang dulu lembut namun kini berubah setelah mereka menikah.
Pernikahan yang ia harap menjadi sebuah rumah baginya, nyatanya menjadi sebuah gubuk derita. Beruntung hari-harinya diwarnai oleh wajah lucu dan tingkah menggemaskan dari Chandran Akash Dwiangga.
" Sus, abis nanis ya? Janan sedih Sus, kalau ada yang nakal sama Sus, nanti Chan bilang ke Yayah. Bial Yayah yang ulus."
Bagaimana nasib pernikahan Raina kedepannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Baby Sitter 14
"Kamu yakin tidak mau memasukkan dia ke penjara, Sus Raina?"
"Iya Pak, saya sudah cukup dengan lepas dari keluarga toxic itu. Dan apa yang jadi milik saya, tetap jadi milik saya."
Bagus menghela nafasnya panjang. Ia menghormati keputusan Raina. Akan tetapi dia cukup terkejut juga karena Raina tidak mau membuat kasus ini lebih serius dan panjang.
Hari itu Bagus menemani Raina mengurus segala hal tentang perceraian yang akan Raina jalani. Dan surat perjanjian pun di buat. Anton dengan senang hati membantu.
Anton adalah pengacara milik ARJ Tour and Travel. Dan dia lah yang mengusulkan surat perjanjian itu. Di dalamnya berisi tentang Rusman yang tidak boleh mengusik Raina lagi, dan ada sanksi jika Rusman melanggar. Selain itu, mas kawin yang berupa seperangkat perhiasan akan jadi milik Raina. Itulah tadi yang ditandatangi oleh Rusman dan sama sekali tidak dibaca. Bukan hanya itu, Rusman juga langsung akan mendapat sanksi penjara jika masih berani mengusik Raina dikemudian hari. Termasuk Ningsih dan Ida. Semua itu ada di pasal-pasal perjanjian yang dibuat oleh Raina.
"Setelah kamu resmi bercerai, kamu pindah dari tempat kost ke rumah saja ya. Chan pasti seneng kalau ada kamu tiap hari."
"Apa? eh maaf Pak. Saya nggak mau ngrepotin Bapak. Bapak sudah banyak membantu saja."
"Nggak ngrepotin, yang ada malah aku yang ngrepotin kamu. Kalau kamu stand by di rumah aku lebih merasa nyaman buat ninggalin Chan jika sewaktu-waktu ada pekerjaan mendadak."
Raina mengangguk paham. Semua itu bukan serta merta untuk dirinya. Ini ibarat sekali dayung dua pulau terlampaui. Ucapan Bagus memang benar, jika Raina di rumah maka lebih mudah dalam menjaga Chan. tapi sebenarnya pun Bagus punya maksud yang tidak dia katakan oleh nya, yakni agar Raina aman.
"Maaf Mbak, saya ingin bertanya sekali lagi, apa Mbak beneran nggak mau membuat tuntutan atas apa yang mereka lakukan?"
Anton bertanya sekali lagi dan Raina menggelengkan kepala dengan yakin. Dia sungguh tidak mau memenjarakan Rusman. Kenapa demikian? Karena jika dipenjara Rusman tetap bisa makan dan minum dengan tenang. Namun jika dia tidak dihukum, maka Rusman akan dipusingkan dengan ocehan ibu dan adiknya. Sanksi sosial yang ada di masyarakat juga akan membuatnya memiliki beban.
Raina paham betul bagaimana Ningsih. Dia memiliki gengsi yang besar. Dia pasti sangat tersiksa dengan setiap gunjingan dari para tetangga. Dan kasus Rusman yang digrebek warga karena kumpul kebo, tentu sudah sangat ramai.
"Baiklah kalau begitu. Mbak Raina tidak perlu khawatir. Semua ini akan cepat selesai. Dan Mbak Raina bisa lepas dari pria semacam itu."
"Terimakasih, Pak Anton dan Pak Bagus. Saya sungguh berterimakasih atas bantuannya."
Bagus dan Anton menganggukkan kepalanya. Anton kemudian pamit undur diri dan bagus juga kembali ke kantor.
Saat ini Raina ada di rumah kedua orang tua Bagus. Bahkan Bagus juga meminta tolong Pak Barjo untuk mengambil barang-barang milik Raina yang masih tertinggal di kost. Satu lagi hal tersebut dilakukan agar Raina aman selama proses perceraiannya dengan Rusman.
"Sus Ai, apa ulusannnya sudah selelesai. Om Anton uda pulan ya?"
"Udah Chan, iya Om Anton udah pulang. Yayah juga sudah kembali bekerja. Nah sekarang Chan mau main apa sama Sus?"
Chan menggelengkan kepalanya. Saat ini dia tidak ingin bermain dengan Raina. Dia tahu kalau baby sitter nya itu tenga banyak masalah. Dan pasti merasa lelah. Maka dari Itu Chan tidak ingin bermain.
"Chan mau bobo aja. Sus Ai, bobo yuk."
Eh?
Raina sedikit bingung. Chan meminta tidur, tapi ini sudah sore. Seharian tadi Raina memang pergi dan mengurus tentang segala hal mengenai perceraiannya. Baru lepas ashar dia kembali.
Dan yang membuat Raina sedikit bingung yakni karena dia ada di umah kedua orangtua Bagus. Dia sedikit merasa tidak enak saat hendak melakukan sesuatu.
"Bawa aja Chan ke kamar, Ai. Mungkin dia beneran ngantuk. Dari tadi emang belum tidur karena nunggui kamu."
" Eh, baik Bu. Saya bawa Chan ke kamar dulu ya, Bu."
Entah mulai kapan Asri juga memanggil Raina dengan panggilan Ai. Tapi memang rasanya lebih akrab dan mudah menyebut nama Raina demikian.
"Chan belum bobo emang?"
"Belum, Chan tundu Sus Ai. Setalang kita bobo yuk, Sus. Hoaam Chan nantuk."
Raina tersenyum, dia lalu menaikkan tubuhnya. Kamar yang dipakainya sekarang adalah kamar Bagus yang ada rumah Asri.
Tidak berselang lam, Raina sudah terlelap. Chan tertawa lirih, dia senang melihat pengasuhnya itu tertidur.
"Holee Sus Ai dah tidul." Dengan perlahan Chan turun dari tempat tidur. Dia mengendap keluar dari kamar sambil menutup pintunya pelan-pelan. Semua itu dilakukannya agar Raina tidak terbangun.
"Lho cucu Nenek kok nggak jadi tidur?"
"Chan eman nda penen tidul kok, Nek. Chan tadi bilan ditu bial Sus Ai nya tidul. Sus Ai kelihatan capek, jadi Chan bantu Sus Ai bial tidul."
Aaah
Asri mengangguk paham. Rupanya itu lah tujuan Chan. Dia tidak menyangka cucu dari putra keduanya itu bisa berpikir demikian. Tapi Asri senang, Chan menjadi anak yang pengertian dan bisa memahami orang lain.
"Nek?"
"Hmmm, kenapa sayang?"
"Nek, apa Sus Ai ndak bisa jadi bunda nya Chan?"
Haaah?
Asri terkejut bukan main dengan pertanyaan Chan. Bagaimana bisa Chan bertanya demikian.
Asri lalu mendekatkan dirinya ke arah Chan yang sedang bermain. Dia meninggalkan kegiatannya menyiangi sayuran. Ia mengambil Chan dan memangkunya.
"Chan kangen sama Bunda?"
"Chan penen Sus Ai jadi bundanya Chan. Sus Ai suka sama Chan, Chan juda suka sama Sus Ai. Kalau sama Chan, Sus Ai nda sedih. Chan penen lihat Sus Ai bahadia setiap hali. Jadi Chan mau Sus Ai jadi bundanya Chan. Tapi kata Yayah nda bisa. Katanya Sus Ai udah punya kelualda, jadi nda bisa jadi kelualdanya Chan."
"Memangnya Chan udah pernah bilang sama Yayah?"
Chan mengangguk, dan lagi-lagi Asri terkejut mendengar cerita cucunya itu. Budi yang baru saja masuk ke rumah pun langsung ikut nimbrung. Dia duduk di sisi sang istri dan menatap cucunya tersebut.
"Apa mungkin dia merindukan sosok ibu?" Budi bertanya kepada istrinya dengan cara berbisik.
"Entahlah, Mas. Bisa jadi. Tapi dia maunya Raina yang jadi ibunya," jawab Asri dengn lirih juga.
Kakek dan nenek itu nampak bingung bagaimana harus menanggapi cucu mereka tersebut. Dan pada akhirnya keduanya hanya diam.
Kehidupan pribadi Bagus, mereka tidak ingin mencampurinya. Baik Budi maupun Asri tahu betul kalau Bagus sangat mencintai almarhumah istrinya. Dan untuk menikah lagi, mereka pun tidak yakin kalau Bagus mau.
"Jadi dimana don, Nek, Kek?"
"Chan berdoa aja ya. Berdoa biar apa yang dimau Chan dikabulkan. Doa apa saja yang Chan inginkan dengan sungguh-sungguh, insya allah akan dikabulkan."
"Oh dituu. Ya Allah, semoda Sus Ai jadi bundanya Chan. Kabulkan ya Allah."
TBC