para mahasiswa dari Institut Seni Indonesia tengah melakukan projek pembuatan filem dokumenter ke sebuah desa terpencil. Namun hal tak terduga terjadi saat salah satu dari mereka hilang di bawa mahluk ghoib.
Demi menyelamatkan teman mereka, mereka harus melintasi batas antara dunia nyata dan alam ghoib. Mereka harus menghadapi rintangan yang tidak terduga, teror yang menakutkan, dan bahaya yang mengancam jiwa. Nyawa mereka menjadi taruhan dalam misi penyelamatan ini.
Tapi, apakah mereka sanggup membawa kembali teman mereka dari cengkeraman kekuatan ghoib? Atau apakah mereka akan terjebak selamanya di alam ghoib yang menakutkan? Misi penyelamatan ini menjadi sebuah perjalanan yang penuh dengan misteri, dan bahaya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uswatun Kh@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 31
"Angkat mereka! Cepat!" bentak Pak Prabu, suaranya bergema di malam yang sunyi. Wajahnya dikerutkan, sorot mata tajam menusuk Pak Parno dan Pak Budi.
Para sopir, ternyata bukan orang biasa. Mereka adalah kaki tangan Pak Prabu, anjing-anjing penurut yang siap menjalankan perintah kejam majikannya. Satu per satu tubuh Queen dan teman-temannya diangkat, dilempar ke dalam mobil bak barang tak bernyawa.
"Baik, Pak," jawab Parno dan Budi serempak, suara mereka gemetar meski berusaha terdengar tegar.
Mobil-mobil itu pun melaju meninggalkan lokasi, menghilang ditelan kegelapan. Pak Prabu menyaksikan kepergian mereka, tersenyum sinis sambil berkacak pinggang. Kegelapan malam seakan tak mampu menutupi cahaya licik yang bersinar di matanya.
"Akhirnya," gumamnya, tawa jahat mengembang di bibirnya. "Kekayaan... kekayaan yang tak terkira akan segera menjadi milikku..."
Kesadaran Queen kembali perlahan, diiringi gelombang sakit kepala yang menusuk. Pandangannya masih kabur, dunia tampak samar-samar. Ia terikat, tali kasar mengerat pergelangan tangannya. Di sebelahnya, Daffa dan Wati juga terikat, sama seperti dirinya.
"Daff... bangun!" suara Queen serak, mencoba membangunkan Daffa dengan menyenggol bahunya.
Daffa merintih, kepala perlahan terangkat. Matanya membulat, melihat dirinya terikat bersama Queen. Ketakutan memenuhi wajahnya.
"Di mana kita?" tanyanya, suaranya gemetar.
Jawabannya adalah pemandangan mengerikan. Valo tergeletak di lantai, bersimbah darah. Wajahnya pucat pasi. Wati masih tak sadarkan diri, terikat bersama mereka. Air mata Queen jatuh membasahi pipinya; pemandangan itu begitu pilu.
"VALO!" teriak Queen, suaranya penuh keputusasaan.
Daffa mencoba menyentuh Valo dengan kakinya, tapi tak ada respon. Hanya keheningan yang menjawab.
"Kenapa nasib kita seperti ini?" isak Queen, tangisnya pecah. "Aku kira setelah keluar dari hutan, kita akan selamat..."
Daffa menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan Queen. "Sabar, Queen. Aku akan mencari cara agar kita keluar dari sini," bisiknya, suaranya terdengar teguh meski hatinya dipenuhi kekhawatiran.
Ia mengamati sekeliling. Mereka berada di sebuah gudang tua, tempat yang pengap dan terasa dingin. Satu-satunya sumber cahaya adalah lampu redup yang menggantung di langit-langit.
Di sudut, sesuatu yang mengerikan menarik perhatiannya: sesaji. Kain merah usang menutupi meja kecil, di atasnya terhampar beberapa bunga layu, kemenyan yang hampir habis, dan… tulang-tulang. Tulang-tulang itu tampak putih dan kering, entah tulang hewan atau manusia. Udara dingin gudang terasa semakin mencekam.
"Tak... tak..." Suara langkah kaki berat, menggema di gudang sempit itu, membuat jantung mereka berdebar kencang. Bayangan Pak Prabu muncul di ambang pintu, wajahnya dihiasi senyum sinis yang mengerikan.
"Oh, kalian sudah sadar rupanya," katanya, suaranya dingin seperti es. Ia berjalan mendekat.
"Lepaskan kami, manusia iblis!" teriak Queen, suaranya penuh amarah.
"Kalian akan mendapatkan balasan setimpal atas perbuatan kalian," sahut Daffa, suaranya bergetar namun tetap menunjukkan keberanian.
Pak Prabu tertawa, tawa yang mengiris hati. "Balasan? Aku sudah melakukan ini bertahun-tahun, tak pernah ada yang menghentikan aku! " Tawanya menjadi serak.
"Tolong... lepaskan kami," mohon Queen, suaranya putus asa. "Setidaknya, biarkan Valo mendapatkan pertolongan."
Pak Prabu mendekati Queen, tatapan matanya tajam, memiliki aura kekejaman yang membuat bulu kuduk merinding.
"Siapa suruh kalian selamat? Kalian sudah tahu segalanya tentangku. Kalian harus lenyap! Tak ada yang boleh menghentikan rencanaku!" suaranya meninggi, penuh kebencian." Kalian ini bagaikan batu kerikil yang mencoba menghalangiku, seharusnya kalian mati di sana hingga aku tak perlu lagi repot menghabisi kalian."
"Dasar iblis! Cih!" Queen meludah tepat di wajah Pak Prabu, aksi nekat yang memicu amarah sang penjahat.
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Queen, membuatnya meringis kesakitan. Darah segar mengalir dari sudut bibirnya.
"Aakkhh!" rintih Queen, menahan sakit yang menusuk.
"Jangan sakiti dia, tua bangka!" Daffa berteriak," Lawan aku kalau berani. " suaranya penuh kemarahan.
Pak Prabu mengalihkan pandangannya ke Daffa, senyum licik terkembang di bibirnya. "Kau menyukainya, ya? Kau tidak ingin dia terluka?"
Pak Prabu beralih menatap Wati, wajahnya dipenuhi kekejaman. "Mana yang harus kuhabisi dulu? Dia... atau dia? Jadi siapa yang akan kau selamatkan anak muda. " Tatapannya beralih antara Daffa dan Wati.
Pak Prabu meletakkan tangannya di leher Wati, perlahan mencekiknya. Mata Queen dan Daffa membulat menyaksikan itu.
.
.
BERASAMBUNG...
lanjut
💪💪💪💪