'GURUKU ISTRIKU, SURGA DUNIAKU, DAN BIDADARI HATIKU.'
***
Dia adalah gurunya, dia adalah muridnya. Sebuah cinta terlarang yang berakar di antara halaman-halaman buku teks dan derap langkah di koridor sekolah. Empat tahun lebih mereka menyembunyikan cinta yang tak seharusnya, berjuang melawan segala rintangan yang ada. Namun, takdir, dengan segala kejutannya, mempertemukan mereka di pelaminan. Apa yang terjadi selanjutnya? Petualangan cinta mereka yang penuh risiko dan janji baru saja dimulai...
--- INI ADALAH SEASON 2 DARI NOVEL GURUKU ADALAH PACARKU ---
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Grace caroline, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31. Kamu Segalanya
Setelah bercakap-cakap sebentar dengan mama Zora dan bermain-main dengan baby Aline. Kaesang dan Tyas bergegas menuju ke rumah orang tua Tyas untuk memberitahukan kepada orang tua Tyas tentang kehamilan Tyas. Mobil melaju dengan kecepatan sedang, menembus keramaian sampai akhirnya tiba di depan rumah sederhana namun asri milik orang tua Tyas.
Mereka turun dari mobil, dan melangkah menuju pintu. Kaesang mengetuk pintu dan tak lama pintu terlihat terbuka dari dalam. Bunda Tyas terlihat menatap mereka lama, matanya sayup-sayup seperti baru bangun tidur. Tapi tak lama setelah itu matanya langsung membola, senyumnya merekah dan ia mempersilakan Kaesang dan Tyas untuk masuk.
Mereka bertiga duduk di sofa di ruang tamu. "Kalian baru dateng? Bunda sama Ayah udah kangen loh sama kalian," ujar Bunda Tyas dengan haru, suaranya sedikit bergetar. Seulas air mata berkilau di matanya, menunjukkan betapa rindunya ia pada Tyas dan Kaesang.
Senyum Tyas merekah, hangat dan tulus. Ia menggenggam erat tangan bundanya, mata berkaca-kaca menahan haru. Ia sangat merindukan bunda dan ayahnya. "Maafin Tyas sama Kaesang ya Bun karena beberapa minggu ini kami nggak datang ke rumah. Soalnya Kaesang juga sibuk sama kuliah dan kerjaannya di kantor. Terus aku juga sibuk ngajar sama moodku itu naik turun beberapa minggu ini. Aku..." Tyas tidak melanjutkan ucapannya karena merasa ragu, wajahnya berubah murung dan hal itu membuat alis Bunda Tyas mengerut.
"Kamu kenapa? Kamu baik-baik aja kan?" tanya bunda Tyas khawatir. Ia bahkan menatap semua bagian tubuh Tyas, membolak-balikkan tangannya.
Tyas menggeleng, wajahnya yang tadinya murung perlahan tergantikan oleh senyum yang manis. Ia tahu kekhawatiran bundanya kepadanya, tapi...
"Aku baik-baik aja bunda, emangnya aku kenapa?" tanya Tyas tidak mengerti.
"Ish, terus kalau kamu baik-baik aja kenapa tadi kamu kelihatan murung gitu? Terus katanya mood kamu naik turun ya? Kenapa? Kalian ada masalah?" tanya bunda Tyas, kali ini bukan hanya kepada Tyas, tapi juga kepada Kaesang.
Sedari tadi Kaesang hanya diam menyimak obrolan Tyas dan bundanya. Ia menoleh ke Tyas begitupun sebaliknya. Kaesang mengangkat kedua alisnya, sementara Tyas mengangguk dan kembali menoleh ke bundanya.
"Kami baik-baik aja bunda, aku dan Kaesang nggak ada masalah kok. Kami tetap saling mencintai dan selalu menjaga," jawab Tyas, lalu menoleh ke Kaesang. Kaesang tersenyum manis pada Tyas, dan Tyas membalasnya dengan senyuman yang sama hangat. Sejenak mereka hanya saling menatap dan tersenyum, sebelum Tyas kembali menatap ibunya.
"Terus kamu kenapa? Kalau ada masalah cerita dong sama bunda, Bunda ini tetap ibu kamu," Bunda Tyas tetap penasaran. Ia takut jika anaknya, Tyas mengalami masalah dalam rumah tangganya. Karena selama beberapa minggu ini Kaesang dan Tyas tidak datang ke rumah. Mereka hanya sesekali mengirimkan pesan, itupun bisa dihitung berapa kali selama seminggu.
"Bun, Bunda nggak usah khawatir gitu sama aku. Aku baik-baik aja kok, pernikahanku sama Kaesang juga baik-baik aja. Nggak ada masalah. Justru kedatangan kami ke sini selain kangen sama bunda dan ayah, aku dan Kaesang juga ada sesuatu buat kalian," Tyas kembali menoleh ke Kaesang dan Kaesang mengangguk, senyum manisnya tetap terukir.
Bunda Tyas mengerutkan keningnya. "Hmm, sesuatu? Kalian mau ngasih kami apa?" tanyanya penasaran.
Senyum Tyas semakin lebar, manis dan hangat, memancarkan kecantikan yang tak terbantahkan. Semua mata tertuju padanya. Lantas, tangannya terangkat, lembut membelai perutnya sendiri. Bunda Tyas ikut mengamati, awalnya tak mengerti, namun seketika ia menangkap maksudnya. Mata Bunda Tyas membulat sempurna, tak percaya. "Kamu... hamil?" tanyanya, suara sedikit bergetar.
Tyas tak menyangka jika bundanya akan langsung paham. Matanya pun berkabut, seperti ingin menangis saking bahagianya. Dengan cepat ia mengangguk. "Iya Bun, Tyas hamil, hamil kembar tiga," jawabnya.
Deg!
Semakin bertambah terkejut Bunda Tyas. Bagaimana tidak, Tyas mengatakan jika ia hamil kembar tiga, sementara hamil kembar tiga itu adalah sesuatu yang langka, jarang terjadi. Pun juga hamil kembar itu sedikit merepotkan. Lebih daripada hamil biasa.
Senyum Bunda Tyas merekah, perlahan namun lembut, meski sorot matanya masih menyimpan sedikit kecemasan yang bercampur aduk dengan rasa bahagia. "Bunda nggak nyangka kalau anak Bunda yang cantik ini akan segera menjadi seorang ibu.
Bunda nggak nyangka, kalau anak Bunda yang dulu bunda kandung, terus Bunda rawat sampai akhirnya jadi guru akan segera punya anak. Bunda bangga sama kamu Nak, Bunda bangga sama kamu. Bunda akan segera punya cucu, nggak nyangka ya ternyata Bunda udah setua itu," katanya, diakhiri tawa ringan yang penuh haru.
Tyas yang duduk di samping Kaesang, segera berdiri dan pindah duduk di samping Bundanya. Ia memeluk erat sang bunda.
"Ternyata anak bunda udah dewasa, akan jadi seorang ibu," ucap Bunda Tyas, masih memeluk Tyas erat. Usapan lembut di kepala Tyas seakan mengembalikannya pada masa kecil.
Tyas melepas pelukannya, menatap wajah Bundanya yang berlinang air mata. Dengan lembut, ia menghapusnya. "Bunda jangan nangis dong, nanti Tyas ikutan nangis," katanya, suaranya terdengar manja, seperti saat ia masih kecil. Bunda Tyas tersenyum, rasa haru dan sayang bercampur aduk, lalu kembali memeluk Tyas dengan erat.
"Mau gimanapun kamu, mau kamu udah punya anak sekalipun kamu tetaplah putri kecil Bunda. Kamu tetaplah anak Bunda yang polos dan lugu, yang nggak ngerti apa-apa. Yang selalu ketakutan setiap kali mati lampu dan Bunda tinggal sendirian di rumah.
Kamu tetaplah anak Bunda yang cengeng, yang sok kuat tapi sebenarnya penakut. Kamu tetaplah anak Bunda yang baik dan ramah, yang cantik dan imut. Kamu bidadari kecil bunda Sayang, bunda sayang banget sama kamu, kamu segalanya buat bunda,"
Kata-kata Bunda Tyas begitu menyentuh, hingga buliran air mata membasahi pipi Tyas dan Kaesang. Hati mereka bergetar haru, dipenuhi kebahagiaan yang tak terkira. Tyas melepas pelukan, menatap lekat-lekat wanita yang telah memberinya kehidupan. Air mata bahagia membanjiri wajah mereka.
"Bunda juga segalanya buat aku, aku sayang banget sama Bunda," balas Tyas dengan senyum lebar, lalu kembali memeluk erat ibunya.
"Ini adalah pemandangan terindah yang pernah aku saksikan seumur hidupku, selain pernikahanku sama Tyas. Kebahagiaan ini terlihat sederhana, tapi sebenarnya sangat langka dan mahal. Nggak semua orang bisa merasakan ini dalam hidupnya, termasuk aku. Aku emang nggak pernah mendengar kata-kata itu keluar dari mulut mama dan papa.
Mereka selalu sibuk dengan pekerjaan mereka, tapi sekarang aku tahu, mereka sibuk juga untuk aku dan adik-adikku. Aku tahu mereka sayang sama kami, meskipun dulu...ah, buat apa aku ingat-ingat momen nggak penting itu?
Sekarang aku dan Tyas sedang berbahagia, seharusnya aku merayakan itu dan melupakan yang lalu kan? Toh semuanya sudah berubah dan menjadi lebih baik," batin Kaesang, sembari terus menatap ke arah Tyas dan Bundanya yang masih berpelukan mesra. Bunda Tyas terus membisikkan kata-kata cinta dan nasihat ke telinga Tyas. Tyas mengangguk, hatinya terenyuh.
Mereka pun mengurai pelukan mereka lagi, saling menatap dan menghapus air mata di pipi masing-masing. Bunda Tyas mencium lembut kening anaknya, dan senyum bahagia merekah di wajah Tyas. Rona merah muda menghiasi pipinya.
Bersambung ...