Setelah lulus SMA, Syafana menikah siri dengan kekasihnya yang baru saja lulus Bintara TNI-AD. Sebagai pengikat bahwa Dallas dan Syafana sudah memiliki ikatan sah. Pernikahan itu dirahasiakan dari tetangga maupun kedinasan.
Baru beberapa hari pernikahan siri itu digelar, terpaksa Dallas harus mengikuti pendidikan selama dua tahun. Mereka berpisah untuk sementara.
"Nanti setelah Kakak selesai pendidikan dan masa dinas dua tahun, kakak janji akan membawa pernikahan kita menjadi pernikahan yang tercatat di secara negara," janji Dallas.
"Kak Dallas janji, harus jaga hati," balas Syafana.
Namun baru sebulan masa pendidikan, Dallas tiba-tiba saja menalak cerai Syafana. Syafana hilang kata-kata, sembari melepas Hp nya ke ubin, tangan Syafana mengusap perutnya yang kini sudah ditumbuhi janin. Tangis Syafana pecah seketika.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deyulia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13 Bertemu Masa Lalu
Sementara itu, Syafana yang sudah berada di jalan, kini bersiap menaiki grab yang sudah ia pesan tadi. Tujuannya kali ini akan ke pasar buah dalu dekat simpang empat sebelum belokan ke kota Bdg. Syafana akan membeli oleh-oleh di pasar itu. Berbagai buah segar maupun oleh-oleh khas kota itu banyak dijual di sana.
Grab yang ditumpangi Syafana tiba di simpang empat pasar, dia berhenti di sana. Setelah membayar ongkos, Syafana segera menuruni grab. Syafana diam sejenak untuk melihat situasi aman, karena untuk ke pasar itu dia harus menyebrang.
Syafana berhasil menyebrang meski kakinya terpincang-pincang, lalu ia berbelanja buah-buahan dan makanan lain untuk oleh-oleh ayah dan ibunya. Setelah cukup, Syafana menyudahi belanjanya.
Syafana berjalan menuju halte untuk menunggu grab yang akan dipesannya. Sesekali kakinya meringis karena memang terasa sakit. Sayang sekali, sebelum Syafana tiba di halte yang hanya beberapa meter lagi, kaki Syafana tiba-tiba saja kepleset karena kebetulan atas trotoar itu sedikit basah akibat gerobak tahu yang sering lewat di atasnya. Bersamaan dengan itu, sebuah mobil dari arah yang sama berhenti tepat di samping Syafana kepleset.
Pengendara itu berhenti, lalu segera turun dari mobilnya. Dengan sigap ia menghampiri perempuan yang kepleset itu. Di tangan kanannya ia memegang kantong kresek hitam yang entah apa isinya, yang terpaksa ia jatuhkan ke lantai trotoar.
"Aduhhh," ringisnya terdengar.
"Mbak, mari saya bantu. Barusan saya melihat dari belakang, Mbak terpleset. Mari, tangannya saya angkat. Maaf, ya, Mbak," ujar pengendara itu sembari memberanikan diri mengangkat tangan kanan Syafana, meskipun segan.
Tanpa memperhatikan wajahnya, pengendara itu segera memapah Syafana menuju jok depan di samping kiri. Pintu mobil berhasil dibuka dengan lebar, lalu Syafana dipersilahkan menaiki mobil itu.
"Tidak perlu Pak, saya masih kuat jalan, saya mau pesan grab untuk ke rumah orang tua saya," ujar Syafana disertai ringisan dengan wajah yang sejak tadi menunduk memperhatikan kaki kanannya yang terasa sakit.
Pengendara itu termenung sejenak, ia seperti berusaha mengenali suara itu.
"Tidak apa-apa, duduklah dulu. Saya hanya khawatir sama Mbak. Tadi saya juga seperti melihat kaki Mbak sakit, terlebih tadi kepleset," balas pengendara itu sembari menuju trotoar dan meraih kantong kresek yang tadi dilepaskan perempuan yang ditolongnya.
Pengendara itu memasukkan kantong kresek milik Syafana di jok belakang, lalu ia menutup pintu samping yang diduduki Syafana. Ia berlari mengitari mobilnya dan memasuki pintu sebelah. Kini pengendara itu sudah berada di belakang kemudi.
"Pak, saya harus segera pergi, saya akan memesan grab. Saya harus segera ke rumah orang tua saya," ucap Syafana memohon sembari mendongak, perlahan wajahnya ia tolehkan ke arah si pengendara yang menolongnya.
"Tidak apa-apa, biar saya antar Mbak ke rumah orang tua Mbak," ujarnya menjanjikan untuk mengantar," ujarnya seraya menegakkan wajah dan menatap ke arah samping perempuan yang ditolongnya.
Perubahan mimik wajah keduanya langsung berubah, ketika dua pasang mata itu saling bersitatap. Baik Syafana dan pengendara yang menggunakan seragam dinas PDH dengan atasannya dibalut jaket loreng tentara itu, sama-sama kaget dengan mulut menganga.
"Kak Dallas," batin Syafana menyebut satu nama.
"Syafana," ucapnya menyebut perempuan di sampingnya.
Syafana merubah posisi tubuhnya, lalu ia berusaha meraih pegangan pintu bermaksud membukanya. Namun sayang, pintu itu sudah terlanjur dikunci pengendara itu. Pengendara itu benar Dallas, nama yang disebut dalam hati Syafana.
"Tolong, buka kuncinya, saya mau keluar. Saya harus pergi untuk ke rumah orang tua saya," mohonnya terdengar putus asa dan takut.
"Sya, apakah kamu sudah tidak kenal aku, Kak Dallas? Selama ini aku sudah mencarimu ke mana-mana, tapi akhirnya kita dipertemukan di tempat ini. Kembalilah padaku Sya, aku sangat merindukanmu, aku tersiksa berpisah denganmu," ungkap Dallas sembari memeluk tubuh Syafa yang berbalut pakaian muslimah, dari belakang.
Syafa tersentak, ia berusaha melepaskan pelukan Dallas. "Saya mohon lepaskan saya. Saya tidak kenal Anda. Tolong, saya mohon," pintanya sambil terisak.
Dallas perlahan melepaskan pelukannya, tapi ia tetap tidak membuka kunci mobilnya. Kali ini ia tidak mau kehilangan Syafa.
"Sya, kamu tidak kenal aku? Aku Dallas. Aku yang telah membuatmu kecewa, aku mohon maafkan aku. Karena saat itu, aku terpaksa melakukannya," ucapnya penuh penyesalan.
"Saya mohon buka kuncinya dan turunkan saya, kalau tidak, maka saya akan berteriak," ancamnya dengan tubuh yang tetap menyamping menghadap pintu.
"Tidak. Aku lebih baik memilih kamu berteriak dan membiarkan orang-orang melakukan sesuatu terhadapku, agar kesalahanku dahulu termaafkan," tantang Dallas tidak gentar.
"Anda jangan menantang Pak, tidakkah Anda kasihan dengan orang-orang terdekat Anda, anak istri Anda yang mencintai Anda? Bagaimana kabarnya jika mereka tiba-tiba mendengar kabar Anda babak belur dikeroyok massa hanya karena orang yang tidak Anda kenal seperti saya?" Syafa berkata dengan bergetar.
"Aku tidak mempunyai keluarga, Sya. Aku tidak memiliki anak dan istri. Hidupku hampa setelah melepaskanmu," ungkap Dallas lagi berharap Syafa terenyuh dan iba.
"Saya tidak mau tahu cerita Anda, Pak. Saya hanya minta, buka kunci pintu mobil ini, saya mau keluar," ujar Syafana tidak peduli dengan cerita Dallas, yang dia inginkan hanya keluar dari mobil ini.
"Baik, akan aku buka kuncinya dan kamu boleh keluar. Tapi, setelah aku mengantarkanmu ke rumah orang tuamu. Kamu mau ke rumah ibu bapakmu, kan?" Dallas segera menyalakan mesin mobil, lalu menjalankan mobil itu menuju kediaman orang tua Syafana.
"Anda tidak perlu repot-repot antar saya Pak Dallas, karena saya tidak pernah mau merepotkan orang lain," cetus Syafa penuh penekanan. Dallas merasa senang saat Syafa berhasil menyebutkan namanya meskipun diucapkan dengan nada marah.
"Aku tidak repot Sya, aku justru senang bisa mengantarkan mu. Aku bahagia bisa bertemu kamu, setelah belasan tahun aku tidak bisa menemukanmu," ungkap Dallas lagi dengan tangan yang tetap fokus pada kemudi.
Syafana terdiam, dia tidak mau lagi berkata-kata di depan laki-laki yang pernah membuatnya terluka 19 tahun yang lalu.
Karena terlanjur berjalan, Syafana memilih membiarkan laki-laki di sampingnya melajukan mobilnya ke arah rumah kedua orang tuanya, kalaupun berdebat terus, Syafana tentu saja akan sangat lelah, belum lagi kakinya tadi terpleset, jadi semakin sakit saja jika ia tetap ngotot dan berdebat.
"Sya, kamu semakin cantik dan anggun. Apakah, kamu sudah menikah lagi sejak hari itu?" Dallas mengungkapkan tanya yang sejak dulu ingin ia ketahui jawabannya ketika ia termenung dan memikirkan Syafana.
Tidak ada jawaban, Syafana tidak mau lagi bicara dengan laki-laki di sampingnya, ia sudah lelah.
"Baiklah, aku tidak akan bertanya lagi. Tapi, bagaimana dengan kakimu, apakah masih sakit?" Dallas masih belum menyerah memberi perhatian, sebab ia memang mengkhawatirkan kaki Syafana.
Syafana tidak menjawab juga. Dia diam seribu bahasa. Tanpa terasa, mobil Dallas sudah tiba di depan rumah kedua orang tua Syafana. Syafana mendongak, ternyata dia sudah sampai. Dengan buru-buru ia membuka pintu itu, tapi masih juga dikunci.
Syafana terpaksa memutar tubuhnya, lalu meminta Dallas membuka kunci pintu mobil itu dibuka.
"Saya mohon buka kuncinya, saya harus keluar." Dallas puas menatap Syafa saat wanita yang baginya semakin anggun dan cantik itu bicara meskipun nadanya marah.
Dallas membuka kunci itu, dengan cepat Syafa melengos membalikkan badan dan membuka pintu mobil. Dengan tergesa ia keluar, lalu membalikkan badan ke arah Dallas.
"Terimakasih Pak Dallas, saya harap kita tidak dipertemukan lagi," ucapnya seraya berbalik tanpa menoleh Dallas lagi. Syafana berjalan menuju rumah orang tuanya dengan kaki terpincang.
"Syafa, Syaaa."
Sia-sia, Syafana sama sekali tidak menoleh. Dallas kecewa, walau demikian dia tetap bersyukur bisa dipertemukan Syafana kembali setelah sekian lamanya.
"Aha, kresek hitam milik Syafa tertinggal," ujarnya saat mata Dallas menuju jok belakang. Dallas tersenyum, dia seperti diberi kesempatan untuk mendekati Syafana lagi melalui kantong kresek yang tertinggal.
Bersambung,
jejak dlu ka ya Lina, iklan mndarat salam dari Sebatas Istri Simpanan.. 🤗