NovelToon NovelToon
Dan Akhirnya Aku Pergi

Dan Akhirnya Aku Pergi

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Identitas Tersembunyi / Penyesalan Suami / Cinta Lansia
Popularitas:1.9M
Nilai: 4.8
Nama Author: Yulianti Azis

Sofia Amara, wanita dewasa berusia 48 tahun yang hanya dipandang sebelah mata oleh suami dan anak-anaknya hanya karena dirinya seorang ibu rumah tangga.

Tepat di hari pernikahan dirinya dan Robin sang suami yang ke-22 tahun. Sofia menemukan fakta jika sang suami telah mendua selama puluhan tahun, bahkan anak-anaknya juga lebih memilih wanita selingkuhan sang ayah.

Tanpa berbalik lagi, Sofia akhirnya pergi dan membuktikan jika dirinya bisa sukses di usianya yang sudah senja.

Di saat Sofia mencoba bangkit, dirinya bertemu Riven Vex, CEO terkemuka. Seorang pria paruh baya yang merupakan masa lalu Sofia dan pertemuan itu membuka sebuah rahasia masa lalu.

Yuk silahkan baca! Yang tidak suka, tidak perlu memberikan rating buruk

INGAT! DOSA DITANGGUNG MASING-MASING JIKA MEMBERIKAN RATING BURUK TANPA ALASAN.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

DAAP 21

Saat mobil berhenti di depan UGD rumah sakit, Edward langsung keluar dan berteriak panik.

"Dokter! Tolong! Ada pasien gawat darurat!"

Elleanor juga berlari di sampingnya, wajahnya tegang. Para dokter dan perawat yang mendengar teriakan itu segera bergegas. Apalagi mereka tahu siapa yang datang—anak pemilik rumah sakit.

"Cepat siapkan brankar!" seru seorang dokter senior.

Tak butuh waktu lama, sebuah brankar didorong keluar. Edward dengan hati-hati menurunkan tubuh Sofia dari gendongannya dan meletakkannya di atas brankar.

"Tolong dia, Dok! Dia pingsan tiba-tiba!" kata Edward, suaranya bergetar.

Dokter segera memeriksa Sofia sekilas. "Bawa ke ruang gawat darurat, cepat!" perintahnya.

Para perawat segera mendorong brankar ke dalam. Edward dan Elleanor ingin mengikuti, tetapi salah satu perawat menahan mereka.

"Kami akan melakukan pemeriksaan awal. Kalian bisa menunggu di luar," kata perawat itu dengan lembut.

Tak ada pilihan lain, Edward dan Elleanor akhirnya duduk di ruang tunggu dengan perasaan gelisah. Mata mereka memerah, jantung mereka berdetak kencang. Satu menit terasa seperti satu abad.

Elleanor meremas jemarinya dengan gugup. "Kenapa Tante Sofia bisa separah ini?" bisiknya, matanya berkilat marah. "Dan siapa gadis muda itu! Dasar manusia tidak tahu diri!"

Edward menghela napas berat, berusaha menenangkan adiknya, meskipun dirinya sendiri juga dipenuhi amarah.

Tak lama kemudian, pintu ruang pemeriksaan terbuka, dan seorang dokter keluar.

"Siapa keluarga pasien?" tanyanya.

Tanpa ragu, Edward dan Elleanor langsung berdiri.

"Kami anak-anaknya," jawab Edward cepat.

Dokter mengangguk. "Pasien mengalami kelelahan ekstrem dan kehilangan kesadaran akibat nyeri hebat. Setelah kami periksa lebih lanjut, ternyata ia memiliki mioma yang seharusnya segera dioperasi."

Elleanor terkejut. "Mioma?" ulangnya.

Dokter mengangguk. "Ya. Tumor jinak di rahim. Jika dibiarkan, bisa semakin membesar dan berisiko menyebabkan komplikasi."

Tanpa pikir panjang, Elleanor langsung berkata, "Kalau begitu, segera operasi saja! Saya dan kakak saya akan menanggung biayanya!"

Namun, sebelum dokter bisa menjawab, Edward menahan bahu adiknya.

"Elleanor, tunggu. Kita harus bicara dulu dengan Tante Sofia. Ini keputusan yang harus dia buat sendiri."

Elleanor menoleh tajam. "Tapi, Kak! Semakin lama kita menunggu, semakin berbahaya, untuk Mommy!"

Tanpa sadar Elleanor keceplosan lagi, karena merasa khawatir.

Edward tetap tenang. "Aku tahu, tapi kita tidak bisa memutuskan ini tanpa persetujuannya. Kita harus menghormati keinginannya, tidak peduli seberapa ingin kita membantunya. Kamu tidak mau kan, jika Tante Sofia marah?"

Elleanor mengepalkan tangannya, wajahnya penuh frustrasi. Namun, setelah melihat keseriusan kakaknya, ia akhirnya menghela napas panjang.

"Baiklah ...." gumamnya kesal. "Tapi begitu Tante Sofia sadar, kita langsung bicara, Kak!"

Edward tersenyum kecil dan mengangguk. "Setuju."

Mereka lalu menoleh ke dokter. "Untuk sekarang, tolong stabilkan kondisinya, Dok. Setelah ia sadar, kami akan membicarakan operasinya," kata Edward dengan sopan.

Dokter mengangguk mengerti. "Baik, kami akan melakukan yang terbaik."

Saat dokter kembali masuk ke ruang perawatan, Edward dan Elleanor kembali duduk di kursi ruang tunggu.

Meskipun sedikit lebih tenang, kecemasan di hati mereka masih belum surut.

Mereka hanya bisa berharap Sofia segera sadar ... sebelum semuanya terlambat.

🍃🍃🍃🍃🍃

Cahaya matahari pagi menerobos masuk melalui jendela rumah sakit. Sofia mengerjap perlahan, kelopak matanya terasa berat. Butuh beberapa detik baginya untuk menyadari bahwa ia tidak berada di apartemennya.

Matanya mengembara, mengenali selang infus di tangannya dan bau khas antiseptik yang menusuk hidung.

Sebelum sempat berpikir lebih jauh, tiba-tiba tubuhnya diserbu oleh seseorang yang langsung memeluknya erat.

"Tante Sofia! Akhirnya sadar! Elle sangat takut." suara Elleanor bergetar hebat, disertai isakan kecil. Tubuh gadis itu bergetar saat memeluknya, seperti seseorang yang baru saja mengalami ketakutan luar biasa.

Sofia terkejut. Ia mengerutkan keningnya, merasa bingung.

Elleanor?

Suara gadis itu terasa familier. Baru beberapa waktu lalu mereka berkenalan, bukan?

Perlahan, Sofia mengangkat tangannya dan mengusap punggung gadis itu dengan lembut.

"Elleanor … kenapa menangis seperti ini?" tanyanya dengan suara parau.

Namun, Elleanor hanya menggeleng dan semakin mengeratkan pelukannya. "Aku benar-benar takut, Tante! Tante pingsan di jalanan begitu saja! Tante bahkan tidak bisa berdiri! Bagaimana kalau tidak ada aku dan Kak Edward di sana? Bagaimana kalau—"

"Cukup, Elle."

Suara berat dan tenang tiba-tiba terdengar.

Sofia menoleh dan mendapati Edward baru saja keluar dari kamar mandi. Rambutnya sedikit basah, dan wajahnya terlihat serius.

"Jangan membuat Tante Sofia semakin stres dengan kekhawatiranmu," lanjutnya.

Elleanor mengusap air matanya cepat-cepat dan melepaskan pelukannya. Ia masih sesenggukan, tetapi berusaha tersenyum.

Sofia hanya bisa menatap kedua anak muda itu dengan heran.

Kenapa mereka terlihat begitu peduli padanya?

Seolah-olah ... dia adalah keluarga mereka.

"Kenapa kalian ada di sini?" tanya Sofia akhirnya. "Dan ... bagaimana aku bisa sampai ke rumah sakit?"

Elleanor menatap kakaknya, meminta Edward untuk menjelaskan.

Edward menarik napas panjang sebelum akhirnya berkata, "Tante Sofia pingsan di depan toko kain. Aku dan Elleanor kebetulan ada di sana, jadi kami langsung membawa Tante ke rumah sakit."

Sofia terdiam. Ia mencoba mengingat-ingat kejadian terakhir sebelum semuanya menjadi gelap.

Benar. Dia memang merasakan sakit luar biasa di perutnya. Sejak beberapa waktu terakhir, ia memang terlalu sibuk dan mengabaikan kesehatannya. Dan tiba-tiba ingatannya tertuju pada Mikaila.

Sofia menghela napas, lalu tersenyum miris.

"Terima kasih sudah menolongku," katanya tulus.

Elleanor langsung menggeleng cepat. "Jangan bilang begitu, Tante! Itu sudah kewajiban kami!"

Sofia mengerutkan keningnya. "Kewajiban?"

Edward melirik Elleanor, lalu kembali menatap Sofia. Mata pemuda itu menajam, seolah hendak mengatakan sesuatu yang penting.

"Tante Sofia ...." Ia terdiam sejenak, lalu melanjutkan dengan suara serius. "Kami ingin bicara soal sesuatu yang lebih besar dari sekadar Tante pingsan kemarin."

Sofia menatap mereka berdua dengan kebingungan. Ada sesuatu dalam tatapan Edward yang membuat hatinya berdegup lebih cepat.

Dengan wajah datar, namun lembut Edward berkata, "Tante Sofia harus di operasi!"

Sofia menatap Edward dan Elleanor dengan mata berkaca-kaca.

"Operasi?" bisiknya pelan, seolah kata itu terlalu berat untuk diucapkan.

Edward mengangguk. Tatapan pemuda itu tetap datar, tetapi ada kelembutan di dalam mata itu.

"Tante Sofia harus dioperasi secepatnya. Dokter bilang mioma Tante sudah cukup besar dan bisa berisiko jika dibiarkan terlalu lama."

Elleanor mengangguk setuju. "Benar, Tante! Jangan menunda lagi, ya?"

Sofia terdiam. Otaknya bekerja cepat. Dia tahu, selama ini dia memang sudah mengabaikan kesehatannya. Namun, bisnisnya baru saja berjalan dengan baik.

Dia tidak bisa meninggalkan pekerjaannya begitu saja.

Dengan suara pelan, Sofia akhirnya berkata, "Beri aku sedikit waktu. Aku harus menghubungi seseorang dulu."

Edward mengernyit. "Siapa?"

"Rena," jawab Sofia. "Tante yakin dia tengah khawatir."

1
tri attiria
Luar biasa
Meily Agustin
pernah baca cerita ini di aplikasi sebelah. kurang lebih mirip ceritanya.
Les Tary
karma itu memang ada
Naufal hanifah
Luar biasa
Rabiatul Addawiyah
Lanjut thor
dwinita adriani
Luar biasa
Iluh Sukreni
😍⭐⭐⭐⭐⭐
Hotlas Memel
apakah sofia lupa ingatan ??
Ses Mita
Luar biasa
ApriliaKarlaTangon❤️
next
Idha Mamanya Afwa Idhan
Luar biasa
Yuli Yanti
author msh sakit cepat sembuh ya,semangat trs
Riyanti
Tetangga ku juga masih sangat cantik meski usianya dah tembus 50an. Kulitnya masuh kencang dan mulus. Rahasianya minum jamu. Awalnya aku pikir, bayi yang selalu bersamanya itu anak kandungnya, rupanya itu cucunya dari anak laki-lakinya 😁.
Aam Firdaus II
cpet smbuh y kk Thor,
kk crta anak nya y bikin
yulis_rafif
Luar biasa
Sity Lestari
mskin penasaran q kk dengan masa lalu sofia☺️
Harry 2610
ayo Thor.. semangat lanjutin 🤗🥰 buat mu
Lina Suwanti
mampir kak,, penasaran sm perjuangan Sofia mencari kebahagiaannya.....
Ulufi Dewi
Luar biasa
Sri
thor, kalau masih sakit , jangan terlalu dipaksakan buat nulis
tunggu sembuh dulu thor
jangan terlalu diforsir pikiran & tubuhmu thor
get well soon ya 🙏🏻
Tinta Hitam: Ijin promosi kak, mampir juga ya si novel saya.

Judulnya 'Hanum: Istri Cacat Dari Desa

Bisa cek di profil

Terimakasih 🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!