Update setiap hari jam 07:00
Aditiya Iskandar, seorang Menteri Pertahanan berusia 60 tahun, memiliki satu obsesi rahasia—game MMORPG di HP berjudul CLO. Selama enam bulan terakhir, ia mencuri waktu di sela-sela tugas kenegaraannya untuk bermain, bahkan sampai begadang demi event-item langka.
Namun, saat ia terbangun setelah membeli item di game, ia mendapati dirinya bukan lagi seorang pejabat tinggi, melainkan Nijar Nielson, seorang Bocil 13 tahun yang merupakan NPC pedagang toko kelontong di dunia game yang ia mainkan!
dalam tubuh boci
Bisakah Aditiya menemukan cara untuk kembali ke dunia nyata, atau harus menerima nasibnya sebagai penjual potion selamanya?!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rodiat_Df, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Konflik di Laut
Konflik di Laut: Pertemuan Pangeran Keerom dengan Teknologi Kemiren
Di kejauhan, sebuah kapal berbendera kekaisaran melaju menuju pulau penelitian milik kerajaan Kemiren. Kapal itu lebih besar dibandingkan kapal patroli kerajaan Kemiren yang berjaga di sekitar perairan. Namun, ketika kapal kekaisaran semakin mendekat, sebuah kapal perang Kemiren bergerak cepat menghadangnya, menghalangi jalur mereka secara langsung.
Di atas kapal kekaisaran, berdiri seorang pemuda dengan jubah mewah, wajahnya dihiasi dengan ekspresi arogan dan penuh percaya diri. Dia adalah Pangeran Bargo Diaz, anggota keluarga kerajaan Keerom yang terkenal angkuh dan mudah tersinggung.
Saat melihat kapal kecil yang berani menghadangnya, pangeran itu mendengus marah. Dengan suara penuh otoritas, ia berteriak, “Apa kalian bodoh?! Tidakkah kalian melihat bendera ini?! Ini adalah kapal kekaisaran! Beraninya kalian menghalangi jalanku?!”
Namun, prajurit Kemiren yang berdiri di geladak kapal patroli tetap tenang, bahkan tidak menunjukkan sedikit pun ketakutan. Salah satu dari mereka, yang tampak sebagai perwira tinggi, melangkah maju dan dengan suara tenang namun tegas menjawab,
“Maaf, Pangeran Bargo Diaz. Pulau ini adalah wilayah kedaulatan Kerajaan Kemiren. Sesuai perintah Raja, siapa pun dilarang mendekat tanpa izin, termasuk dari Kekaisaran.”
Jawaban itu membuat darah Pangeran Bargo Diaz mendidih. Wajahnya memerah, matanya menyala penuh kemarahan. Bagaimana mungkin sebuah kerajaan kecil berani menghalangi kapal Kekaisaran?
Dengan gerakan cepat, ia mencabut pedangnya dan menodongkannya ke arah perwira Kemiren. “Aku perintahkan kalian menyingkir! Jika tidak, kalian akan menyesalinya!”
Beberapa pengawalnya juga mencabut senjata mereka, bersiap untuk bertarung jika diperlukan.
Namun, yang terjadi selanjutnya membuat suasana berubah drastis.
Dalam satu gerakan serempak, beberapa prajurit Kemiren mengangkat benda panjang berwarna hitam yang mereka bawa di punggung mereka—senjata api.
Mata Pangeran Bargo Diaz menyipit, ekspresinya penuh ejekan. "Apa-apaan itu? Mainan?"
Salah satu pengawalnya tertawa sinis. “Orang-orang bodoh ini pikir mereka bisa mengancam kita dengan kayu panjang?”
Tawa pun menggema di atas kapal kekaisaran, seolah mereka sedang menertawakan badut yang mencoba melawan singa.
Namun, ekspresi para prajurit Kemiren tetap tak berubah. Tanpa peringatan, salah satu dari mereka menarik pelatuk senjatanya dan...
DOR!
Suara ledakan kecil terdengar, disertai dengan percikan api. Peluru melesat dengan kecepatan yang tak kasat mata dan mengenai sebuah tong besar di dek kapal Kekaisaran.
BRAK!
Tong itu berlubang besar, isinya mulai merembes keluar.
Tawa di kapal Kekaisaran langsung terhenti.
Mata Pangeran Bargo Diaz membelalak saat ia melihat benda yang tadinya utuh kini memiliki lubang menganga. Ia mengerjap, seolah memastikan bahwa matanya tidak menipunya.
Para pengawalnya pun sama terkejutnya. Mereka menatap tong yang tertembus peluru dengan wajah pucat. Itu... itu bukan sihir. Itu sesuatu yang lain. Sesuatu yang jauh lebih berbahaya.
Kesunyian yang mencekam menyelimuti kapal Kekaisaran.
Melihat situasi yang mulai memanas, seorang perwira tinggi dari kapal Kemiren melangkah maju dengan tenang.
“Mohon maaf atas ketegangan ini, Pangeran Bargo Diaz.” Ia menundukkan kepala dengan sopan. “Kami tidak berniat menyinggung pihak Kekaisaran, namun kami hanya menjalankan tugas kami sesuai perintah Raja.”
Pangeran Bargo masih terdiam, masih mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Ia ingin marah, ingin berteriak, namun untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia merasa ragu.
Perwira Kemiren melanjutkan, “Kebetulan, Raja Kemiren sedang berada di pulau. Jika Pangeran berkenan menunggu sebentar, kami akan mengirim pesan ke sana dan meminta izin audiensi dengan Baginda.”
Pangeran Bargo menghela napas panjang, lalu akhirnya menurunkan pedangnya. Ia tak punya pilihan lain.
“Baiklah, aku akan menunggu.”
Perwira Kemiren tersenyum tipis dan segera memberi isyarat kepada salah satu prajuritnya.
Dari kapal patroli, sebuah kapal kecil dengan mesin misterius yang bergerak tanpa layar atau dayung meluncur dengan cepat ke arah pulau penelitian.
Pangeran Bargo Diaz mengamati kapal kecil itu dengan ekspresi bingung.
“Apa-apaan kapal itu? Mengapa bisa bergerak begitu cepat tanpa ada yang mendayung?”
Pengawalnya juga tampak kebingungan. Salah satu dari mereka berbisik, “Sepertinya ini bukan sekadar kerajaan kecil biasa… Ada sesuatu yang berbeda dengan mereka.”
Pangeran Bargo Diaz mengepalkan tinjunya. Rasa penasaran dan kegelisahan menyelimuti dirinya.
Apa yang sebenarnya terjadi di pulau ini? Apa yang disembunyikan Kerajaan Kemiren?
Dan yang paling penting… Apakah Kekaisaran benar-benar lebih unggul dari mereka?
Demonstrasi Kekuatan: Kebodohan Keerom dan Amarah Kekaisaran
Di tengah pulau penelitian yang dijaga ketat oleh pasukan Kemiren, seorang tentara bergegas memasuki area utama tempat Raja Kemiren sedang berdiskusi dengan Armand Silas, utusan dari Kerajaan Kuranji. Dengan sikap tegas, tentara itu segera memberi hormat sebelum melaporkan kejadian yang baru saja terjadi di perairan sekitar pulau.
"Baginda, kapal patroli kita telah menghadang kapal dari Kekaisaran yang membawa Pangeran Bargo Diaz dan pengawal-pengawalnya. Mereka bersikeras ingin berlabuh di pulau ini dan meminta izin langsung dari Anda."
Raja Kemiren, yang sejak awal sudah menduga Keerom akan melakukan tindakan bodoh, hanya tersenyum sinis. Ia menoleh pada Armand yang duduk di sampingnya, lalu berkata dengan nada santai,
“Lihat, Armand. Aku sudah bilang Keerom itu bodoh. Mereka bahkan tidak tahu cara menjaga rahasia dengan baik.”
Armand, yang sejak tadi sudah merasa tidak nyaman dengan segala yang ia lihat di pulau ini, hanya bisa diam. Namun, di dalam hatinya, ia tahu bahwa Raja Kemiren bukanlah orang yang hanya mengandalkan kesombongan—ia memiliki sesuatu yang benar-benar bisa mengubah dunia.
Raja kemudian memberi isyarat kepada salah satu perwiranya, yang segera membungkuk hormat dan pergi dengan cepat menaiki sebuah mobil militer yang bergerak tanpa kuda atau dorongan tangan. Mobil itu melesat menuju area dalam pulau, menghilang dari pandangan dalam hitungan detik.
Sementara itu, di dermaga, bendera isyarat mulai dikibarkan. Para tentara Kemiren yang menjaga perairan memahami bahwa mereka kini diperintahkan untuk mengizinkan kapal Kekaisaran lewat. Kapal patroli Kemiren pun menjauh dari jalur utama, membuka ruang bagi kapal Kekaisaran untuk bergerak maju menuju pulau.
Di atas geladak kapal Kekaisaran, Pangeran Bargo Diaz menyeringai penuh kemenangan. Dengan nada sombong, ia berkata kepada pengawalnya,
"Akhirnya mereka tahu diri juga. Dasar kerajaan kecil yang tidak tahu tempatnya."
Pengawalnya tertawa kecil, tetapi sebagian dari mereka masih merasa ada yang tidak beres. Bagaimana mungkin sebuah kerajaan berani menghadang kapal Kekaisaran tanpa rasa takut sebelumnya? Ada sesuatu yang tidak mereka mengerti.
Pertunjukan Mengerikan di Langit
Di pulau, Raja Kemiren dan Armand Silas kini duduk di sebuah tempat yang telah disiapkan oleh para tentara. Dari tempat itu, mereka memiliki pemandangan yang jelas ke arah laut—ke tempat kapal Kekaisaran semakin mendekat ke dermaga.
Raja Kemiren menyesap minumannya dengan santai sebelum berbicara dengan nada penuh kepercayaan diri,
"Armand, lihatlah baik-baik. Keerom telah melakukan kesalahan besar dengan membocorkan keberadaan pulau ini kepada Kekaisaran. Hari ini, aku akan menunjukkan padamu mengapa Kekaisaran tidak lebih kuat dari kita."
Armand mulai merasa tidak nyaman. Ada sesuatu dalam nada bicara Raja Kemiren yang membuatnya yakin bahwa sesuatu yang besar akan terjadi.
Dan benar saja.
Dari kejauhan, terdengar suara menderu yang semakin lama semakin keras.
BUAAAAAAAAAAAAAAAAAAAHH!!
Raungan mengerikan itu menggema di seluruh langit, diikuti oleh suara gemuruh yang belum pernah didengar sebelumnya.
Pangeran Bargo Diaz dan seluruh orang di kapal Kekaisaran langsung menoleh ke atas, mencari sumber suara yang begitu mengerikan itu.
Lalu mereka melihatnya.
Sebuah benda besar berwarna hitam meluncur dari langit dengan kecepatan luar biasa.
Benda itu tidak memiliki sayap seperti burung, namun tetap melayang di udara dengan stabil. Di bawahnya, terdapat semacam lubang besar yang mengeluarkan nyala api biru, seolah-olah benda itu bukanlah makhluk hidup, melainkan sesuatu yang dibuat oleh manusia.
Namun, sebelum mereka sempat memahami apa yang sedang terjadi—
BANG!!
Sebuah ledakan besar terjadi di udara, dan dalam sekejap, kapal Kekaisaran hancur berkeping-keping!
Gelombang kejut dari ledakan itu begitu kuat hingga mengguncang laut di sekitarnya. Api berkobar di permukaan air, sementara pecahan kapal berterbangan ke segala arah.
Di pulau, Armand Silas bangkit dari duduknya dengan wajah pucat pasi, matanya membelalak tak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya.
"A-Apa yang baru saja terjadi...? Apa itu... sihir?" suaranya gemetar.
Raja Kemiren hanya tertawa puas, sebuah tawa penuh kemenangan dan kepuasan.
"Sihir? Hahaha! Tidak, Armand. Itu bukan sihir. Itu adalah masa depan."
Armand menelan ludah.
Selama ini, ia selalu percaya bahwa kerajaan dengan pasukan sihir terkuat akan menjadi pemenang dalam perang. Namun, apa yang baru saja ia lihat... itu bukanlah sihir, melainkan sesuatu yang bahkan lebih mengerikan dari sihir.
Sebuah kekuatan yang bisa menghancurkan tanpa mantra. Tanpa lambang sihir. Tanpa persiapan panjang. Hanya satu perintah… dan kehancuran terjadi.
Sementara itu, Raja Kemiren hanya tersenyum santai dan berkata,
"Sekarang, Armand... apakah Kuranji masih ragu untuk beraliansi denganku?"
Armand tidak bisa menjawab. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia merasa bahwa Kekaisaran mungkin bukanlah kekuatan yang tidak terkalahkan.