NovelToon NovelToon
Cinta Beracun Pak Gustav

Cinta Beracun Pak Gustav

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Hamil di luar nikah / Diam-Diam Cinta
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Nara Diani

"Aku hamil lagi," ucap Gladys gemetar, ia menunduk tak berani menatap mata sang pria yang menghunus tajam padanya.

"Gugurkan," perintah Gustav dingin tanpa bantahan.

Gladys menggadaikan harga diri dan tubuhnya demi mimpinya menempuh pendidikan tinggi.

Bertahun-tahun menjadi penghangat ranjang Gustav hingga hamil dua kali dan keduanya terpaksa dia gugurkan atas perintah pria itu, Gladys mulai lelah menjalani hubungan toxic mereka.

Suatu ketika, ia bertemu dengan George, pelukis asal Inggris yang ramah dan lembut, untuk pertama kalinya Gladys merasa diperlakukan dengan baik dan dihormati.

George meyakinkan Gladys untuk meninggalkan Gustav tapi apakah meninggalkan pria itu adalah keputusan terbaik?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nara Diani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bagian 11

“Kau bertemu lagi dengannya?” tanya Gustav memainkan rambut panjang Gladys dengan jarinya.

Sudah tengah malam lewat, usai pergumulan hebat barusan mereka bergelung di bawah selimut dengan tubuh yang masih telanjang, di saat-saat seperti ini Gustav paling suka memainkan bagian tubuh gadisnya, entah itu bibir, rambut atau mencekik lehernya sekali pun.

“Siapa?” tanya Gladys bingung.

Tangannya sedari tadi sibuk menaikkan selimut yang berusaha Gustav turunkan, tidak-tidak, bisa pingsan dia kalau selimut ini sampai turun lagi.

“George.”

“Iya, di kafe yang biasa aku kunjungi.”

Rahang Gustav mengetat, meskipun sudah tahu informasi itu dari orang suruhannya tetap saja terasa mengesalkan mendengarnya langsung dari mulut Gladys.

“Dari mana kamu tahu?”

“Apa yang tidak aku ketahui tentangmu, huh? Aku bahkan hafal setiap letak tahi lalat di badanmu.”,” ucap Gustav sombong.

Gladys cemberut. “Itu karena kamu melihatnya setiap hari.”

“Benar, karena hanya akulah yang berhak atas harga diri dan tubuh ini!” kekeh Gustav.

“Jangan sampai kau membaginya pada orang lain terutama George itu, aku tidak akan ragu untuk membunuhmu!” Gladys menelan ludah kasar.

Dasar stres! Dumelnya  dalam hati.

 “Aku hanya berbincang dengannya, memangnya kenapa, kamu cemburu?”

 “Cemburu?” Gustav tertawa sinis.

 Ia bawa kepala Gladys menghadap pada kaca lebar di samping kasur, saking lebarnya  memperlihatkan siluet tubuh mereka.

“Kau lihat dirimu di sana? lihat! Siapa kau dan siapa aku. Kau tidak lebih dari peliharaan yang bisa kubuang kapan saja, jadi menurutlah jika tidak mau dibuang!” sarkas Gustav.

Gladys sudah terbiasa mendengarnya tapi tetap saja sakit hati, tetapi apalah daya, harga dirinya sudah hancur tak tersisa di tangan Gustav.

Matanya memanas dengan dada sesak dan tenggorokan sakit, air mata tertahan di pelupuk matanya yang memerah.

 “Apa kamu akan membuangku suatu hari nanti?” tanya Gladys serak.

“Tergantung,” jawab Gustav tersenyum miring.

Rasa senang membuncah dalam dadanya melihat wajah Gladys yang ketakutan, takut akan di buang dan ditinggalkan.

Benar, teruslah takut begitu.

“Jika kau terus membantahku aku bisa saja membuang mu, jadi menurut lah dan ikuti kata-kataku, mengerti?”

Gladys mengangguk. “Bagus,” ucap Gustav puas.

 “Sekarang tersenyumlah, tersenyumlah untukku.”

Sekuat tenaga Gladys tersenyum, dengan bibir melengkung cantik dan mata merah menahan tangis.

 

 

 

***

 

Hari-hari di kantor berjalan seperti biasa, bedanya sekarang Mita menjauh darinya, gadis itu bahkan mengajukan pindah dari divisi finance ke marketing dan disetujui oleh perusahaan.

“Dina, tolong fotokopi ini, masing-masing dua lembar ya,” ucap Gladys menyerahkan beberapa file keuangan pada Dina.

“Oke.”

Dina adalah mahasiswa pengganti Mita dari departemen marketing, karena Mita mengajukan pindah dari sini jadi perusahaan melakukan rolling anggota pada anak magang.

“Gladys, laporan yang tadi udah selesai belum? Dimintain sama kepala manager.” Rere bertanya pada perempuan itu.

“Udah, Kak. Di atas meja.”

Gladys mengambil laporan yang dia kerjakan tadi memberikan pada Rere.

“Nih, udah beres.”

“Oke, makasih,” jawab Rere menerima berkas dari tangan Gladys, ia baca sekilas lalu mengangguk dan membawanya pergi.

Gladys menghela napas lelah lalu mendudukkan badannya ke kursi, merenggangkan otot-otot yang kaku.

“Huft, lelahnya.”

Untungnya sudah masuk ke jam istirahat, jadi Gladys memilih bersantai sebentar melepaskan penat.

 HP di atas meja berdering sekali, Gladys melihat pop up pesan masuk dari George pada layar.

George

Mau makan siang bareng?  

Tanpa pikir panjang Gladys langsung mengiyakan ajakan George, lagipula Gustav ada kerjaan di luar kota besok baru pulang, ia bisa bebas kali ini.

Gladys

Ketemu di mana?

 

 

***

 

Gladys memarkir mobilnya di halaman restoran tempat janjian dengan George, perempuan itu bergegas turun menemui George yang sudah sampai lebih awal.

“Maaf, aku telat banget, ya? Ada kerjaan tambahan tadi,” sesal Gladys duduk di kursi depan George dengan wajah bersalah.

“It’s okay, saya juga belum lama sampai, mau pesan sekarang?” tawar George Gladys mengangguk.

Pria itu memanggil waiters serta mengarahkan Gladys untuk memesan duluan.

“Malam ini kamu ada acara tidak?” tanya George di sela menunggu makanan datang.

Kedekatan mereka makin intens setiap harinya, Gladys merasa bersyukur ada George di sisinya selama beberapa minggu terakhir usai Mita menjauh.

“Tidak ada.”

George tersenyum. “Boleh saya minta tolong kalau begitu?” Ia serahkan selembar undangan pada Gladys.

Perempuan itu serta merta mengambil undangan di atas meja, mengeluarkan dan membaca isinya.

“Undangan pernikahan?” tanya Gladys mengerutkan kening.

“Tolong jadilah partner saya malam ini,” pinta George sungguh-sungguh.

“Partner? Memangnya kamu tidak bisa datang sendiri saja ke sana?”

George menampilkan wajah masam, ia menggaruk tengkuk canggung dan tertawa cengengesan.

“Yang menikah itu adalah anak dari pemilik gedung teater dan opera terbesar di ibukota, tema pernikahannya Grand Ballroom Wedding, setiap tamu undangan wajib membawa pasangan dan berdansa,” jelas George.

Wajah pria itu menunjukkan mimik tidak enak hati, padahal di dalam sana inilah kesempatan terbaik untuk mendekati Gladys, pikirnya.

“Tapi aku gak punya gaun yang cocok untuk ini,” sesal Gladys.

Jujur saja Gladys ingin sekali datang, Gladys menyukai hal-hal klasik dan mewah seperti dansa, sayang sekali Gustav tidak pernah mau membawanya ke pesta apapun.

Wajah George berubah cerah. “Tenang saja, kita bisa pergi ke butik setelah jam pulang kantormu, saya yang akan membayar semuanya asal kamu mau jadi pasangan saya malam ini.”

“Serius?” George mengangguk.

“Oke, pulang nanti jemput aku.”

“Tentu, Tuan Putri.”

Gladys mengernyit menatap mata George. “Tuan Putri?”

“Ya, malam ini kan kamu akan jadi Tuan Putri yang datang ke pesta dansa dan sayalah yang jadi pangerannya,” ujar George menunjuk diri sendiri.

Gladys tertawa. “Kamu lucu.” 

Tawa itu menular pada George, mereka berdua tertawa. Manik mata George tertuju pada bibir mungil merah muda Gladys yang bergerak-gerak lucu, bibir cantik yang menggoda.

 

 

***

 

 

“George, pestanya mewah sekali,” bisik Gladys gugup begitu tiba aula luas ber dekorasi mewah dengan sentuhan klasik ala bangsawan.

Ia langsung terpana dengan konsep dan selera si penyusun pesta, dekorasinya vintage ala-ala kerajaan dengan  dominasi warna emas, meja-meja bulat

Ini pertama kalinya dia menghadiri acara sebesar ini selama 22 tahun hidup di dunia.

“Santai, kan ada saya,” sahut George ikut berbisik pelan.

Pria itu mengenakan tuxedo putih dengan bordiran daun emas pada sisi pinggirnya, Gladys pula mengenakan dress berbahan sutra dengan kombinasi warna merah muda dan putih gading. Serasi dengan warna jas George.

“Ayo kita temui bintang acara lebih dulu,” ucap George.

Mereka menuju kursi pelaminan menemui kedua mempelai pengantin yang sibuk menyalami para tamu dengan wajah bahagia mereka.

“What’s up, Bro. Selamat atas pernikahanmu,” sapa George akrab memeluk Deva. Kedua pria itu berpelukan singkat.

“Thanks, Bro. Wow, siapa ini, aku belum pernah melihatnya?” tanya Deva menunjuk Gladys dengan mata. Pria itu menyenggol lengan George menggoda.

“Cantik sekali, pacar barumu, ya?”

“Ini Gladys temanku, kami tidak pacaran.”

“Kau yakin?”

George terkekeh kecil, ia memukul dada Deva pelan. “Doakan saja,” bisiknya, kedua pria itu tertawa.

“Halo, aku Gladys. Selamat atas pernikahan kalian,” ucap Gladys menyelami tangan Deva dan istrinya Siana bergantian.

"Terima kasih.”

Setelah berbincang singkat di atas pelaminan mereka berdua turun, George mengajaknya duduk di salah satu meja kosong.

“Mau makan?” tawar George, perempuan itu menggeleng.

 “Aku lagi diet,” tolak Gladys.

“Bagaimana dengan jus buah?”

“Boleh.”

“Tunggu di sini, saya akan ambilkan untukmu.” George berlalu menuju prasmanan makanan.

Perempuan itu memainkan ponselnya sembari menunggu George datang membawakan jusnya.

“Bukankah itu Gustav Moretti, dengan siapa dia datang?”

Gladys refleks menoleh ke samping saat mendengar nama Gustav disebut, dan benar saja netranya langsung menangkap punggung pria besar yang amat dia kenali tengah berdiri menggandeng tangan seorang wanita.

Bukankah katanya masih di luar kota?

“Wanita itu Brica Novelia, dia cucu pengusaha tambang minyak Kalimantan, rumornya Gustav akan segera menikahi Brica dalam waktu dekat,” ucap gadis bergaun biru di meja seberang Gladys.

“Kamu serius? Wah beruntung sekali Brica mendapat calon suami spek Gustav. Ganteng, kaya raya, tinggi dan wangi, ahhh ....” Gadis di sebelahnya menutup wajah iri.

“Menikah ...?” beo Gladys terus menatap punggung Gustav bersama dengan wanita tadi.

Matanya memerah, menikah katanya? Jika benar Gustav akan menikahi wanita yang digandengnya itu, maka bagaimana dengan nasib Gladys? Terus menjadi simpanan atau akan segera dibuang?

Gadis bergaun biru tadi kembali bercelatuk, “Menurutku mereka cocok, cantik dan tampan, lagipula mereka setara, sama-sama memiliki latar belakang luar biasa.”

“Tapi baru rumor kan? Rumor belum tentu benar, jadi masih ada kesempatan untuk kita!”

Gadis bergaun biru itu menoleh pada temannya. “Kau gila? Mana mungkin gadis dari keluarga biasa seperti kita bisa menggapai konglomerat pewaris Hotel Serenova? Bermimpi saja aku tidak berani.”

“Iya, sih. Apalagi dia terkenal berhati dingin dan sulit di dekati.”

Gladys tertohok mendengar perkataan gadis itu, jika anak orang kaya seperti mereka saja segan apalagi dirinya yang bukan siapa-siapa?

Tidak jauh dari tempatnya berdiri, Gustav yang tengah berbincang bersama rekan-rekan pengusaha lain mencium parfum beraroma manis yang sangat familier baginya.

Gladys? Batin Gustav melihat ke kanan-kiri.

“Ada apa, Gustav?” tanya Brica di sebelahnya.

Gustav menggeleng. “Tidak ada.”

 

 

 

 

 

1
Myra Myra
lupakan gustac dah sesuai Ngan mu
Chung Chung
Up
Tình nhạt phai
Gokil abis!
Amanda
Seru banget deh!
Mina
Mantap jiwa banget, bikin nagih baca terus!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!