Penikahan yang seharusnya berjalan bahagia dan penuh dengan keharmonisan untuk sepasang suami istri yang baru saja menjalankan pernikahan, tapi berbeda dengan Evan dan dewi. Pernikahan yang baru saja seumur jagung terancam kandas karena adanya kesalah pahaman antara mereka, akankah pernikahan mereka bertahan atau apakah akan berakhir bahagia. Jika penasaran baca kelanjutannya di novel ini ya, jangan lupa tinggalkan komen dan like nya… salam hangat…
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Na_1411, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bau aneh di kamar dewi.
Desahan demi desahan antara Evan dan dewi terdengar di dalam kamar milik dewi, beruntung kamar dewi kedap suara jadi hanya mereka yang dapat mendengarnya.
Evan yang berulang kali merasakan tubuh indah milik dewi seperti kurang puas, satu kali dua kali Evan melakukannya sampai ketiga kalinya dewi pun hampir pingsan dibuatnya.
“Kak cukup, aku sangat lelah dan mengantuk. Besuk aku juga harus sekolah, biarkan aku istirahat.”
Dewi memohon dengan sangat ke Evan, rasanya tubuh dewi seperti mati rasa. Evan selalu tidak puas dan meminta berulang kali sampai dewi merasa sangat lemas dan tidak berdaya, Evan yang baru saja berniat akan meminta lagi mengurungkan niatnya menatap dewi yang terlihat lelah.
“Maaf sayang, maaf kan aku. Dan terima kasih untuk semuanya.”
Evan mencium kening dewi sayang, dia menarik selimut milik dewi untuk menutupi tubuh polos milik dewi. malam ini Evan memilih tidur di kamar dewi, dia tidak berfikir jika dini dan Deri akan mencari keberadaannya nanti.
Pagi harinya, dewi yang terbangun lebih dulu merasakan tubuhnya seperti remuk. Dia menatap Evan yang berada di sampingnya tampak tertidur dengan sangat pulas, dewi melihat wajah tampan Evan.
Tiba tiba dewi teringat akan kejadian semalam, dia teringat saat melakukannya dengan Evan dia tidak mengunakan pengaman sama sekali. Padahal mereka melakukannya sampai tiga kali, dewi yang akan bangkit dari tidurnya mengaduh kesakitan merasakan intinya terasa sakit dan juga kram.
“Aduh…”
Evan yang mendengar kesakitan dewi dengan segera membuka matanya, dia melihat dewi yang berusaha akan berdiri.
“Sayang, biar aku bantu.”
Dengan segera Evan menggendong tubuh polos dewi, tampak bercak kemerahan dan keunguan di beberapa tubuh dewi.
“Kak…”
“Hmm….”
“Kak tadi malam saat kita melakukannya kakak tidak memakai pengaman sama sekali, aku… aku takut hamil kak.”
Evan terdiam dan masih menggendong dewi untuk masuk kedalam kamar mandi, dengan telaten Evan memandikan dewi. Setelah memandikan dewi dia gantian membersihkan diri, setelah selesai dan menggeringkan tubuh dewi dan juga tubuhnya dia keluar dengan tanpa memakai sehelai benang pun.
Evan yang masih polos menggambil baju untuk dewi pakai, dewi dapat melihat tubuh kekar dan atletis milik Evan. Dewi terdiam terpaku menatap tubuh indah kekasihnya sekaligus kakaknya, pandangan mata dewi tetap memandang satu titik dimana Evan berdiri.
“Hari ini kamu tidak usah berangkat sekolah, kamu istirahat di apartemenku saja. Kita berangkat bersama, aku akan menemanimu.”
Evan menggambil seragam milik dewi, dan perlahan memakaikannya di tubuh dewi. Setelah dewi sudah rapi dengan seragamnya, dia segera memakai baju miliknya tadi malam yang dia lepaskan begitu saja.
“Kak bagaimana cara kakak keluar dari kamarku, sedangkan mama dan bibik pasti sudah bangun.”
Evan tersenyum dan mencubit gemas pipi dewi, dia tiba tiba berjalan keluar dan membuka pintu kamar dewi lebar lebar. Terlihat Evan tampak sangat tenang tanpa panik atau takut sekalipun, dia dengan santai keluar dari kamar dewi.
Setelah keluar dari kamar dewi langkah evan di hentikan oleh dini yang melihat Evan baru saja keluar dari kamar dewi.
“Evan… apa yang baru saja kamu lakukan di kamar dewi.”
Dewi yang mendengar teguran dari dini ke Evan rasanya jantungnya berdetak sangat cepat, dia merasa seperti jantungnya akan keluar dari tempatnya.
“Katanya dewi sedikit pusing tant, jadi aku lihat bagaimana keadaannya.”
Setelah mendengar penjelasan Evan dini segera menghampiri putrinya yang sedang berada di dalam kamar, ketika masuk ke dalam kamar dewi dini mencium bau yang sangat tidak asing di indra penciumannya.
Dini menatap sekeliling kamar dewi, melihat tingkah mamanya dewi yang menatap dini berusaha mengalihkan perhatian dini.
“Ma…”
“Eh iya sayang, oh iya katanya kamu sakit. Coba sini mama lihat…”
Dini mendekati dewi dan segera menempelkan telapak tangannya, dia juga menempelkan telapak tangannya di keningnya sendiri.
“Tidak panas, suhunya sama dengan punya mama.”
“Ma… aku hanya pusing, bukan demam.”
Ucap dewi beralasan, sebenarnya dewi tidak merasa pusing sama sekali. Dia masih merasa capek karena ulah Evan semalaman yang menggempur dewi tanpa jeda sedikitpun, dini pun duduk di samping dewi.
“Jika kamu tidak enak badan lebih baik kamu libur dulu sekolahnya, biar nanti mama yang ijin ke wali kelas kamu.”
“Baiklah ma, tapi aku sudah memakai seragam.”
“Tinggal kamu lepas dan ganti baju santai, ya sudah perlu mama bantu ambilkan baju untuk kamu.”
“Tidak perlu ma, aku bisa sendiri.”
Saat dewi akan berdiri, dini menatap dewi dengan penuh kecurigaan. Dia melihat jalan dewi terlihat agak lain, dewi terlihat seakan menahan sakit di antara intinya.
“Dewi, kamu tidak apa apa kan. Sepertinya kamu sedang sakit, jalan kamu juga seperti pinguin.”
“Ish mama bisa aja, iya kemarin aku sempat terjatuh saat mama panggil panggil aku. aku berlari tergesa dari kamar mandi, takut mama menungguku terlalu lama. Jadi aku lari dan akhirnya terjatuh, jadi jalanku seperti pinguin seperti ini.”
“Oh… maafkan mama sayang, ya sudah kita periksa ke rumah sakit aja ya.”
“Tidak perlu ma, istirahat sebentar juga sudah sembuh.”
Dewi mengambil kaos pres body dan celana pendek di atas lutut, dia segera berjalan ke dalam kamar mandi dan mengganti pakaiannya. Tak lama dewi pergi Evan datang sambil membawa susu hangat beserta sandwich buatannya untuk dewi, dini melihat Evan yang membawa satu gelas susu dan juga sepotong sandwich di tangannya.
“Dimana dewi tante…?”
“Oh dia lagi ganti baju di di dalam kamar mandi, itu susu dan sandwich buat dewi ya van.”
“Iya tant, sengaja aku bawakan agar dewi nggak bolak balik ke kamar dapur.”
“Waduh… kamu baik sekali sama dewi, ya sudah kamu taruh di atas meja nakas kalau gitu.”
Evan berjalan di depan dini, dia meletakkan segelas susu dan juga sepotong sandwich di atas meja nakas samping tempat tidur.
“Van, kamu mencium sesuatu di kamar ini nggak. Rasanya kayak bau apa ya, tante tahu bau ini tapi lupa.”
Jantung Evan rasa berdetak dengan kencang mendengar penuturan dini, semalam sisa pergulatan nya dengan dewi belum sempat dia bersihkan. Evan tidak ingin dini mengetahui kenakalannya dengan dewi, Evan yang berusaha mengalihkan pembicaraan memilih mengajak dini keluar kamar.
“Tant, sepertinya tadi om Deri mencari tante.”
“Oh iya van, tante ingat kalau hari ini om mau ajak tante pergi ke kota BBB. Ada salah satu anak relasi bisnis om yang menikah hari ini, tante nitip dini lagi bisa. Dan ingat jangan buat adik kamu kesal ya, awas aja kalau tante tahu. Tante jewer telinga kamu, apalagi sampai buat dewi nangis.”
“Jangan kawatir tant, dewi aman bersama ku.”
Evan merasa seperti mendapat lampu hijau, dia bisa bersama dengan dewi hari ini tanpa ada yang mengganggu.
“Ya sudah tante keluar dulu, kamu tungguin adik kamu keluar dan suruh makan sarapannya.”
“Baik tant, jangan kawatir aku pastikan dia menghabiskan makanan dan minuman ini.”
Dini segera pergi dari kamar dewi, sedangkan Evan memilih merebahkan dirinya di atas tempat tidur milik dewi. Evan dapat mencium bau sisa percintaan mereka semalam, dia tersenyum penuh arti sambil menghirup bau tersebut.
“Jika kamu benar benar hamil, maka aku bersedia menikahi kamu dewi.”
Lirih Evan yang hanya dia dengar sendiri, dewi yang baru saja keluar dengan pakaian pres body dan celana pendeknya membuat Evan menatapnya nyalang.
“Apa yang kamu pakai, apa kamu ingin memancing singa yang sedang tertidur pulas. Hmm….”