"Kenapa aku bisa di sini? Kenapa aku tak memakai baju?"
Alicia Putri Pramudya begitu kaget ketika mengetahui dirinya dalam keadaan polos, di sampingnya ada pria yang sangat dia kenal, Hafis. Pria yang pernah menyatakan cinta kepada dirinya tetapi dia tolak.
Apa yang sebenarnya terjadi dengan Alicia Putri Pramudya?
Yuk pantengin kisahnya, jangan lupa kasih ulasan bagus dan kasih bintang 5 untuk yang suka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku harus tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Awalnya Cia selalu dimanjakan oleh Hafis, mau makan selalu Hafis yang masak. Mau mandi, selalu Hafis yang menyediakan air hangat untuk Cia.
Mau berangkat bekerja, selalu Hafis yang mengantarkan wanita itu. Bahkan, setiap dia memerlukan apa pun, selalu saja Hafis yang memenuhinya.
Untuk vitamin yang dikonsumsi oleh Cia dalam setiap harinya, itu disediakan oleh Hafis. Cia merasa bahagia sekali memiliki suami seperti itu, suami yang siaga dan juga penuh cinta.
Hal itu terjadi selama hampir satu tahun lamanya, Cia merasa bahagia dan mulai mencintai pria itu. Benih-benih cinta mulai tumbuh di hatinya, dia mulai merasa bergantung kepada pria itu.
Namun, sudah seminggu ini Hafis mengabaikan dirinya. Pria itu bahkan belum pulang, Cia menjadi bingung dibuatnya. Dia sudah mencoba menelepon pria itu, tetapi panggilan teleponnya selalu tidak diangkat.
Dia juga sudah mencoba untuk mengirimkan pesan chat kepada Hafis, tetapi pesannya tidak pernah dibalas. Bahkan, pesannya itu tidak pernah dibaca sama sekali oleh Cia.
"Kenapa dia gak pulang-pulang ya? Kenapa susah sekali menghubungi dia? Apa aku harus pergi ke kampusnya? Atau, aku harus pergi ke rumah kedua orang tuanya?"
Cia yang sedang berada di resto ingin langsung pergi ke rumah kedua orang tua Hafis, lebih tepatnya ke rumahnya yang ditempati oleh kedua orang tua Hafis, tetapi dia berpikir jika lebih baik kalau pergi ke rumah orang tua Hafis nanti malam saja. Setelah pekerjaannya selesai.
"Aku memang sebaiknya mendekatkan diri kepada kedua orang tua Hafis, semenjak mereka pindah, aku memang belum pernah mengunjungi mereka."
Cia akhirnya kembali mengerjakan pekerjaannya, hingga saat malam tiba dia pergi melajukan mobilnya menuju rumah pemberian Dion.
Tentunya dia tidak datang dengan tangan kosong, dia membeli banyak buah-buahan dan juga makanan untuk kedua mertuanya. Hingga saat dia tiba tak jauh dari rumah itu, Cia berhenti sejenak sambil memperhatikan keadaan rumah tersebut.
"Kok kaya sepi banget ya?"
Cia melihat rumah itu seperti tidak ada penghuninya, di sana nampak gelap karena lampu belum dinyalakan. Cia jadi bingung dibuatnya.
"Apa aku nanya sama warga sekitar aja ya? Siapa tau mereka tahu di mana keberadaan kedua mertua aku," ujar Cia.
Cia akhirnya memarkirkan mobilnya tidak jauh dari rumah itu, lalu dia mencari orang yang bisa dia tanyain. Tak lama kemudian dia bertemu dengan security yang sedang berkeliling di komplek perumahan itu.
"Permisi, Pak. Mau tanya boleh?"
"Boleh, Neng. Mau tanya alamat ya?"
"Mau tanya orang yang tinggal di rumah sana, kira-kira orangnya pada ke mana ya? Kok sepi banget?"
"Oh, rumahnya den Hafis?"
"Iya," jawab Cia.
"Kayaknya pergi udah dari seminggu yang lalu, Neng. Neng siapanya den Hafis ya?"
Pernikahan Cia dan juga Hafis memang diadakan secara sederhana, pernikahan mereka juga tidak diberitahukan ke publik. Wajar jika tak banyak yang tahu tentang pernikahan Cia dan juga Hafis.
"Ehm! Saya istrinya, Pak. Kalau boleh saya tahu, ke mana ya perginya Hafis?"
Security itu nampak kaget mendengar apa yang dikatakan oleh Cia, dia bahkan sampai mengucapkan istighfar beberapa kali.
"Hah? Istri? Nggak salah Neng?"
"Nggak, saya menikah dengan Hafis dua bulan yang lalu. Saya bahkan bawa surat nikahnya," ujar Cia.
Karena takut security itu tidak percaya dengan apa yang dia katakan, Cia langsung masuk ke dalam mobilnya. Lalu, dia memperlihatkan buku pernikahannya.
"Astagfirullah, Neng. Serius kamu istrinya den Hafis?"
"Iya, memangnya kenapa sih, Pak?"
"Kalau gak salah dengar, den Hafis mau nikah sama pacarnya. Makanya pergi dari Minggu lalu, tadi pagi kedua orang tuanya nyusul. Katanya mau bawa menantu mereka ke rumah ini," jawab security itu.
"Apa? Nikah?"
"Ya," jawab security itu sambil memandang iba kepada Cia.
"Kok bisa nikah lagi, nikah agama doang kali ya? Soalnya aku sama dia itu nikah resmi," ujar Cia yang tidak habis pikir kalau Hafis bisa-bisanya nikah lagi.
Padahal, selama dia menikah dengan Hafis saja pria itu tidak pernah menafkahi dirinya. Hanya nafkah batin saja, lalu bagaimana mungkin suaminya itu bisa menikah kembali, pikirnya.
Dari mana biayanya? Dari mana uang mahar yang dikeluarkan untuk wanita itu? Cia jadi bingung, dia sampai tidak bisa berkata-kata dibuatnya.
"Kurang paham, Neng. Saya jadi ikut bingung," ujar security itu.
"Kalau begitu saya pergi aja, makasih Pak."
"Neng, jangan pergi dulu. Mending pastiin dulu bener apa enggaknya yang saya katakan, mobilnya taro aja di rumah kosong sana. Kita liat bareng-bareng, siapa tau kabar yang saya dengar itu salah. Den Hafis gak nikah lagi," ujar security itu.
Cia menimang-nimang apa yang dikatakan oleh security itu, hingga tidak lama kemudian dia menganggukkan kepalanya. Dia harus mengetahui kebenarannya, dia tidak boleh asal menuduh dan tidak boleh percaya begitu saja jika tidak melihat buktinya.
"Iya," jawab Cia.
Cia memarkirkan mobilnya di rumah kosong yang tidak jauh dari sana, setelah itu dia meminta security untuk menemani dirinya tidak jauh dari rumah milik Cia.
"Minum teh anget dulu, Neng." Security itu nampak memberikan segelas teh hangat kepada Cia.
"Makasih, Pak." Cia menyesap teh hangat itu.
Cukup lama dia berada di sana, hingga tidak lama kemudian dia melihat mobil yang berhenti tepat di rumah miliknya. Hafis keluar dari dalam mobil itu, kemudian dengan tergesa dia membukakan pintu mobil samping.
Seorang wanita cantik dengan perut buncitnya turun dari mobil tersebut, dia juga melihat kedua orang tua Hafis yang turun dari mobil itu.
Jantung Cia tiba-tiba saja berdebar dengan begitu kencang, rasanya dia tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Apalagi ketika melihat Hafis memperlakukan wanita itu dengan begitu istimewa.
"Ya Tuhan! Hafis menikahi wanita itu karena sudah hamil besar?" tanya Cia kepada dirinya sendiri.
Cia sebenarnya merasa aneh, dia sudah mau satu tahun menikah dengan Hafis. Namun, belum ada tanda-tanda dirinya hamil. Ini sangat aneh, tetapi wanita yang katanya baru dinikahi oleh Hafis, justru terlihat sedang hamil besar.
"Betulkan, Neng? Den Hafis itu udah nikah lagi, itu istrinya. Cewek itu sering loh dibawa ke sini," ujar security yang sejak tadi menemani dirinya dengan suara yang pelan.
"Saya masih belum percaya," ujar Cia.
Cia menunggu sampai mereka masuk ke dalam rumah, setelah itu Cia berpamitan untuk menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi di rumah itu.
Cia dengan begitu hati-hati masuk ke dalam rumah tersebut, tentunya hal itu bisa dia lakukan karena Cia masih memiliki kunci cadangan dari rumah itu.
Saat Cia masuk, ternyata mereka sedang berkumpul di ruang keluarga. Cia dengan cepat bersembunyi di balik tembok menuju ruang keluarga tersebut, dia ingin menguping apa yang sedang dibicarakan oleh mereka.
"Sayang, aku udah bosen harus ngumpet-ngumpet terus kaya gini. Kapan kamu ceraikan dia dan nikahi aku secara resmi?"
Wanita yang ada di samping Hafis nampak cemberut, wanita itu dengan manja melayangkan protesnya kepada suami dari Cia itu.
"Sabar, Sayang. Baru rumah ini dan juga uang yang belum banyak yang aku dapatkan, nanti kalau aku sudah dapat banyak, aku pasti akan menceraikan dia."
"Jangan lama-lama, Fis. Nanti Naomi keburu lahiran," ujar ibunya Hafis.
Cia menutup mulutnya dengan tidak percaya, selama ini orang yang begitu dekat dengan dirinya adalah orang yang tidak tahu diri.
"Tapi, Yang. Uang yang kamu kumpulkan dari Resto milik wanita itu juga udah banyak, kamu buru-burulah ceraikan dia. Aku cape jadi wanita simpenan," ujar Naomi.
Cia lebih kaget lagi mendengar akan hal itu, ternyata selama ini Hafis suka mencuri uangnya. Cia rasanya ingin langsung melabrak orang-orang itu, tetapi dia masih penasaran dengan apa yang akan mereka katakan.
'Sabar, Cia. Elu jangan gegabah, elu harus mendengarkan apa yang mereka katakan. Jangan pulang atau jangan sembarang melabrak,' ujar Cia dalam hati.
Lalu, Cia mengambil ponsel miliknya dan mulai merekam secara diam-diam apa yang dibicarakan oleh Hafis dan juga keluarganya.
yg penting bisa lepas dari lelaki jahat itu ..dan bongkar kejahatan dia.. Nanti suatu saat harta yg di rampas enggak selama nya milik dia..