Dia yang memberiku kehidupan.. tapi justru dia sendiri yang menghancurkan hidupku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nofi Aprinsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps. 28
Sinta memilih berjalan perlahan melewati lorong rumah sakit dengan menggandeng sang Paman, di banding harus duduk di kursi roda. Ia tidak ingin mendramatisir kondisinya supaya terlihat lemah. Ia ingin terlihat seperti seorang wanita kuat yang mampu menghadapi kerasnya dunia.
“Bukankah seharusnya Paman mendorongmu di kursi roda agar kamu tidak kelelahan,” ucap sang Paman.”
“Tidak Paman, aku baik-baik saja.”
“Apa sebaiknya kamu pulang kerumah Paman, lagipula Paman bisa menjagamu dan Gabriel secara bersamaan.”
“Paman, aku tu sudah dewasa. Bukan anak kecil lagi. Jadi Paman tidak perlu mengkhawatirkan aku. Aku bisa jaga diri Paman.”
“Paman hanya merasa bertanggung jawab untuk menjagamu. Apa kata pak Basuki jika tahu anak perempuan kesayangannya sakit seperti ini. Bisa-bisa Paman di Pecat saat ini juga.”
“Ahahaha…” tawa keduanya terdengar begitu ceria seakan melupakan sejenak masalah yang Sinta hadapi saat ini.
“Itu sebabnya Paman tidak boleh memberitahukan hal ini pada Ayah, Ibu, ataupun kak Arya sekalipun. Paman mengerti!”
“Siap tuan putri! Saya mengerti.”
“Ahahaha...” merekapun kembali tertawa dengan tingkah lucu sang Paman yang seakan menirukan gerakan hormat bendera.
Namun di sela-sela tawanya, dari kejauhan mata Sinta tak sengaja melihat ke arah resepsionis dan menangkap dua orang yang terlihat begitu sangat familiar. Namun semakin mendekat kedua orang itu semakin terlihat jelas. Dan ternyata orang yang Sinta lihat adalah Bagas sang suami bersama seorang wanita yang merupakan mantan kekasihnya.
“Mas Bagas?! Sofi?!” Batin Sinta dalam hati, Sungguh pemandangan yang sangat menyakitkan. Di saat dirinya sakit dan tidak mendapatkan perhatian dari sang suami, ia justru melihat suaminya sibuk mengurus wanita lain dengan penuh perhatian. Lantas Sinta bertingkah seolah-olah tidak melihat mereka, dan justru mengarahkan sang Paman untuk melewati jalan lain agar tak bertemu dengan mereka berdua. Namun sial, Sofi melihat Sinta dan dengan sengaja langsung berlari kearahnya meninggalkan Bagas di yang masih sibuk mengurus administrasi. Sofi berlari sembari memanggil namanya kencang.
“Mbak Sinta!”
Panggilan itu pun membuat Sinta akhirnya terpaksa Berhenti.
“Mbak Sinta? Apa kabar? Senang bisa melihatmu disini. Oh, siapa orang tua yang mbak gandeng ini?
Dia terlihat seperti penjahat,” ucap Sofi seakan mengejek.
“Sofi, tolong jaga ucapanmu. Dan pergilah! Aku tidak ingin ada keributan di sini,” ucap Sinta sambil kembali melangkah pergi.
Sofi yang tidak puas, akhirnya kembali bersuara namun lebih lantang seolah ingin semua orang yang ada di sekitar mereka mendengarnya.
“Mbak Sinta! Melihat keadaanmu seperti ini, bukankah kamu sedang sakit? Lalu dimana suamimu? Kenapa dia tidak menemanimu? Atau Suamimu lebih memilih menemani wanita lain, di bandingkan dirimu? Sungguh kasihan.”
Ucapan Sofi tersebut sontak membuat orang-orang yang ada di sekitar mereka menoleh dan memperhatikan mereka. Tanpa terkecuali Bagas sang suami.
“Kau sengaja ingin mempermalukanku di depan umum?”
“Kalau iya kenapa? Dan asal kamu tahu, suamimu ada bersamaku sekarang,” jawab Sofi setengah berbisik.
Pak Teguh yang awalnya hanya diam melihat kejadian di depan matanya tersebut, akhirnya geram dan tak tinggal diam. Dengan kasar Pak Teguh mencengkram lengan Sofi dengan sangat kuat hinggga meringis kesakitan.
“Jika kau berani menyakiti Sinta, kau akan berhadapan denganku!” Ucap Pak Teguh tegas.
“Paman lepaskan! Jangan mengotori tangan Paman hanya untuk membalasnya,” ucap Sinta mencoba melepaskan cengkraman sang Paman pada lengan Sofi yang terlihat kesakitan.
Bagas yang mendengar percakapan mereka pun akhirnya mendekat.
“Pak Teguh, apa yang anda lakukan?!” Tanya Bagas marah melihat sikap kasar Pak Teguh terhadap Sofi.
“Mas, tolong aku. Ini sakit sekali, padahal aku hanya ingin menyapanya tapi mereka menyakitiku,” ucap Sofi yang mencoba mengadu domba.
“Tapi wanita ini yang mencoba menyakiti Sinta terlebih dahulu,” jawab Pak Teguh Geram.
“Cukup Pak Teguh! Dia hanya seorang wanita lemah. Tidak seharusnya anda membalasnya seperti ini. Lagipula pasti ada kesalah pahaman.”
Ucapan Bagas yang seolah membela Sofi membuat Sinta sedikit kesal. Hingga menghela nafas panjang untuk menetralisir emosinya. Ia pun akhirnya memilih untuk mengajak sang Paman.
“Paman sudah, kita tidak perlu meladeni mereka. Ayo kita pulang.”
“Tunggu! Sinta, apa yang terjadi padamu? Kenapa kamu ada di sini, apa kamu sakit? Pak Teguh, apa yang terjadi dengan Sinta?”
“Sinta tadi mengalami Panic attack. Tadi dia-,” Pak Teguh ingin mencoba menjelaskan tentang keadaan Sinta namun justru Sinta mencegahnya.
“Sudah Paman ayo kita pulang.”
“Sinta! Kenapa kamu tidak menghubungiku? Lalu bagaimana keadaanmu sekarang? Aku akan pulang bersamamu.”
Mendengar Bagas ingin pulang bersama istrinya Sinta, membuat Sofi panik. Ia buru-buru bersandiwara bahwa dirinya sesak nafas.
“Mas… ahhh, dadaku sesak.”
“Sofi, kamu baik-baik saja?”
“Mas, kamu urus saja dia. Aku bisa pulang sendiri. Lagipula sejak tadi ada Paman yang menemaniku. Karena sepertinya dia lebih penting bagimu daripada aku istrimu.”
Ucapan Sinta sangat menusuk di hati Bagas. Sesungguhnya ia menyesal, ia merasa bersalah mengetahui sang istri sakit sementara ia sendiri justru memilih menemani wanita lain. Namun gengsi tang teramat besar membuatnya tetap terlihat angkuh.
“Kamu tahu aku dan Sofi tidak punya hubungan apapun. Aku hanya sedang mencoba melindunginya dari kejahatan.”
“Melindunginya? Wow, kamu sangat baik ya mas. Kamu seperti pahlawan bagi dia. Tapi kenapa kamu seolah menjadi penjahat untuk istrimu sendiri? Aku jadi ragu, apa sebenarnya hubungan kalian sekarang? Apa sekarang mas kembali jatuh cinta padanya?”
“Sinta stop! Apa yang aku lakukan pada Sofi tidak lebih buruk dari apa yang kamu lakukan. Aku hanya mencoba melindunginya. Sementara kamu, kamu bahkan sudah membawa lelaki asing ke rumah kita dan lebih parahnya memperkenalkan dia pada anak kita!”
“Pak Bagas sepertinya salah paham. Lelaki asing yang pak Bagas maksud itu Pak Rama. Dia sahabat baik Pak Arya sejak mereka SMA sampai kuliah. Dan Sinta mengenalnya sejak dia masih SMP. Dia sudah seperti kakak bagi Sinta, sama seperti Pak Arya. Bahkan saat Pak Rama datang kerumah, saya juga ada di sana sedang bermain bersama Gabriel.”
Deg!
Penjelasan Pak Teguh semakin membuat Bagas merasa bersalah. Ia benar-benar malu sekarang. Rasanya ia sangat berdosa terhadap sang istri. Di tambah kejadian di kamar rumah kontrakan Sofi sebelum rumah itu terbakar, Bagas merasa dirinya sudah berbuat dosa yang sangat besar. Iapun tak mampu mengeluarkan kata-kata saking malunya kepada sang istri Sinta.
“Paman, aku ingin pulang dan istirahat,” ucap Sinta dan langsung di turuti oleh sang Paman.
“Mas… dadaku mulai sesak. Tolong aku,” ucap Sofi mencoba menyadarkan Bagas yang hanya bisa diam menyaksikan istrinya pergi.
Sungguh Bagas merasa sangat bersalah dan juga sangat berdosa. Hampir saja ia melakukan hal yang dapat membuat hubungan rumah tangganya dengan sang istri Sinta hancur. Ia bahkan sempat berfikir untuk melakukan hal lebih bersama Sofi selain hanya berciuman sebelum akhirnya mereka berhenti karena peristiwa kebakaran itu. Dan kini Bagas pun mengangis.
“Ya Tuhan, apa yang telah aku lakukan? Tolong maafkan aku. Hanya karena cemburu buta, membuat aku mencurigai dan menyakiti istri yang sangat aku cintai. Tolong maafkan aku,” batin Bagas sambil menangis.
“Sial! Kenapa mas Bagas kembali lemah seperti ini. Tidak! Aku tidak akan membiarkan mereka kembali damai. Aku harus bisa benar-benar menguasai mas Bagas seutuhnya,” ucap Sofi dalam hati.
Si shinta bloon, si bagas pilnplan
jangan lupa mampir juga di novel aku
" bertahan luka"
Terima kasih