"Dimana ibumu?" Tanya seorang pria berwajah dingin itu.
"Kabul, cali daddy balu," ucap bocah berumur 4 tahun itu.
Filbert Revino, anak kecil berumur 4 tahun yang mencari ayah kandungnya. Hingga dia bertemu dengan Gilbert Ray Greyson, pria dingin dan datar. Yang ternyata adalah ayah kandung dari Revin.
"Dia putraku kan?! Revin putraku! Selama ini kau kabur dan menyembunyikan benihku?! Kau sangat keterlaluan Emily!" Bentak Gilbert pada seorang wanita yang menatapnya dengan tangisan.
"Maafkan aku." Hanya kata itu yang mampu wanita bernama Emily Beriana. Istri Gilbert yang pergi tanpa sebuah pesan apapun.
Bagaimana pertemuan mereka kembali setelah 5 tahun lamanya? Apakah usaha Revin untuk menyatukan orang tuanya berhasil? Apakah tidak dan harus hidup pada salah satunya?
Yang kepo langsung cusss baca aja, di jamin kucu, baper, sedih, campur aduk deh.
PERINGATAN!!! HANYA CERITA FIKTIF BELAKA, KARANGAN DARI AUTHOR. BUKAN K
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mari bercerai
"Motol balu, hali baluuu, pacal baluuu, daddy baluuu."
Sedari tadi orang-orang sibuk mendengarkan Celotehan anak berusia 4 tahun itu, pun mereka tengah berkumpul di ruang tengah. Sedangkan Revin, dia menaiki motor aki baru miliknya mengitari sofa.
"Putramu sangat cerdas Gil, sayang jika tidak di masukkan sekolah sejak dini," ujar Alfred yang langsung mengatakan keinginannya.
"Tidak! Revin masih berumur 4 tahun, dia masih menikmati masa bermain. Aku akan menyekolahkannya saat dia sudah berumur 5 tahun dad." Tilak Gilbert.
"Apa kau tak liat kecerdasan putramu? bagaimana pun Revin akan menjadi penerusmu, dia harus belajar sejak usia dini. Dia harus lebih pintar darimu!" Seru Alfred.
Hana hanya bisa menggelengkan kepalanya, didikan suaminya sangatlah keras pada anak pertama. Sejak masih berusia 3 tahun, Gilbert di masukkan ke asrama oleh suaminya. Sedangkan Danzel berbeda, dia sekolah biasa dari mulai usia 5 tahun.
"Masukkan dia ke asrama, dia akan mendapatkan banyak pelajaran di sana!" Titah Alfred.
"Tidak dad! Aku tidak mau Revin berada di sana, dia masih membutuhkan kasih sayang dan didikan orang tuanya. Jika nanti saatnya tiba, aku akan memasukkannya ke asrama khusus penerus itu. Aku tidak ingin putraku kehilangan momen bersama keluarganya." Tolak Gilbert.
Alfred merengut kesal, dia tahu kecerdasan cucunya bahkan melebihi Gilbert putranya sendiri. Untuk itu, dia sangat bersemangat memasukkan Revin ke asrama untuk mengasah kemampuannya.
"Lagian, kalau Revin di asrama. Kau akan bermain bersama siapa pak tua?" Tanya Danzel yang sedang memakan kacang dengan santai nya.
"Ya buat lagi lah, kalian akan berencana memiliki anak lagi bukan?!" Seru Alfredn dan kembali menatap putra sulungnya.
Gilbert menatap Emily, yang di tatapan hanya membuang wajahnya. Emily merasa pernikahan mereka hanya karena Revin, bukan untuk membangun keluarga yang sempurna. Sehingga, tak perlu menjawab pertanyaan mertuanya itu.
"Ya, kamu akan membuatnya. Tapi itu masih lama, jadi Revin harus tetap bersama kami!" Tegas Gilbert.
Emily menyenggol lengan suaminya, dia tak habis pikir pada Gilbert yang mengatakan akan memiliki anak lagi. Padahal, suaminya itu sendiri yang mengatakan jika mereka kembali bersama hanya untuk Revin.
"Jangan membuat anak bersama pengasuh seperti ku." Bisik Emily.
"Kau istriku, kau harus memberikan hakku!" Bisik kembali Gilbert.
"Aku tidak akan memberikan itu mas, kau sendiri yang bilang aku disini hanya untuk menjadi pengasuh Revin."
Saat Gilbert akan membalas, secara mengejutkan Emily bangkit dari duduknya dan menatap kedua orang tua itu.
"Dad, mom. Emily lelah, Em masuk ke kamar dulu yah. Permisi." Pamit Emily.
"Ya istirahatlah, tubuhmu pasti belum terlalu sehat." Sahut Hana.
Emily mengangguk dan tersenyum, dia kembali ke kamarnya meninggalkan Gilbert yang menatapnya kesal.
"Revin sayang, sudah malam nak. Tidur gih, bunda udah masuk kamar tuh!" Ajak Hana menghampiri cucunya itu.
"Bental lagi oma, bentaaalll lagiii." Ujar Revin sambil menghentikan motornya.
Hana pun memberi waktu cucunya itu sebentar lagi intuk bermain, dia memutuskan untuk kembali berkumpul bersama yang lain.
"Dad, mom. AKu pergi susul istriku dulu!" Seru Gilbert dan berlari menuju tangga.
Alfred dan Hana menatap putra sulungnya itu dengan heran, sementara Danzel dia hanya senyum-senyum sendiri menatap kepergian sang kakak.
"Revin, bagaimana jika kau tidur dengan uncle?" Usul Danzel menatap keponakan nakalnya itu.
"Tidul cama om?" Tanya Revin menghentikan motornya di dekat Danzel.
"Hais, jangan panggil om. Aku terdengar seperti pria berperut gendut, lebih baik kau memanggilku Uncle. Atau abang juga boleh, jangan om. Itu tak cocok denganku," ujar Danzel dengan kesal.
Revin menatap perut Danzel dengan seksama, dia turun dari motornya dan memegang perut Danzel yang terdapat beberapa kotak. Sebab, Danzel sama seperti Gilbert yang suka membentuk otot.
"Iya pelut nda bulet, tapi om kan adekna daddy cih. Iya kan oma," ujar Revin meminta pembelaan pada oma tersayangnya.
"Benar sayang." Sahut Hana.
"Iya, tapi jangan memanggilku om. Panggil saja uncle, atau abang," ujar Danzek.
"Uncle? jelek kali, kalau abang ... emangna citu anakna buna Lev? nda kan," ujar Revij dengan cerdas nya.
Revin tak menghiraukan kekesalan Danzel, dia kembali menaiki motornya. Menekan gas dan melajukan motornya sedikit demi sedikit.
Danzel yang kesal pun mendorong motor ponakannya itu dengan kaki jenjangnya, sehingga Revin hampir saja ke terjengkang ke belakang akibat ulah om nya itu.
"AAA!! KALAU LEV JATUH GIMANA HA!!! HILANG OTAKNA DACAL!!" Teriak Revin yang mengejar om nya yang sudah berlari menjauh.
Danzel tertawa puas, dia berlari menghindari pukulan ponakan lucunya itu. Hana dan Alfred hanya bisa menggelengkan kepalanya, hingga mereka memejamkan mata saat Danzel terpeleset di dekat tangga.
DUGHH!!
Revin tak siap menghentikan langkahnya, dia pun terjatuh dengan B0k0ng nya yang mendarat tepat di wajah Danzel.
"REVIN!" Panik Hana.
Hana berlari mendekati mereka, Revin kebingungan saat tidak melihat kepala Danzel.
"TURUN WOY!" Seru Danzel.
Revin melihat ke belakang, dia melihat wajah Danzel yang memerah. Seketika tawanya lepas, dia pun beranjak dan menatap Danzel yang sepertinya sedang mengumpulkan tenaga untuk bangun.
"Kan, kalma itu. Lacakan, om nakal cih!" Seru Revin dengan tampang sinisnya.
Dia kembali menaiki motornya dan menjalankannya ke arah dapur. Alfred mengikuti cucunya itu karena takut Revin ke taman belakang karena pintu masih terbuka.
"Cucu mommy ngeselin!" Gerutu Danzel sambil berusaha bangkit.
"Kamu sih, udah tahu ponakanmu itu mudah kesal orangnya. Malah kamu buat ulah." Balas Hana.
Sedangkan di kamar, Gilbert tengah menatap tajam Emily yang sedang berbicara dengan seorang pria di telpon. Wajahnya sangat kesal, hingga rahangnya pun mengeras.
"Iya kak Benny, besok Em kembali ke kampung. Maaf yah kak, sampein maaf Em juga buat Mak Tia. Besok Em janji bawa uangnya," ujar Emily. Anak Mak Tia menelponnya untuk menagih hutang bon, bagaimana pun warung juga butuh modal untuk kembali membeli stok.
Namun, Gilbert tak tahu itu, dia hanya tahu jika Emily sedang berteleponan dengan soerang pria. Setelah istrinya itu selesai menelpon, Gilbert mengambil paksa ponselnya istrinya itu.
BRAAKK!!!
Gilbert melempar ponsel itu ke lantai dengan sekali lemparan, netranya menatap tajam Emily yang terkejut melihat ponselnya yang rusak parah akibat ulah suaminya.
"Kamu apa-apaan sih mas?! kenapa kamu membanting ponselku?!" Sentak Emily menatap suaminya yang sedang di liputi oleh amarah.
"Kamu benar-benar tidak menghargaiku Em! aku suamimu! masih berani kamu menelpon seorang pria di saat aku berada di dekatmu hah?!" Marah Gilbert.
Emily menahan nafasnya, dia menunduk dan kembali mendongak menatap suaminya.
"Memangnya kenapa kalau aku menelpon seorang pria? aku hanya ibu pengasuh Recin disini, bukan sebagai istrimu. Jadi aku bebas dong melakukan apapun?" ujar Emily berusaha tetap tenang, walau hatinya sangat was-was melihat wajah suaminya yang terlihat merah padam
Emily lelah dengan ketidak oekaan suaminya, dia sengaja membuat Gilbert marah agar pria itu sdara jika dia masih membutuhkan Emily disisinya.
Gilbert menarik tangan Emily dengan kasar, dia menatap wajah istrinya yang terlihat ketakutan. Satu sudut bibirnya terangkat, tangannya tak melepas sang istri.
"Statusmu masih istriku." Seru Gilbert dengan suara beratnya.
Emily memejamkan matanya, tak lama dia membukanya kembali dan menatap tepat di mata sang suami.
"Kalau begitu, mari bercerai."
______
Banyak yang komen bolak balik nunggu cerita ini up, terharu sekali aku.
Aku usahain sehari bisa double up yah, jangan bosen bosen kasih aku dukungan oke😍